Busana pernikahan adat Jawa memang terlihat indah, apalagi gaya basahan. Dengan pakaian yang cukup terbuka penuh aksesori, diperlihatkan keindahan tubuh pasangan yang sedang berbahagia. Namun, siapa sangka, salah satu aksesori busana ini punya makna yang spooky. Bahkan sumber simbolisme ini berasal dari pemberontak paling digdaya dalam sejarah Jawa!
Aksesori yang saya maksud adalah lilitan ronce melati pada keris mempelai pria. Bagi orang awam, kumpulan bunga melati yang dibentuk seperti rantai ini terkesan biasa. Untaian bunga ini sering dianggap hiasan belaka agar keris terlihat lebih menggemaskan. Siapa sangka, lilitan ronce melati ini adalah simbol dari usus terurai milik Arya Penangsang, sang pemberontak musuh raja pertama Kerajaan Mataram. Dan ronce melati ini menjadi penghargaan atas kedigdayaan Arya Penangsang.
Kisah pemberontakan Arya Penangsang termuat dalam Babad Tanah Jawi, kumpulan naskah berisi sejarah para raja yang pernah bertakhta di Pulau Jawa. Dalam salah satu bagian dalam karya ini, terdapat kisah Danang Sutawijaya melawan Arya Penangsang. Ngomong-ngomong, kelak Danang Sutawijaya mendirikan Kerajaan Mataram.
Arya Penangsang adalah seorang adipati dari Jipang. Kiprah pemberontakannya dimulai dari pembunuhan Sunan Prawoto, raja Demak yang juga paman Arya Penangsang. Pembunuhan ini bermotif dendam karena Sunan Prawoto membunuh Pangeran Surowijoyo, ayah Arya Penangsang. Sunan Prawoto membunuh Pangeran Surowijoyo agar ayahnya, Sunan Trenggana, dapat menjadi raja Demak ke-3. Dari pembukaan kisah ini saja, saya pikir serial Game of Thrones jadi seperti dongeng anak-anak.
Setelah membunuh Sunan Prawoto, Arya Penangsang didaulat sebagai raja baru Demak. Kemudian, ia memindahkan pusat pemerintahan ke wilayah Jipang sehingga dikenal sebagai Demak Jipang. Ternyata, banyak pihak yang kurang sreg dengan perilaku Arya Penangsang. Salah satunya Ratu Kalinyamat, bupati Jepara sekaligus putri Sunan Trenggana.
Ratu Kalinyamat menemui adipati Pajang bernama Jaka Tingkir. Kebetulan, Jaka Tingkir sedang singgah di Gunung Danaraja tempat Ratu Kalinyamat bertapa telanjang. Ia mendesak Jaka Tingkir untuk membunuh Arya Penangsang dengan iming-iming hadiah Demak dan Jepara. Namun, Jaka Tingkir sungkan. Dia merasa tak pantas melawan keturunan langsung Demak.
Maka Jaka Tingkir mengadakan sayembara untuk membunuh Arya Penangsang dengan hadiah tanah Pati dan hutan Mentaok. Hadiah ini adalah secuil wilayah yang menjadi hadiah dari Ratu Kalinyamat. Jaka Tingkir memang cerdas! Dia tidak harus turun tangan membunuh Arya Penangsang, namun tetap mendapat hadiah yang lebih besar. Machiavelli pasti melongo melihat kecerdikan ini.
Sayembara ini sampai ke telinga Ki Ageng Pemanahan serta Ki Panjawi, kakak angkat Jaka Tingkir. Pemanahan mengajak putranya, Danang Sutawijaya, untuk mengikuti sayembara ini. Jaka Tingkir merestui keberangkatan mereka bertiga dengan menyerahkan Tombak Kyai Plered, senjata sakti dengan jaminan MMR 6K. Maka dimulailah perang antara Arya Penangsang melawan Danang Sutawijaya.
Untuk memicu amarah Arya Penangsang, surat tantangan dikirim oleh pelayannya yang sudah dipotong telinganya. Arya Penangsang segera berangkat ke medan perang menunggangi Gagak Rimang, kuda jantan kesayangannya. Namun, Danang Sutawijaya memiliki ide cemerlang. Atas saran penasihat bernama Juru Mertani, ia menunggangi kuda betina yang sedang berahi.
Pertarungan berdarah tak dapat dihindari. Gagak Rimang mengejar kuda Danang Sutawijaya yang sedang berahi. Karena nafsu yang membara, Gagak Rimang menjatuhkan Arya Penangsang dari punggungnya. Lantas pertarungan berlanjut tanpa kuda. Bermodalkan Kyai Plered, Danang Sutawijaya sukses merobek perut Arya Penangsang. Tapi Arya Penangsang tetap hidup. Ia menyampirkan ususnya yang terburai pada keris Setan Kober di punggung.
Melihat kondisi musuh, Danang Sutawijaya yang kelelahan menantang Arya Penangsang untuk adu keris. Arya Penangsang menyanggupi tantangan dan segera mencabut Setan Kober. Namun, keputusan ini menyebabkan Arya Penangsang terbunuh. Saat mencabut keris, usus yang disampirkan tadi robek. Arya Penangsang gugur dan berakhir sudah perang berdarah ini.
Juru Mertani menjadi saksi peristiwa ini. Ia terpukau dengan kehebatan Arya Penangsang. Terbunuhnya Arya Penangsang bukan karena kedigdayaan Danang Sutawijaya. Tapi terbunuh oleh keris sakti miliknya sendiri. Jika bukan karena Setan Kober, besar kemungkinan Danang Sutawijaya terbunuh. Memang, Kyai Plered adalah senjata sakti. Namun tidak ada manusia yang kebal terhadap ketajaman Setan Kober, termasuk Arya Penangsang.
Melihat kedigdayaan Arya Penangsang, Juru Mertani ingin putranya sehebat si pemberontak. Harapannya diwujudkan saat pernikahan sang putra. Saat pernikahan, Juru Mertani melilitkan ronce bunga melati pada keris putranya. Persis seperti lilitan usus Arya Penangsang saat melawan Danang Sutawijaya.
Keris merupakan simbol kejantanan. Melambangkan seorang pria yang siap berperang menjaga harkat dan martabatnya. Simbol kejantanan ini diperkuat oleh untaian melati. Untaian melati mengingatkan mempelai pria pada Arya Penangsang yang memperjuangkan kehormatannya. Arya Penangsang tidak mundur saat terluka parah, namun tetap berperang dengan gagah berani. Simbolisme ini diakhiri dengan pengingat. Seorang pria tetap harus berkepala dingin dalam berjuang. Jika salah langkah, ia akan “terbunuh” oleh kejantanan dan kehormatannya seperti Arya Penangsang.
Sumber gambar: Wikimedia Commons
BACA JUGA Mempelajari Sejarah Jawa Bersama Kisah Tanah Jawa dan tulisan Dimas Prabu Yudianto lainnya.
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
Pernah menulis di Terminal Mojok tapi belum gabung grup WhatsApp khusus penulis Terminal Mojok? Gabung dulu, yuk. Klik link-nya di sini.