Risiko Punya Alis Tebal Original di Tengah Maraknya Alis Buatan

alis tebal

Saya nggak terlalu heran kalau ada perempuan yang suka mencukur habis alisnya lalu digambari alis lagi itu sering dikata-katain sama orang, dianggap kurang kerjaan, dan buang-buang waktu untuk hal yang nggak perlu. Lha wong saya yang punya alis tebal asli aja sering dicurigai dan dikatain yang aneh-aneh juga kok, Mylov. Terutama oleh oknum-oknum yang suka mencukur lalu melukis alisnya lagi itu.

Di sekitar tempat tinggal saya yang notabene berada di pedalaman desa, punya hobi mencukur habis alis biar bisa lihat tuyul digambari alis lagi itu bukan hal yang baru. Bahkan jumlah mereka terhitung lebih banyak ketimbang pemilik alis bawaan sejak lahir. Dan tujuan mereka kerja dua kali begitu, ya saya mana ngerti. Yang saya tahu, mereka melakukan itu sebagai salah satu upaya untuk mendapatkan penampilan nan cetar membahana badai.

Makanya, orang yang baru pertama lihat alis saya, biasanya mempertanyakan keaslian sekumpulan rambut di area atas mata saya ini. Mereka juga mengira kalau alis saya ini merupakan hasil lukis pakai pensil 2B alis, sebagaimana yang mereka lakukan ke alisnya masing-masing. Hadeeeeh.

Kendati demikian, saya mencoba menanamkan kesadaran dalam diri kalau kecurigaan mereka itu bukan tanpa dasar, Mylov. Setidaknya, saya punya alasan yang cukup masuk akal untuk memaklumi anggapan-anggapan kurang sedap tersebut.

Pertama, zaman sekarang ini apa aja bisa ditiru, bahkan imitasinya bisa lebih kelihatan natural ketimbang yang udah dari sononya. Apalagi produk-produk dan metode untuk bikin alis ada banyak. Bahkan, dari yang saya baca di Tirto, dinyatakan bahwa pada tahun 2015 terjadi peningkatan penjualan produk alis di Asia, dengan rincian sebesar 35,8 persen di Singapura dan 28,9 persen di Korea Selatan.

Kedua, bentukan alis tebal lurus yang saya punya ini ternyata memang sedang jadi tren; menggeser tren alis tipis, melengkung, dan dicukur rapi. Makanya para perempuan berlomba-lomba bikin alis tebal dan lurus. Biar bisa mirip saya Emma Watson atau Lily Collins, gitu loh. Alisnya doang, tapi. Wqwq.

Ketiga, saya nggak bisa membantah kalau alis saya ini lukisan Tuhan YME, yang mau nggak mau bikin saya merasa beruntung karena nggak harus repot-repot bikin alis tiap kali mau bepergian. Alhamdulillaaah. Nikmat Tuhan mana lagi yang perlu saya dustakan, coba?

Dengan alasan-alasan yang cukup masuk akal itu, saya jadi maklum atas kecurigaan mereka. Tapi tetap, sebagai pemilik alis tanpa rekayasa, saya harus memperjuangkan alis saya biar nggak disangka yang macam-macam, biar jatuhnya nggak mematikan pasar. Makanya kalau ada yang tanya soal keaslian alis, saya pelan-pelan ngasih penjelasan. Kalau perlu, mereka saya suruh megang alis saya biar tahu kalau ini asli. Kalau ada yang masih nggak percaya dan nuduh yang enggak-enggak, ya itu urusan mereka.

Setelah orang-orang percaya kalau alis saya ini emang bawaan sejak bayi, datang lagi golongan baru yang mau-maunya ngurusin alis saya. Kali ini bukan sekelompok orang yang mempertanyakan keaslian alis saya. Ini lebih ekstrem lagi, kalau saya bilang. Lha gimana nggak? Mentang-mentang alis saya tebal, saya sering dikira bisa lihat jin dan makhluk gaib semacamnya. Hadeeeh. Saya kan jadi ada di kondisi antara tercengang, terharu, dan nggak habis pikir, ya. Kok bisa-bisanya mereka mikir yang bener banget gitu, kalau saya bisa lihat Jin dan Jun?

Oh, itu baru golongan yang ngurusin alis tebal saya, Mylov. Saya belum menceritakan kelompok orang yang ngurusin alis nyambung saya, kan? Baiklah, sini saya bisiki. Jadi, begini….

… nggak jarang, saya dibilangin kalau jodoh saya dekat, karena alis saya nyambung. Mereka bilang, “Ah, paling jodoh kamu orang kampung sini atau orang desa sebelah.” Tapi karena saking seringnya orang ngomong begitu, saya anggap itu hanya candaan.

Pernah juga ada orang yang nyuruh-nyuruh saya mencabuti rumput tetangga bulu-bulu halus di antara kedua alis saya, biar nggak nyambung lagi. Karena kemungkinan nanti alis saya bisa sampai hidung. Lama-lama malah jadi kumis, atau yang lebih parah, muka saya bisa jadi penuh alis. Sumpah, absurd dan kurang kerjaan banget itu orang. Nggak tahu, ya, kalau orang-orang yang alisnya nyambung itu rezekinya nggak putus-putus? Haha.

Jadi gitu, Mylov, rasanya punya alis tebal-lurus dan nyambung kayak saya ini. Alih-alih dibilang mirip Isyana Sarasvati (alisnya doang, sih), malah sering dicurigai macam-macam dan ditakut-takuti.

Kalau aja ada penutup alis sebagaimana kerudung yang digunakan sebagai penutup kepala dan rambut, pasti saya berminat untuk jadi pemakainya. Biar saya nggak terlalu sering dikatai yang aneh-aneh, mentang-mentang alis saya tebal dan dempet pula. Mana lagi mereka bilangnya berulang-ulang, sejak saya masih bocah sampai sekarang. Lama-lama kan jadi bosen juga, Mylov~~

BACA JUGA Kuasa Kapitalis Melalui Industri Kosmetik atau tulisan Lestahayu lainnya.

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.

Pernah menulis di Terminal Mojok tapi belum gabung grup WhatsApp khusus penulis Terminal Mojok? Gabung dulu, yuk. Klik link-nya di sini.

Exit mobile version