Barusan saja saya menemukan sebuah video di Facebook yang viral banget. Video tersebut menunjukkan sekelompok orang yang merazia rumah makan padang. Hal ini terjadi karena rumah makan tersebut dianggap tidak otentik dan pemiliknya bukan asli Minang. Selain itu, kelompok orang tersebut menganggap harga yang ada terlalu murah.
Maaf saja, menurut saya, tindakan ini sangat tidak keren. Banyak sekali yang kontra dengan tindakan merazia rumah makan padang hanya karena tidak otentik. Ada beberapa hal yang mengganjal di kepala saya.
Daftar Isi
#1 Rumah makan padang jadi terlalu elite dan kurang dikenal
Razia rumah makan padang yang tidak otentik begini malah merugikan. Yang rugi justru kuliner asli Minang itu sendiri.
Indonesia itu memang kaya banget sama kuliner berdasarkan etnis tertentu. Masing-masing punya kekhasan. Namun, menurut saya, semua orang berhak untuk mengembangkan dan memodifikasi kuliner-kuliner tersebut. Hal ini bagus karena semua orang jadi makin mengenal.
Apalagi setiap rumah makan padang yang tidak otentik ini selalu mencantumkan identitas tambahan. Misalnya, “Rumah Makan Padang Jawa”. Sehingga, orang jadi tahu kalau ada yang lebih otentik karena di sana ada pembeda yang sangat jelas. Kalau terlalu elite, malah hanya akan dikenal di daerah sendiri.
#2 Tidak sesuai dengan semangat Bhinneka Tunggal Ika
Bayangkan saja kuliner tiap daerah hanya boleh dimiliki oleh orang dari wilayah sendiri. Misalnya, warung tegal hanya boleh dimiliki orang Tegal. Soto lamongan, yang punya harus orang Lamongan. Pempek, harus orang Palembang. Dan lain sebagainya.
Bahayanya, tidak ada satu kesatuan dalam Indonesia. Bhinneka Tunggal Ika berarti berbeda-beda tapi tetap satu jua. Perkara rumah makan padang memang bisa sensitif. Namun, asal rasanya enak dan diterima, saya rasa tidak menyalahi sesuatu.
#3 Modifikasi kuliner itu hal yang lumrah terjadi
Kita sama-sama tahu kalau modifikasi kuliner, bahkan yang dari mancanegara, adalah hal yang lumrah. Misalnya, ada sushi dari Jepang, pizza dan spaghetti dari Italia, tomyam dari Thailand, apalagi chinese food yang sudah akrab dengan lidah orang Indonesia.
Semua kuliner di atas sudah banyak yang tidak otentik. Takoyaki khas Jepang yang dijual di pinggiran jalan itu jelas jauh beda dengan takoyaki asli Jepang. Chinese food itu, kalau harus sesuai resep asli, bisa diamuk sama Cindo. Belum lagi perkara sushi seblak kemarin, orang Jepang bisa jantungan tahu modifikasi kayak gitu.
Kayak rumah makan padang yang tidak otentik, bukan. Semuanya membawa semangat kebaruan.
#4 Warung makan padang yang tidak otentik itu saya rasa tidak mau cari masalah
Rumah makan padang itu sudah lama ada di Pulau Jawa. Bahkan muncul istilah “padang Jawa” juga dan itu semua sah-sah saja. Kalau baru ramai sekarang malah terlihat aneh saja dan cuma cari perkara.
Soal harga yang katanya terlalu murah, ada menu paketan, dan segala macamnya, itu hanya strategi dagang saja. Sama saja dengan fenomena dimsum gerobakan. Restoran Italia asli juga nggak ambil pusing dengan pizza plastikan yang dijual di pusat jajanan pasar.
Saya rasa, bersaing saja dengan sehat. Baik rumah makan padang yang tidak otentik dan yang asli, punya pasarnya sendiri-sendiri. Ingat, yang terlalu elite justru tidak disukai warga.
Penulis: Arsyanisa Zelina
Editor: Yamadipati Seno
BACA JUGA 3 Alasan Nasi Padang Jadi Makin Murah Dibanding Nasi Warteg
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.