Terminal Mojok
Kirim Tulisan
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
Kirim Tulisan
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
  • Gaya Hidup
  • Kunjungi MOJOK.CO
Home Artikel

Saya dan Pacar Mulai Belajar Nulis dengan Baik di Pesan WhatsApp

Muhammad Farih Fanani oleh Muhammad Farih Fanani
30 Oktober 2020
A A
Saya dan Pacar Mulai Belajar Nulis dengan Baik di Pesan WhatsApp terminal mojok.co

Saya dan Pacar Mulai Belajar Nulis dengan Baik di Pesan WhatsApp terminal mojok.co

Share on FacebookShare on Twitter

“Kamu dimana sekarang?”

“Sayang, itu ‘di’ nya jangan disambung”

“Oke, aku ulangi lagi, ya?”

“Iya, ndang!”

“Kamu di mana sekarang?”

“Masih di jalan, tunggu sebentar!”

Percakapan di atas tentu sekarang sudah tidak pernah terjadi lagi. Bagaimana tidak, saya dan pacar sudah hampir satu tahun mulai belajar mempraktikkan cara penulisan yang baik di pesan WhatsApp.

Awal mulanya ketika kami berdua sedang proses mengerjakan skripsi masing-masing. Sebagaimana mahasiswa pada umumnya yang tidak pernah belajar menulis dengan baik, kami selalu mendapatkan kritik yang sama setiap minggunya dari dosen.

Baca Juga:

4 Siasat Bertahan di Grup WhatsApp Keluarga Besar 

Fitur Reaction WhatsApp Nggak Ada Gunanya, Bukannya Mempermudah Komunikasi Cuma Bikin Sakit Hati

Kritik yang selalu menjurus kepada tata cara penulisan, yang sebenarnya masalah ini sudah harus selesai ketika masa SMA.

“Di” yang disambung dan dipisah, “pun” yang disambung dan dipisah. Itu itu saja. Terkesan receh, tapi dosen pembimbing kami selalu muak dengan kesalahan yang selalu saya dan dia lakukan secara berulang-ulang.

Sejak saat itu, kami mulai mempraktikkan cara menulis yang sesuai dengan yang kita tulis di skripsi. Bukan bertujuan ingin menjadi penulis terkenal, kami hanya ingin terbiasa dengan cara menulis yang baik. Supaya ketika kembali mengerjakan revisian dari dosen, kami sudah tidak canggung lagi.

Sejujurnya, tidak ada paksaan di antara kami berdua. Saya tidak memaksa dia untuk melakukan hal konyol ini, begitu juga sebaliknya.

Kegiatan yang mungkin tidak dilakukan banyak orang ini murni bertujuan supaya kami tidak lagi melakukan kesalahan yang sama secara berulang-ulang. Masih banyak kesalahan-kesalahan baru yang tidak membosankan dan perlu kami coba.

Namun, kalau Anda berpikir semua chat WhatsApp kami harus sesuai dengan PUEBI, Anda salah! Tentu kami tidak melakukan itu.

Saya dan dia bukan dosen dan mahasiswa yang menuntut kesempurnaan dalam mengirim pesan singkat. Kami tidak ingin kehilangan rasa dari pesan singkat, hanya demi untuk menyempurnakan kalimat kami. Kami hanya membiasakan, bukan menyempurnakan.

Kami sekadar membiasakan menulis “di” yang disambung dan “di” yang dipisah, “pun” yang disambung dan “pun” yang dipisah. Penggunaan huruf kapital di huruf pertama ketika nulis nama orang dan tata bahasa receh lainnya yang seharusnya sudah tidak pantas kami lakukan.

Tentu akan menjadi sangat horor ketika kami berdua saling menuntut kalimat sempurna dalam pesan singkat kami di WhatsApp. Selain menghilangkan rasa dalam pesan singkat (romantis) kami, kami tentu akan kesulitan saat mengirim pesan di waktu-waktu yang mendesak.

Ketika saya sedang ditilang polisi di jalan, “Sayang aku lagi ditilang polisi, jemput dong!” Kemudian dia jawab, “Kamu salah, seharusnya sebelum kata ‘dong’ ada komanya. Ulangi!”

Tentu saja percakapan di atas adalah bohong. Namun, andaikata kejadian di atas benar-benar kami lakukan, mungkin tidak lama lagi hubungan kami akan seperti redaktur dan kontributor.

Spesies orang macam apa yang ingin melakukan hal itu? Kalau saya, sih, nggak mau.

Fenomena “di” yang disambung dan dipisah saat ini memang menjadi momok bagi para penulis, baik penulis skripsi maupun penulis esai.

Masalahnya, ketika penulis fokus pada masalah itu-itu saja, maka mereka akan melupakan aspek yang juga sangat penting, yaitu isi dan gagasan. Di satu sisi kita sedang menulis tulisan yang teoritis dan njelimet, tapi di saat yang sama kita juga dituntut untuk menulis dengan ejaan yang baik dan benar.

Saat menulis skripsi, tentu kita sedang menulis karya yang ilmiah, akademis, dan memaparkan analisis yang logis. Ketika kita terus disibukkan dengan penulisan “di” yang disambung atau dipisah, dan bahkan coretan revisi kita hanya berkutat pada masalah itu, maka porsi waktu kita untuk memikirkan gagasan dan teori akan jauh berkurang.

Tentu kita semua tidak ingin hal itu terjadi. Maka salah satu cara yang bisa dilakukan supaya kita tidak mengulangi kesalahan yang sama adalah dengan sesering mungkin membiasakan diri.

Meskipun demikian, membiasakan diri berbahasa yang baik tidak lantas membuat kita menjadi hansip bahasa secara mendadak. Sehingga kita mengkritik semua tulisan yang kita rasa kurang tepat di media sosial.

Akan sangat tidak asyik ketika kita hanya fokus ke kesalahan ejaan, sedangkan isi dan gagasan tulisan cenderung kita kesampingkan.

Pungkasnya, kalau kita tidak ingin coretan skripsi hanya berkutat pada kesalahan ejaan, biasakan menulis dengan baik di mana saja. Bahkan kalau pacar Anda dengan sukarela membantu Anda untuk membentuk kebiasaan baru, lakukanlah! Itu akan lebih baik.

Namun selain pacar, selingkuhan juga diajak juga nggak apa-apa. Eh.

BACA JUGA Grup WhatsApp Adalah Tempat Debat Kusir Paling Brutal Kedua Setelah Twitter atau tulisan Muhammad Farih Fanani lainnya.

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.

Pernah menulis di Terminal Mojok tapi belum gabung grup WhatsApp khusus penulis Terminal Mojok? Gabung dulu, yuk. Klik link-nya di sini.

Terakhir diperbarui pada 28 Oktober 2020 oleh

Tags: eydWhatsapp
Muhammad Farih Fanani

Muhammad Farih Fanani

Muhammad Farih Fanani, full time berpikir, part time menulis. Instagram @mfarihf.

ArtikelTerkait

5 Alasan Orang Suka Menumpuk Chat WhatsApp di HP Terminal Mojok

5 Alasan Orang Suka Menumpuk Chat WhatsApp di HP

18 November 2022
penelitian multistage sampling random sampling autotext whatsapp mojok.co

Menghitung Jumlah Waktu yang Dihemat ketika Menggunakan Fitur Autotext

5 April 2020
Grup WhatsApp Keluarga Besar Adalah Kawah Candradimuka Sebelum Berdebat di Sosial  Media

Grup WhatsApp Keluarga Besar Adalah Kawah Candradimuka Sebelum Berdebat di Sosial  Media

24 Januari 2021
ping

Balada Pengguna WhatsApp: Jika Penting dan Genting Itu Telepon, Bukan PING!

22 Juli 2019
aplikasi chat

Memahami Perbedaan Gaya Chatting Tiap Individu

14 Mei 2019
merdesa

Merdesa, Indonesia

6 Agustus 2019
Muat Lebih Banyak

Terpopuler Sepekan

Toyota Corolla Altis, Sedan Tua Terbaik yang Masih Sulit Dikalahkan di Harga Kurang dari Rp100 Juta

Toyota Corolla Altis, Sedan Tua Terbaik yang Masih Sulit Dikalahkan di Harga Kurang dari Rp100 Juta

17 Desember 2025
Kalau Mau Menua dengan Tenang Jangan Nekat ke Malang, Menetaplah di Pasuruan!

Kalau Mau Menua dengan Tenang Jangan Nekat ke Malang, Menetaplah di Pasuruan!

15 Desember 2025
Setup Makaroni Kuliner Khas Solo, tapi Orang Solo Nggak Tahu

Setup Makaroni: Kuliner Khas Solo tapi Banyak Orang Solo Malah Nggak Tahu

19 Desember 2025
Mojokerto, Opsi Kota Slow Living yang Namanya Belum Sekencang Malang, tapi Ternyata Banyak Titik Nyamannya

Mojokerto, Opsi Kota Slow Living yang Namanya Belum Sekencang Malang, tapi Ternyata Banyak Titik Nyamannya

17 Desember 2025
Tangsel Dikepung Sampah, Aromanya Mencekik Warga, Pejabatnya ke Mana?

Tangsel Dikepung Sampah, Aromanya Mencekik Warga, Pejabatnya ke Mana?

14 Desember 2025
Mengenal ITERA, Kampus Teknologi Negeri Satu-satunya di Sumatra yang Sering Disebut Adik ITB

Mengenal ITERA, Kampus Teknologi Negeri Satu-satunya di Sumatra yang Sering Disebut Adik ITB

20 Desember 2025

Youtube Terbaru

https://www.youtube.com/watch?v=SiVxBil0vOI

Liputan dan Esai

  • Kartu Pos Sejak 1890-an Jadi Saksi Sejarah Perjalanan Kota Semarang
  • Ketika Rumah Tak Lagi Ramah dan Orang Tua Hilang “Ditelan Layar HP”, Lahir Generasi Cemas
  • UGM Dorong Kewirausahaan dan Riset Kehalalan Produk, Jadikan Kemandirian sebagai Pilar
  • Liburan Nataru di Solo Safari: Ada “Safari Christmas Joy” yang Bakal Manjakan Pengunjung dengan Beragam Sensasi
  • Upaya Merawat Gedung Sarekat Islam Semarang: Saksi Sejarah & Simbol Marwah yang bakal Jadi Ruang Publik
  • Busur Panah Tak Sekadar Alat bagi Atlet Panahan, Ibarat “Suami” bahkan “Nyawa”

Konten Promosi



Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Tulisan
Ketentuan Artikel Terminal
Kontak

Kerjasama
F.A.Q.
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Anime
    • Film
    • Musik
    • Serial
    • Sinetron
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Gadget
    • Game
    • Kecantikan
  • Kunjungi MOJOK.CO

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.