Ini Agustus. Untuk dunia kuliah, bulan ini punya banyak arti. Untuk mahasiswa baru, mereka mulai mencicipi seperti apa kehidupan mereka nantinya. Bagi mahasiswa yang aktif di ormawa, mereka sedang pusing dan kurang tidur gara-gara jadi panitia ospek. Tapi untuk mahasiswa S1 tingkat akhir alias kerak peradaban, bulan ini benar-benar mengerikan.
Bagi yang sudah kehabisan kesempatan, mereka sedang membesarkan hati mereka sendiri. Bagi mereka yang baru kelar ujian skripsi, mungkin sedang meluapkan teriakan bahagia, tapi ujungnya sedih. Sebab, kesempatan mereka sudah “habis”.
Jadi mahasiswa S1 yang lulusnya 7 tahun itu sulit. Akui saja, memang sulit. Kehidupan kuliahnya bisa jadi menyenangkan, tapi memandang masa depan setelahnya ini yang suram. Banyak yang tak kunjung keluar dari kubangan, banyak yang mentas. Tapi semua pasti mengalami satu hal yang sama: perasaan tak berharga karena bukan orang yang berprestasi, serta bingung mau apa. Lagi-lagi ya karena status mahasiswa S1 yang lulus 7 tahun.
Kalau mahasiswa S1 lulus 7 tahun karena pekerjaan, ya beda cerita. Mereka sudah tahu mau ngapain. Mereka sudah berbuat. Nah, yang belum buat apa-apa ini nih yang stres. Cari kerja susah karena kepentok umur, tapi jual skill kok belum ada pengalaman.
Kenapa saya tahu betul? Sebab saya dulunya adalah salah satunya.
Daftar Isi
Bangkit dan percaya
Saya lulus kuliah 7 tahun karena ya nggak serius waktu kuliah. Terlalu banyak main-main dan nggak fokus akademi. Sialnya, saya tak belajar banyak skill yang bisa menyelamatkan saya di dunia kerja. Saya nggak bisa excel, word seadanya, pengalaman kerja cuman jadi tukang parkir, otak juga pas-pasan. Pusing. Sewaktu semester 13, saya mulai depresi karena tekanan yang begitu hebat.
Kini, saya sudah bangkit. Saya yang sekarang tidak bisa dibilang sukses, jauh dari kata itu malah. Tapi, setidaknya saya jadi orang yang jauh lebih baik keadaannya ketimbang waku mahasiswa. Tidak menganggur, berkeluarga, dan dianggap bisa bayar KPR oleh bank. Bagian ini, saya menepuk dada dikit. Saya di mata bank adalah orang yang bisa dipercaya perkara ngutang, wokwokwok.
Saya amat beruntung, tapi keberuntungan ini saya dapat dengan cara memikirkan taktik menata masa depan. Dan sebagai survivor, saya ingin membagikan tips bagaimana menatap hidup meski lulus kuliah dalam keadaan tidak membanggakan.
Terima saja bahwa kalian gagal
Di paragraf sebelumnya, saya bilang di semester 13 saya tertekan, dan itu betul. Semester itu benar-benar bikin saya menderita karena tekanan datang dari banyak pihak. Awalnya saya denial, menganggap semuanya jahat. Kenapa sih membebankan semua ekspektasi ke mahasiswa S1?
Tapi saya akhirnya menemui pencerahan. Di akhir semester, saya akhirnya menerima kenyataan bahwa saya bukan siapa-siapa, bukan apa-apa, dan harus bekerja lebih keras. Singkatnya, saya menerima kenyataan bahwa saya adalah manusia yang gagal.
Itulah langkah pertama yang wajib kalian lakukan, para mahasiswa S1 yang lulus 7 tahun. Kecuali kalian adalah orang yang lulus 7 tahun karena keadaan dan pekerjaan, sudah, terima saja kalau kalian gagal. Kalian bisa berkilah, tapi society tetap memandang kalian orang yang gagal. Menerimanya, justru memudahkan kalian untuk menyusun langkah selanjutnya.
Menerima diri bahwa kalian adalah orang yang gagal, bikin kalian tidak ada lagi pilihan selain bergerak. Ketika sudah mulai bergerak, barulah kalian bisa memulai langkah menuju hidup yang lebih baik.
Baca halaman selanjutnya
Mahasiswa S1 wajib punya rencana
Ini mungkin jadi kunci “kesuksesan” saya: saya menyusun rencana jangka panjang yang masuk akal. Dulu, waktu saya masih mahasiswa S1 semester 14, saya terpaksa menyusun rencana karena potensi DO itu amat besar. Mau tak mau, saya harus menyiapkan rencana untuk survive. Saya tak mungkin pulang begitu saja ke kampung, justru itu bikin orang tua saya makin malu. Makanya, saya menyusun rencana, dengan kemampuan saya yang pas-pasan, apa pekerjaan yang bisa saya tekuni untuk bertahan hidup di Jogja.
Kebanyakan orang-orang tak melakukan ini. Kau tak bisa berpikir setelah lulus, tiba-tiba jalan terbuka. Oh, tidak. Coba tanya kawanmu yang mentereng IPK-nya dan sekarang kerja di perusahaan yang juga mentereng. Kalian bakal kaget planning mereka begitu matang. Kalau yang berprestasi aja bikin rencana, lha kalian yang dianggap social rejects ini kok berani-beraninya go with the flow?
Bikin rencana matang dengan kemampuan yang kalian bisa saat ini. Gunakan gaji yang kalian dapat untuk investasi ke kemampuan. Mau tak mau, ini jalan kelewat panjang yang harus kalian lalui. Tapi, kalau kalian sabar dan beruntung, kalian bakal hit the jackpot.
Tapi ingat, jackpot orang beda-beda. Jackpot si A bisa jadi gaji 2 digit, jackpotmu mungkin gaji 2 kali UMR. Itu sudah bagus, karena ya nasib orang beda-beda.
Mahasiswa S1 wajib punya banyak koneksi
Sebagai mahasiswa S1 yang lulus 7 tahun, kawan kalian harusnya banyak. Kalau tidak, ini jadi masalah besar. Jujur saja, koneksi berperan amat besar dalam kehidupan kalian di masa-masa ini.
Hubungi kawan-kawan kalian, apakah mereka punya info loker, atau minta mereka mengajarimu. Pada titik ini, hilangkan harga diri semu dan ego kalian. Seperti kata Komandan Pacul, nggak usah ngomongin harga diri kalau belum punya power. Saya setuju betul sama ini. Udah nggak apa-apa kalau dipandang remeh orang, tugas kalian adalah membuktikan sebaliknya.
Koneksi kalian bisa membawa kalian lebih jauh. Baiknya hubungi kawan-kawan kalian dari sekarang. Minta bantuan mereka. Kasus saya sendiri, sejak Januari saya sudah mempersiapkan info loker dan punya dua perusahaan yang jadi tujuan utama saya waktu itu. Saya beruntung, dua perusahaan tersebut menerima saya, dan saya masih bekerja di salah satunya hingga sekarang.
Yak, betul, Mojok.
Percaya diri
Sebagai mahasiswa S1 yang lulus 7 tahun, pasti ada rasa di mana kalian mengecewakan orang tua kalian. Dan itu betul, kalian memang sudah mengecewakan orang tua. Meski orang tua kalian tidak bilang begitu, tetap saja harusnya kalian sadar ada ekspektasi mereka yang sudah kalian runtuhkan.
Nah, langkah pertama, yang harus kalian lakukan adalah meminta maaf dan minta restu. Kunci kesuksesan anak bisa dibilang ada campur tangan orang tua. Nggak selalu, tapi ada. Jangan sepelekan jalur langit. Bagi yang percaya aja, yang nggak percaya sih monggo punya cara sendiri.
Kunci paling penting dari semua ini adalah percaya. Wis, nggak usah dengarkan omongan yang menjatuhkan, atau dosen yang memaki kalian. Udah, kalian wajib percaya pada diri kalian. Tanpa kepercayaan diri, tips ini tak berguna. Kalian bergerak aja udah nggak mungkin.
Bagi kalian mahasiswa S1 lulus 7 tahun, kalian harus kuat. Kalian tak punya privilege untuk bersantai. Kalian terpaksa bekerja lebih keras, tapi nggak apa-apa. Hidup memang sekejam itu. Tapi saya yakin, kalau saya yang tak punya skill saja bisa survive, kalian-kalian pasti lebih bisa.
Semangat, kalian pasti bisa.
Penulis: Rizky Prasetya
Editor: Rizky Prasetya
BACA JUGA Kuliah 7 Tahun Tak Masalah, Ini 5 Sisi Positifnya