Stasiun Wonosobo diperlukan agar warga bisa nyaman dan pariwisata daerah ini semakin melesat.
Pada Hari Raya tahun ini, jagat maya diramaikan dengan tren terbaru berupa salat ied dengan pemandangan paling cantik se-Nusantara. Berlatar Gunung Sumbing dan Sindoro, salat ied tersebut dilaksanakan di Lapangan Garung yang berlokasi di Kabupaten Wonosobo, Provinsi Jawa Tengah.
Dari video-video yang beredar di media sosial, tampak lapangan yang penuh dengan para umat yang mau mendirikan salat ied. Nggak jauh dari situ, kendaraan-kendaraan pribadi berjejer banyak sekali. Plat-nya pun bukan cuma AA yang notabene diperuntukkan bagi kendaraan asal Wonosobo.
Nah, kalau diperhatikan, berarti para pengunjung dari luar daerah yang jauh-jauh mau salat ied di Wonosobo menggunakan kendaraan masing-masing untuk bisa sampai di Lapangan Garung. Kebanyakan dari mereka, atau bahkan nggak ada dari mereka yang pakai kendaraan umum, seperti kereta api misalnya.
Kereta sudah terhapus dari keseharian orang Wonosobo
Bagi warga Wonosobo, kereta api bukan lagi kendaraan umum yang bisa mereka akses dengan mudah. Gimana mau pakai, wong rel dan stasiun kereta Wonosobo saja sudah lama terbengkalai.
Bagi yang belum tahu, kabupaten ini sebenarnya memiliki jejak perkeretaapian yang terbukti dengan adanya rel usang. Pada zaman Belanda dulu, Wonosobo masuk ke dalam jalur kereta api Serajoedal Stoomtram Maatschappij (SDS atau SDSM) yang dibangun untuk membantu pendistribusian gula. Selain mengangkut gula, kereta api tersebut juga sempat melebarkan sayap ke sektor teh, tembakau, dan kayu manis.
Wonosobo masuk ke dalam jalur yang dibangun di fase ketiga, sekitar tahun 1917. Jalur tersebut beroperasi sampai 1978 sebelum akhirnya nggak aktif lagi karena mulai berkurang nilai ekonomisnya. Sekarang tinggal relnya yang masih bisa kita lihat mencuat di antara trotoar di sudut-sudut kota.
Stasiun Wonosobo strategis, tapi sudah nggak terpakai
Selain peninggalan berupa rel, Wonosobo juga masih memiliki stasiun yang sebetulnya masih berdiri hingga kini. Lokasinya pun strategis banget karena dekat dengan Alun-alun Wonosobo dan Masjid Agung Jami’.
Dulunya Stasiun Wonosobo menjadi titik akhir perjalanan kereta SDS dengan jalur Purwokerto-Wonosobo. Stasiun ini juga punya empat jalur kereta api. Sayangnya, sekarang stasiun ini nggak lagi aktif
Sekarang? Boro-boro naik kereta api dari Stasiun Wonosobo. Warga yang mau naik kereta harus ke stasiun-stasiun terdekat yang adanya di Purwokerto, Kebumen, Semarang, atau Yogyakarta dengan waktu tempuh yang lumayan bikin punggung pegal.
Saatnya Wonosobo punya stasiun (lagi)
Sebagai salah satu daerah di Jawa Tengah yang (ibaratnya) nggak punya stasiun, tentunya warga Wonosobo harus effort dulu kalau mau naik kereta api. Tetapi mari kita coba bayangkan, barangkali di masa depan Wonosobo bisa punya stasiun lagi.
#1 Aksesibilitas wisata jauh lebih mudah
Sektor yang akan paling kena dampak dari keberadaan Stasiun Wonosobo tentunya wisata. Wonosobo sejak dulu memang sudah terkenal akan wisatanya, khususnya di kalangan para pencinta alam, pendaki gunung, dan nature traveler. Wisata Dieng, jalur pendakian ke Gunung Sumbing, Sindoro, dan Prau, Telaga Warna, hingga Perkebunan Teh Tambi bisa diakses lebih mudah.
Bayangkan saja semisal Wonosobo punya stasiun baru, paling nggak kemudahan jangkauannya akan sama seperti kalau kita mau naik Gunung Ijen di Banyuwangi. Kita bisa naik kereta ekonomi yang ramah di kantong, baru lanjut naik kendaraan yang ditawarkan oleh warga sekitar. Pastinya total pengeluaran kita bisa lebih ditekan dan perjalanan jadi lebih menyenangkan.
#2 Wisata meningkat, sektor lain ikut terbuka
Dengan mudahnya akses wisata, sesuai dengan teori dan kenyataan di lapangan, pasti akan ada banyak sekali bidang yang ikut kena imbas baiknya. Dengan meningkatnya pelancong, paling nggak akan diikuti dengan terbukanya bidang kuliner dan perhotelan.
Nantinya warga sekitar bisa menyewakan rumahnya buat jadi homestay. Oleh-oleh dan makanan khas Wonosobo, seperti carica dan mie ongklok makin terkenal karena kios-kios di stasiun menjajakannya, persis kayak kios bakpia di Stasiun Yogyakarta.
Kalau sudah terjadi seperti itu otomatis lapangan kerja juga akan terbuka. Entah itu pekerjaan sektor formal maupun informal, pasti akan beriringan hadirnya. Soalnya mau gimana pun kita nggak bisa berpangku tangan nungguin 19 juta lapangan kerja yang mbuh kapan akan terwujud itu.
#3 Distribusi sayuran dan buah lebih mudah kalau ada Stasiun Wonosobo
Salah satu sektor utama yang berkembang di Wonosobo adalah pertanian dan perkebunan. Berkat posisinya yang berada di Plato Dieng dengan dataran tingginya, daerah ini punya lahan subur yang mampu menghasilkan sayuran dan buah-buahan dengan kuantitas yang melimpah.
Saat ini, distribusi hasil bumi Wonosobo dilakukan pakai jalur darat via jalan raya yang biayanya cenderung lebih murah. Tapi, distribusi ini masih terbatas di daerah-daerah sekitarnya saja karena bagaimanapun juga sayuran dan buah-buahan akan lebih cepat busuk.
Dengan adanya stasiun, distribusi hasil panen, bahkan tembakau dan teh, bisa lebih efektif dan cepat. Bahkan bisa juga, kembali ke pembahasan sebelumnya, komoditas ini dimanfaatkan menjadi wisata pula. Misalnya, tiap Juli-Agustus buruh teh dan tembakau di Wonosobo mulai panen. Nah, bisa juga tuh membuka peluang biar wisatawan juga datang untuk merasakan sensasi panen teh sendiri.
Kalau Wonosobo punya stasiun baru lagi, akan ada banyak dampak yang dirasakan oleh masyarakat sekitar maupun pengunjung yang mau datang ke sana. Dulu sih ada rencana aktivasi jalur kereta api Purwokerto-Wonosobo pada tahun 2018-2019, tapi berakhir mangkrak karena nggak ada progres.
Baru-baru ini pun rencana yang sama dicanangkan kembali dengan harapan jalur tersebut bisa memudahkan logistik dan akses transportasi buat warga. Kita doakan saja agar reaktivasi ini nggak cuma wacana doang atau berhenti di tengah jalan sebagaimana transportasi penghubung (feeder) dari Stasiun Purwokerto ke Wonosobo beberapa tahun lalu.
Penulis: Noor Annisa Falachul Firdausi
Editor: Intan Ekapratiwi
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.




















