Saya akan buka artikel ini dengan sebuah pernyataan. Andai Anda punya uang sebesar 30 juta sekian, dan ingin beli motor nyaman, irit, dan gagah, belilah Honda PCX, dan hanya Honda PCX.
Pernyataan saya bukannya tanpa dasar. Saya pengguna Honda PCX selama dua tahun. Dan tak ada keluhan berarti selama kurun waktu tersebut. Di sini, saya akan memberikan review Honda PCX setelah dua tahun pemakaian, serta kenapa harus membeli motor ini.
Tenang, saya tak akan membandingkan motor ini dengan rivalnya, NMax. Lagian motor kok bentuknya aneh gitu. Ada yang suka aja udah aneh.
Oke, nggak usah ngejek produk pabrikan sebelah. Fokus.
Saya sudah menggunakan Honda PCX selama dua tahun, tepat bulan ini. Dulu, saya sempat me-review motor ini ketika baru pakai dua bulan di sini. Sekarang, setelah dua tahun, kira-kira, pengalaman saya masih sama.
Motor ini tetap memberikan kenyamanan yang sama. Dan yang mencengangkan, makin lama, ini motor makin irit. Tahun kemarin, indikator bahan bakar memberi estimasi satu liter bisa dipakai untuk 44 liter. Sekarang, satu liter bisa dipakai untuk 50.4 liter.
Yaaa saya ngerti kalau itu nggak bisa dijadikan patokan utama. Tapi, nyatanya, motor ini memang jadi lebih irit. Mungkin karena saya beralih ke Pertamax. Demi harga diri dan kesehatan mesin, saya mau merogoh kocek lebih dalam.
Halaaah beda 1400 rupiah doang sama Pertalite ngomongne harga diri. Mbel.
Tadi saya sempet singgung perkara kenyamanan. Selama dua tahun, motor ini tidak berubah jadi kasar, kemlotak, atau nggak nyaman digunakan. Meski bodi motor pernah dilepas, bodinya nggak geter. Suara mesin juga masih lumayan halus. Agak kasar kalau udah mendekati waktu servis sih. Abis servis, enak lagi. Dia tetap masih motor yang sama ketika saya beli: nyaman, gagah, nyicile bikin susah. Pemakaian ngasal dari saya pun tak bikin motor ini jadi motor yang nggak nyaman.
Honda PCX tidak kehilangan tenaga, atau jadi melambat meski dipakai dalam waktu lama. Putaran bawah memang nggembos, tapi saya pikir masalah itu nggak terlalu mengganggu. Kalian kan nggak selalu mengendarai motor dengan kecepatan yang (amat) rendah kan.
Bisa dibilang, motor ini begitu konsisten. Apa yang kalian dapat waktu beli, dua tahun kemudian masih kalian rasakan sama persis.
Untuk peredam kejut, saya tak merasakan ada perubahan. Meski kerap menghajar lubang, tapi tak berarti peredam kejutnya jadi bermasalah. Velg pun sampai sekarang masih aman. Nah, untuk ban, sepertinya memang hanya ban saja yang bakal ganti setelah dua tahun. Saya udah ganti ban. Tapi, ya karena saya setahun ini PP Jogja-Wonogiri sih. Wajar kalau ban cepat habis.
Untuk rem, masih pakem meski sudah selama ini digunakan. Kayaknya spare part motor ini rata-rata berumur panjang. Jadi kalau cari motor yang dipakai dalam waktu lama tetap nyaman, nggak ada salahnya sih beli ini motor.
Masalahnya, saking konsistennya ini motor, masalah di awal beli juga masih kebawa sampe sekarang.
Sudah berkali-kali servis, motor ini masih nggredeg tiap kali mulai jalan. Pokoknya, ketika kita mulai jalan, stang depan serasa bergetar. Baru ilang pas kecepatan mulai meninggi. Gredeg itu juga terasa waktu kecepatan menurun. Katanya, ini penyakit PCX. Katanya juga, bakal ilang setelah servis. Nyatanya sih, nggak. Hanya saja, masalah ini nggak mengganggu atau bikin bahaya. Jadi yaaa, bisalah diterima.
Selama dua tahun, problem saya cuma itu sih. Selebihnya, motor ini tetap menyenangkan. Masih amat nyaman, masih menyenangkan untuk digunakan.
Jadi, andai kalian cari motor bekas yang tetep enak seperti baru, Honda PCX pemakaian tahun kedua tetap worth untuk dibeli. Kalian nggak akan rugi, setidaknya motornya jaminan aman dan nyaman. Selama nggak ada riwayat tabrakan, harusnya sih masih aman. Tapi, harga second-nya masih di sekitar 22-26 juta. Nambah dikit, dapet baru. Mending baru sih kalau aku.
Itulah sedikit review pemakaian Honda PCX selama dua tahun dari pengguna. Kalau kalian merasakan hal yang lain, bisa tulis di bawah!
Sumber gambar: Akun Instagram @welovehonda_id