Terminal Mojok
Kirim Tulisan
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
Kirim Tulisan
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
  • Gaya Hidup
  • Kunjungi MOJOK.CO
Home Artikel

Ngomongin Jadi Partai Oposisi Padahal Memahami Istilahnya Aja Salah Kaprah!

Abdul Gaffar Karim oleh Abdul Gaffar Karim
16 Oktober 2019
A A
partai oposisi

partai oposisi

Share on FacebookShare on Twitter

Praktek politik Indonesia seringkali sangat irritating bagi yang belajar ilmu politik dan mencoba konsisten dengan istilah-istilah keilmuan yang baku. Banyak kesalah-kaprahan yang sering terjadi. Istilah-istilah politik digunakan sengan seenak-enaknya oleh para politisi, terutama sejak era reformasi. Mereka tak mau berpikir panjang apakah istilah yang digunakan itu sesuai dengan sistem yang diterapkan atau tidak. Yang penting nampak gagah, mereka pakai lah istilah itu.

Setelah belasan tahun istilah-istilah salah kaprah itu mengudara, sebagian orang pun menerimanya sebagai kebenaran. Sungguh besar dosa para politisi itu terhadap literasi politik rakyat.

Ini misalnya: istilah-istilah dalam sistem parlementer dipakai serampangan di Indonesia yang menerapkan sistem presidensiil. Salah satu yang selalu gagah diucapkan oleh banyak politisi adalah: “partai oposisi.” Istilah itu mereka pakai untuk menyebut partai-partai politik yang memperoleh kursi di DPR tapi bukan pendukung presiden terpilih dan tidak memperoleh bagian kursi di kabinet.

Padahal ini sistem presidensiil. Dalam sistem ini tak ada partai oposisi di dalam lembaga perwakilan. Mari kita dudukkan perkaranya sedikit.

Dalam demokrasi modern, secara umum ada dua jenis pemerintahan, yakni pemerintahan presidensiil dan pemerintahan parlementer. Sistem presidensiil biasanya merujuk pada gaya Amerika Serikat, sedang sistem parlementer merujuk pada gaya Inggris. Perbedaan paling utama antara kedua sistem terletak di karakter mandat yang diberikan oleh rakyat.

Perbedaan karakter mandat itu membawa sejumlah konsekuensi. Ini sama seperti pilihan transmisi di sebuah mobil membawa sejumlah konsekuensi tertentu. Misalnya, transmisi manual memerlukan pedal kopling untuk pemindahan gigi secara manual. Transmisi otomatis tak memerlukan pedal kopling sebab perpindahan gigi dilakukan oleh mesin, bukan pengemudi. Kalau sedang mengemudikan mobil matic, Anda jangan mencari pedal kopling.

Mari kita lihat karakter mandat yang dimaksud di atas. Dalam sistem parlementer, rakyat hanya memberikan satu mandat, yakni mandat legislasi. Ini diberikan pada para anggota lembaga perwakilan. Di dalam Lembaga perwakilan, kekuatan yang menguasai 50% + 1 kursi lalu membentuk kabinet pemerintahan. Di dalamnya ada perdana menteri dan para menteri (semuanya anggota parlemen). Kekuatan yang memperoleh kurang dari 50% kursi mengelompok sebagai pengawas. Posisi para pengawas itu selalu berseberangan dengan posisi perdana menteri dan kabinetnya. Mereka berseberangan secara politik. Mereka juga berseberangan tempat duduknya saat sidang parlemen. Karena posisi ini, para pengawas itu disebut sebagai opposition – mereka yang berada di seberang.

Dalam sistem presidensiil, rakyat memberikan dua mandat pada elit politik. Mandat pertama adalah mandat legislasi. Di Indonesia, rakyat memberikan mandat legislasi pada pada para anggota dewan di semua level. Dalam porsi yang lebih terbatas, rakyat juga memberikan mandat pada anggota DPD. Mandat kedua adalah untuk eksekutif. Mandat ini diberikan pada presiden, gubernur, bupati dan walikota.

Baca Juga:

Alasan Kantor Pemerintahan Adalah Tempat Magang Terbaik bagi Mahasiswa yang Ingin Coba Dunia Kerja

PDIP Keok di Kandang Banteng, kok Bambang Pacul yang Disalahkan?

Dalam pemerintahan presidensiil yang kita terapkan, sebagian besar pimpinan eksekutif dipilih oleh rakyat dengan sistem mayoritarian. Dalam sistem ini, pemenang mendapat kursi, yang kalah tak dapat kursi. Mereka dicalonkan sebagai pasangan, oleh parpol atau gabungan parpol. Dalam pemilihan pimpinan eksekutif ini ada pasangan kandidat yang menang, ada pasangan kandidat yang kalah. Jokowi-MA menang dalam pilpres kemarin. Prabowo-Sandi kalah. Sesederhana itu.

Sementara itu, para anggota dewan perwakilan rakyat di semua level dicalonkan oleh partai politik, lalu dipilih oleh rakyat dengan sistem proporsional. Setiap partai politik (yang mendapat suara melampaui ambang batas) memperoleh kursi sesuai dengan proporsi perolehan suaranya.

Dalam pemilu legislatif seperti ini tak ada istilah parpol kalah atau parpol menang. Semua parpol yang memperoleh kursi di parlemen mengemban mandat legislasi dari rakyat. Tugas mereka adalah menyeimbangi kekuasaan eksekutif. Ini dikenal sebagai mekanisme checks and balances.

Jadi dalam sistem presidensiil seperti ini, tak ada yang namanya partai penguasa dan partai oposisi seperti di sistem parlementer.

Tapi itulah masalahnya. Sejak dulu, parpol seperti PDI P dan sekarang PKS cenderung menyuburkan salah kaprah. PDI P lah yang dulu dengan gagah-gagahan menyebut diri sebagai “oposisi.” Sebagian politisinya malah membentuk “kabinet bayangan.” Itu semua adalah istilah dalam sistem parlementer, bukan presidensiil.

Kini PKS mengulang kegagahan-salah-kaprah itu dengan menyebut diri sebagai “partai yang kalah sehingga memilih berada di luar pemerintahan.”

Semua istilah itu tidak benar. PKS memang menyokong Prabowo, dan Prabowo kalah dalam pilpres. Tapi PKS tidak “kalah” dalam pilleg. Partai itu memperoleh kursi di DPR. Para anggotanya adalah bagian dari lembaga legislatif. Jadi, mereka adalah bagian dari pemerintahan.

Di legislatif, PKS boleh kok bersepakat dengan PDI P untuk menyeimbangi penyelenggaraan pemerintahan oleh Jokowi-MA selama lima tahun ke depan. Tak ada kewajiban ethics untuk selalu berseberangan dengan fraksi-fraksi penyokong Jokowi-MA dalam pilpres kemarin.

Jadi, partai-partai politik, bisakah Anda berhenti main-main salah-kaprah, dan mulai menggunakan istilah yang layak digunakan dalam sistem presidensiil? Saya kuatir mahasiswa saya ketularan sampeyan semua…

BACA JUGA Muslim United: Jargon atau Arah Baru? atau tulisan Abdul Gaffar Karim lainnya. Follow Facebook Abdul Gaffar Karim.

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.

Terakhir diperbarui pada 18 Oktober 2019 oleh

Tags: partai oposisipartai politikPDIPpemerintahanPKS
Abdul Gaffar Karim

Abdul Gaffar Karim

ArtikelTerkait

3 Hal dari Wawancara Aldi Taher yang Bikin Saya Yakin Dia Layak Menjadi Caleg

Wawancara Aldi Taher Bikin Saya Yakin Dia Layak Menjadi Caleg

27 Mei 2023
PDIP Keok di Kandang Banteng, kok Bambang Pacul yang Disalahkan?

PDIP Keok di Kandang Banteng, kok Bambang Pacul yang Disalahkan?

3 Desember 2024
jadi presiden selama sehari lambang negara jokowi nasionalisme karya anak bangsa jabatan presiden tiga periode sepak bola indonesia piala menpora 2021 iwan bule indonesia jokowi megawati ahok jadi presiden mojok

Megawati adalah Tokoh yang Paling Banyak Memberi Sumbangsih untuk Indonesia

1 November 2020
Kalau Bukan Ekskul Wajib, Saya Nggak Akan Kenal Pramuka MOJOK.CO

Pramuka, PKS, PMR: Mana Ekskul Wajib yang Paling Worth buat Diseriusin?

21 Januari 2021
Daripada Blusukan Daring, Gibran Rakabuming Mending Lakukan Hal yang Lebih Wangun kaesang pilkada jokowi terminal mojok.co

Prediksi Duel Maut: Gibran-Teguh vs Kotak Kosong di Solo, Siapa yang Bakal Menang?

21 Juli 2020
Pendidikan Politik Itu Hanya Omong Kosong

Pendidikan Politik Itu Hanya Omong Kosong!

5 April 2023
Muat Lebih Banyak

Terpopuler Sepekan

Nasib Sarjana Musik di Situbondo: Jadi Tukang Sayur, Bukan Beethoven

Nasib Sarjana Musik di Situbondo: Jadi Tukang Sayur, Bukan Beethoven

17 Desember 2025
Keluh Kesah Mobil Warna Hitam. Si Cakep yang Ternyata Ribet

Keluh Kesah Mobil Warna Hitam. Si Cakep yang Ternyata Ribet

19 Desember 2025
Toyota Vios, Mobil Andal yang Terjebak Label "Mobil Taksi"

Panduan Membeli Toyota Vios Bekas: Ini Ciri-Ciri Vios Bekas Taxi yang Wajib Diketahui!

18 Desember 2025
Setup Makaroni Kuliner Khas Solo, tapi Orang Solo Nggak Tahu

Setup Makaroni: Kuliner Khas Solo tapi Banyak Orang Solo Malah Nggak Tahu

19 Desember 2025
Harga Nuthuk di Jogja Saat Liburan Bukan Hanya Milik Wisatawan, Warga Lokal pun Kena Getahnya

Harga Nuthuk di Jogja Saat Liburan Bukan Hanya Milik Wisatawan, Warga Lokal pun Kena Getahnya

21 Desember 2025
Bali, Surga Liburan yang Nggak Ideal bagi Sebagian Orang

Pengalaman Motoran Banyuwangi-Bali: Melatih Kesabaran dan Mental Melintasi Jalur yang Tiada Ujung  

19 Desember 2025

Youtube Terbaru

https://www.youtube.com/watch?v=SiVxBil0vOI

Liputan dan Esai

  • Melacak Gerak Sayap Predator Terlangka di Jawa Lewat Genggaman Ponsel
  • Regenerasi Atlet Panahan Terancam Mandek di Ajang Internasional, Legenda “3 Srikandi” Yakin Masih Ada Harapan
  • Jogja Mulai Macet, Mari Kita Mulai Menyalahkan 7 Juta Wisatawan yang Datang Berlibur padahal Dosa Ada di Tangan Pemerintah
  • 10 Perempuan Inspiratif Semarang yang Beri Kontribusi dan Dampak Nyata, Generasi ke-4 Sido Muncul hingga Penari Tradisional Tertua
  • Kolaboraya Bukan Sekadar Kenduri: Ia Pandora, Lentera, dan Pesan Krusial Warga Sipil Tanpa Ndakik-ndakik
  • Upaya “Mengadopsi” Sarang-Sarang Sang Garuda di Hutan Pulau Jawa

Konten Promosi



Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Tulisan
Ketentuan Artikel Terminal
Kontak

Kerjasama
F.A.Q.
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Anime
    • Film
    • Musik
    • Serial
    • Sinetron
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Gadget
    • Game
    • Kecantikan
  • Kunjungi MOJOK.CO

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.