Sebelum Beli Masker Bubuk, Pertimbangkan Dulu Hal Ini Biar Nggak Nyesel

Sebelum Beli Masker Bubuk, Pertimbangkan Dulu Hal Ini Biar Nggak Nyesel terminal mojok

Masker bubuk memang pilihan tepat, sih, buat yang mau merawat kulit namun tetap hemat.

Demi wajah yang sehat dan cantik, nggak sedikit orang yang rela melakukan segala cara. Salah satu ikhtiar yang umum dilakukan oleh orang-orang di luar sana adalah dengan menggunakan masker. Bukan masker KN95 atau duckbill, ya, masker yang saya maksud ini adalah salah satu produk perawatan wajah tambahan yang dipercaya mampu menyelesaikan berbagai macam permasalahan kulit wajah.

Ada berbagai macam masker kecantikan yang bisa kita temukan di pasaran. Ada sheetmask ala-ala Korea, peel-off mask yang katanya bisa sekalian mengangkat komedo dari wajah, sampai masker bubuk dengan kemasan mini nan unyu-unyu. Khusus yang terakhir ini, kita bisa memilikinya tanpa perlu menghabiskan banyak uang. Bahkan saya nggak lagi merasa nggumun ketika menemukan seller yang menawarkan masker bubuk dengan harga setara tarif parkir standar di Jogja, 2 ribu perak. Dengan modal recehan kita bisa punya wajah glowing, menggiurkan banget nggak, sih?

Dari segi harga, kita nggak perlu lagi berpikir panjang. Harganya jauh lebih murah jika dibandingkan dengan sheetmask dan dapat dipakai berulang kali seperti claymask. Jangan salah, meski harganya murah, masker bubuk juga punya kelebihan lain melalui variannya yang beraneka ragam sehingga kita bisa memilih masker yang memang fokus pada skin concern yang kita alami. Kendati demikian, ada berbagai macam hal yang harus dipertimbangkan sebelum beli masker bubuk.

#1 Pastikan bahwa kamu adalah orang yang selo dan bersedia ribet

Bikin masker bubuk itu ibarat membuat bubur bayi instan. Kelihatannya mudah, tinggal mencampur serbuknya dengan air, aduk sebentar, lalu jadi. Kenyataannya, kita harus memastikan bahwa masker yang sudah dicampur dengan air keran atau air mawar itu nggak terlalu encer maupun terlalu kental. Kalau terlalu cair, masker akan sulit diaplikasikan ke wajah karena netes ke mana-mana. Sementara campuran masker dan air yang terlalu kental bakal membuat kita boros dalam menggunakannya.

Setelah menyatukan air dengan serbuk masker, kita dihadapkan dengan kesulitan lainnya. Yaps, kita memerlukan kuas untuk memakai maskernya. Pakai sendok bisa, sih, tapi peralatan yang satu ini khusus dipakai buat orang yang sabarnya turah-turah karena super ribet. Rupanya modal 2 ribu tadi nggak cukup lantaran kita masih harus menambah modal untuk beli mangkok dan kuas masker.

Setelah membuat masker menjadi pasta dan mengoleskannya ke muka, kita masih harus menanti masker kering selama 10-20 menit sebelum akhirnya bisa dibilas. Inilah mengapa saya mengatakan bahwa pengguna masker bubuk haruslah memiliki banyak waktu luang. Bagi orang sibuk dan nggak sempet maskeran, bisa mengakalinya dengan pakai sleeping mask lantaran bisa dibawa tidur atau sheetmask yang tinggal dipasang ke muka dan bisa dilepas tanpa dibilas. Sementara memakai masker bubuk harus mengikuti setiap langkahnya.

#2 Cermat meski harganya bisa membantu kita berhemat

Masker bubuk yang tersedia di pasaran memiliki rentang harga yang bermacam-macam, meskipun nggak begitu jauh interval antara masker bubuk termahal dengan yang paling terjangkau. Harga murah bukan berarti kita nggak perlu mencemaskan hal lainnya, justru kita harus semakin awas sebelum membeli.

Pengalaman saya sewaktu pertama kali beli masker bubuk bener-bener disaster. Di zaman jahilliah ketika saya masih awam soal skincare, saya hanya mengandalkan review dari para pemakai maskernya di Twitter dan jumlah penjualan di Shopee. Saya sampai baca semua twit, reply, sampai menfess untuk memastikan bahwa masker yang pengin saya beli memang efeknya makbul. Akhirnya saya membeli 2 masker varian sulfur karena di deskripsi dan klaimnya bisa mencegah timbulnya jerawat dengan total harga kurang dari 15 ribu. Lalu apa yang terjadi? Wajah saya ngamuk, huhuhu. Bukannya mencegah jerawat, malah tumbuh jerawat kistik atau jerawat batu yang susah sembuh itu di muka saya. Malunya lagi, pada saat itu saya lagi jadi panitia event nasional di kampus. Alhasil saya terpaksa menutupi wajah dengan masker—masker medis, ya—sepanjang pekan dan hampir nggak bisa dikenali di foto gara-gara masker keji itu.

Setelah saya cari tahu, masker yang saya beli ini belum ber-BPOM. Di kemasannya nggak tertera komposisi maupun pabrik pembuatnya. Hanya terlihat bahwa pembuat maskernya cukup niat dalam mendesain kemasan sehingga saya nggak menaruh curiga.

Selalu pastikan bahwa masker bubuk yang pengin kamu beli sudah terdaftar dan teruji oleh BPOM, ya. Nomor BPOM memegang kunci penting bagi keselamatan diri kita, Girls. Meskipun nggak ada jaminan bahwa produk yang kita pakai bakal cocok karena setiap kulit punya trigger atau ketidakcocokan dengan bahan tertentu, seenggaknya kita bisa terhindar dari bahan berbahaya yang nggak seharusnya berkontak dengan kulit.

#3 Ada konsekuensi, bersedia nanggung?

Selain menyebabkan bencana kalau nggak teliti saat membeli seperti saya, setiap masker bubuk punya kesamaan dalam hal memicu pemakainya merasa menderita. Dari namanya saja sudah bisa kita terka bahwa masker ini berbentuk bubuk atau serbuk, sehingga apabila terhirup kita akan bersin-bersin atau parahnya bisa menyebabkan sesak napas.

Selain itu, partikel masker yang berukuran mikro—atau nano, ya?—rawan masuk ke mata. Masih soal cerita pengalaman masker yang saya alami, saya pernah nangis sampai mata merah gara-gara ada serbuk masker yang masuk ke dalam mata. Setelah membasuh wajah setelah memakai masker, saya nggak sadar bahwa masih ada residu yang tersisa di alis. Ketika hendak tidur, partikel residu itu masuk ke mata saya. Saya coba mengedipkan mata berulang kali, tapi hasilnya nihil. Saya kucek—plis, jangan dicontoh—malah bikin mata semakin pedes. Saya basuh pake air pun masih hinggap dan enggan pergi di dalam mata. Semenjak itu saya bener-bener kapok pakai masker bubuk. Saya memilih buat pakai sheetmask atau clay mask sekalian yang walaupun bikin dompet cepet tipis, tapi lebih aman dan bikin tenteram.

Ya gitu, deh, pengalaman pahit saya sewaktu pakai masker bubuk. Semoga kalian bisa terhindar dari peristiwa yang serupa dengan yang pernah saya derita dengan memikirkan ketiga saran di atas sebelum jajan masker.

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
Exit mobile version