“Yang, makan yuk”
“Nanti malem ke bioskop yuk”
“Besok pergi ke pantai ya”
“Besok anniv kita yang ke 4 bulan lho, jangan lupa beli kado ya” Aku miskin nggak punya uang, Astagfirullah.
Buat kalian yang ngejomblo dan ngarep punya pacar, saya sarankan buang jauh-jauh keinginan itu. Apalagi, kalau kalian jomblo dan… miskin. Jangan, jangan punya niat pacaran, jangan ngebucin atau bahkan berani-berani nyentuh anak orang. Jangan sampai sok-sokan mau ngurusin orang lain kalau diri sendiri aja cuman bisa makan promag dan gorengan….
Pacaran itu mahal, bos! Kalau nggak percaya, sini sini kita main sama angka buat bikin simulasinya.
Semisal kita anggap aja rata-rata biaya yang harus dikeluarkan setiap jalan bareng pacar itu Rp100.000 per jalan. Sebutlah dalam seminggu, kita ngajak jalan pacar itu cuman sekali. Jika jalan bareng pacar ini dilakukan selama durasi 3 bulan saja, dengan matematika sederhana, kita bisa tahu kalau kita harus mengeluarkan uang setidaknya Rp1.200.000. Itu baru biaya “jalan” doang. Belum biaya lain kayak pulsa dan paketan, hadiah tiap anniv, uang bensin buat antar-jemput pacar, dan biaya tak terduga lainnya. Yah mending sih kalau semuanya berakhir dengan pelaminan, ta ta ta tapi kan yang namanya pacaran nggak pernah ada jaminan!!11!!
Punya uang dalam pacaran itu penting, bos. Nggak jarang banyak konflik yang berujung pada putus berawal dari masalah ini. Dan tentu saja sebagai laki-laki, kita yang dituntut oleh “norma” untuk lebih banyak membayar. Baik itu soal membayar macam-macam keperluan dan keinginan—sampai nanti ketika semisal akan menikah dan membicarakan soal penghasilan.
Sebagai contoh, saya akan menceritakan kisah teman saya yang pacaran sama mantannya cuma kuat satu bulan—usia hubungan yang bahkan lebih cepat ketimbang waktu tayang anime on-going 12 episode wqwq.
Jadi, mereka saling suka pada pandangan pertama. Teman saya, sebut saja Roy, bermodalkan nekat mengajak mantannya, sebut saja Ayu, berpacaran. Karena didukung wajah yang sedikit mirip oppa korea, mungkin Ayu berpikir, “akhirnya ada cowo ganteng yang nembak gue”. Maka, Ayu pun menjawabnya sok jutek, “yaudah”.
Seiring berjalannya waktu, hubungannya mereka pun akhirnya pegat alias putus. Kok putus? Ya karena hubungan mereka itu kayak pacaran online—mesra-mesraan lewat WhatsApp doang, hal-hal lain yang biasa dilakukan pasangan pada umumnya seperti kencan, jalan ke bioskop, piknik ke pantai, keliling kota naik vespa, berduaan menikmati senja, kecup kening lalu skidipap dst dst, tidak pernah mereka lakukan. Ya mau gimana bisa pergi jauh, buos, toh ke kampus aja si Roy ini jalan. Kadang numpang ke teman malah. Lagian, uang bulanannya aja pas-pasan, cuman cukup buat makan sehari sekali dan beli rokok ketengan. Yakali mau beli tiket bioskop pake rokok dua batang.
Lalu Ayu pun akhirnya mulai protes dengan bilang, “aku iri sama orang lain, mereka posting foto di pantai, wahana, puncak dan lain-lain. Kalau kamu gak bisa ngajak aku begitu. Kita putus aja ya”.
MAMPOOOOSS!!!1!1
Roy pun akhirnya menerima kenyataan yang harus dia telan dalam-dalam meskipun pahit nggak karu-karuan. Ganteng itu percuma kalau terlahir miskin!!1!!
Nyatanya, ketampanan emang bukanlah jaminan pacaran bisa bertahan lama karena ngebucin itu perkara uang, buoss. Ngebucin itu tentang seberapa jauh kamu bisa ngajak si doi pergi jalan-jalan, nonton ke bioskop atau ngasih hadiah tiap anniv bulanan. Kecupan, pelukan dan adegan selanjutnya cuma bonus.
Kata orang, seminimal-minimalnya modal yang harus dimiliki adalah kuota—biar bisa on terus di WhatsApp tiap pagi, siang, dan malam untuk hanya berbalas pesan. Nanyain, “kamu udah makan belum?” Kalau jawabnya “belum” dibalas “yaudah sana makan”. Besoknya mengulangi pola pesan yang serupa. Tapi apakah itu bisa bikin hubungan terus langgeng? Tentu saja tidak karena si cewek lama-lama akan kesal dengan bilang, “kamu cuma nyuruh aku makan, tapi gak pernah bawain aku makan!! Dasar miskin!!”.
Jadi… udah ya, lupain aja keinginan untuk pacaran. Soalnya kalau udah ngebucin, kita selalu ingin membahagiakan dulu si dia hingga kadang melupakan diri sendiri. Tapi ya mana ada coba orang yang bisa bikin orang lain bahagia ketika dirinya sendiri aja nggak bahagia—dan lapar karena nggak cukup makan gara-gara uangnya dipakai untuk membahagiakan si dia.
Emang nggak ada yang salah dengan berusaha untuk membahagiakan si pacar. Tapi, logika kita harus tetap jalan. Kalau belum selesai dengan masalah keuangan diri sendiri, sebaiknya ditahan dulu aja niat pacarannya. Lebih baik, menata diri dulu, nabung dulu, nyicil KPR dulu, beli mobil dulu, dst dst dst baru deh deketin cewek hahaha. Saya nggak akan bilang kalau cewek itu matre, karena sejatinya, cinta memang butuh harta. Semua di dunia ini butuh uang, bahkan sekarang kencing aja pun kita harus bayar, kan? Jangan sampai atas nama cinta, kita nekad bikin anak orang sengsara.
BACA JUGA Mengapa Bucin, Kepo, dan Bahasa Slang Lainnya Harus Benar-Benar Kita Tahu Artinya? atau tulisan Muhammad Farid Rizky lainnya.
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.