Di masa awal kuliah, saya sempat menyesal. Pasalnya saya melewatkan kesempatan untuk menetap sementara di berbagai kota romantis seperti Bandung dan Jogja. Kemampuan otak waktu itu cuma bisa mengantarkan saya kuliah pada PTAIN di Semarang. Belum mampu membuat saya tembus pada PTN favorit di Bandung atau Jogja.
Untungnya, perlahan tapi pasti, rasa menyesal itu berubah jadi syukur. Pasalnya, semakin saya dewasa, semakin terlihat bahwa tinggal (bermukim) di kota romantis itu nggak seenak yang dibayangkan. Sebelum orang Bandung atau Jogja tersinggung, izinkan saya menjelaskan alasannya sebagai berikut.
Nggak perlu macet-macetan saat musim liburan
Kota romantis memang selalu identik sebagai destinasi wisata. Baik yang ada di dalam negeri maupun luar negeri. Kalau di luar negeri, sebut saja Paris. Sedangkan di dalam negeri, ada Bandung dan Jogja.
Di kota romantis yang dijadikan destinasi wisata dalam negeri kerap terjadi kemacetan pada musim liburan. Saking seringnya kemacetan saat musim liburan pada sebuah kota romantis di Indonesia, pemerintah daerahnya meminta penduduknya sendiri untuk di rumah saja selama liburan. Mungkin, supaya nggak menimbulkan kerumunan dan kemacetan, tapi wisatawan luar malah bebas datang.
Padahal, nggak semua penduduknya bebas kerja saat liburan. Masih banyak para karyawan dan buruh serabutan yang mesti kerja saat liburan. Kalau sehari nggak kerja, besok mau makan apa? Pemerintah kok cuma bisa ngasih instruksi, bukan solusi, rak mashok.
Kalau tinggal di luar kota romantis saat liburan nggak bakal macet-macetan. Jalan pasti akan lebih lengang. Yaaa setidaknya nggak macet lah.
Nggak perlu merasakan patah hati di kota romantis
Tinggal di kota romantis, harapannya bukan hanya jatuh cinta dengan kotanya saja. Tapi, bisa juga jatuh cinta dengan salah satu penduduknya. Syukur-syukur kalau cintanya bukan cinta monyet. Melainkan cinta yang lebih serius, cinta yang hanya dapat dipisahkan oleh maut.
Akan tetapi, selama saya berteman dengan beberapa orang yang pernah tinggal lama di kota romantis Indonesia, nggak sedikit yang merasakan patah hati di sana. Bahkan ada yang nggak sempat meneguk manisnya madu asmara. Soalnya selalu ditolak oleh para gebetannya.
Menurut seorang teman, patah hati di tengah kota romantis itu sangat pedih. Pasalnya, di berbagai sudut kota romantis, banyak muda-mudi memadu kasih. Musisi jalanan melantunkan lagu indah dan bahagia. Di tengah kondisi kota yang sedang riang gembira, mungkin orang yang sedang patah hati bakal merasa cuma dia satu-satunya yang sengsara di kota tersebut.
Baca halaman selanjutnya