Terminal Mojok
Kirim Tulisan
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
Kirim Tulisan
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
  • Gaya Hidup
  • Kunjungi MOJOK.CO
Home Gaya Hidup

Realitas Pahit di Balik Hajatan: Meriah di Depan, Menumpuk Utang dan Derita di Belakang

Maratus Soleha oleh Maratus Soleha
6 November 2025
A A
Sisi Gelap Budaya Rewang di Hajatan Desa yang Nggak Banyak Orang Tahu Mojok.co

Sisi Gelap Budaya Rewang di Hajatan Desa yang Nggak Banyak Orang Tahu (desatepus.gunungkidulkab.go.id)

Share on FacebookShare on Twitter

Beberapa hari lalu, saya mendapat amanah untuk mencatat uang amplop dari para tamu yang hadir dalam hajatan sunatan cucu tetangga. Dari pengalaman itu, saya menyaksikan drama sosial-budaya yang begitu rumit, meninggalkan segudang pertanyaan dan renungan tentang makna sebenarnya dari tradisi hajatan.

Hal pertama yang mencolok adalah besarnya biaya yang dikeluarkan. Bukan rahasia lagi, banyak keluarga rela berutang puluhan juta rupiah demi sebuah hajatan yang dianggap “layak”. Di balik senyum dan sapa ramah tuan rumah, tersembunyi beban keuangan yang akan menggerogoti hari-hari mereka berikutnya.

Lalu, mengapa ini terjadi? Jawabannya sering kali bermuara pada gengsi dan status.

Dalam stratifikasi sosial masyarakat Jawa, hajatan adalah panggung tempat sebuah keluarga memproyeksikan citra dan martabatnya. Acara yang meriah dengan tenda besar, hidangan mewah, dan hiburan yang ramai menjadi penanda bahwa keluarga ini “berada” dan patut “diakui”. Ada tekanan sosial untuk setidaknya menyamai, atau bahkan melampaui hajatan dari keluarga lain sebelumnya.

Di tengah semua kemeriahan ini, justru ada hal penting yang hilang, yaitu esensi dari hajatan itu sendiri. Seharusnya, perayaan rasa syukur sebanding dengan kemampuan. Bukankah akan lebih tulus dan bermakna jika mengadakan acara sederhana, sesuai budget, mengundang tetangga dan saudara untuk sekadar makan bersama dan berdoa, tanpa meninggalkan beban utang?

Investasi sosial

Sebagai pencatat, saya mencatat semua nama dan nominal pemberian dari para tamu hajatan. Saya bertanya-tanya, jika niatnya tulus memberi, mengapa harus dicatat?

Lebih dari sekadar catatan, praktik ini seperti menabung atau meminjamkan sejumlah uang. Di mana nantinya, harus dikembalikan dengan nominal yang setara, atau bahkan lebih besar. Orang yang memberi amplop tebal sering dipuja sebagai “dermawan”, sementara pemberian yang nominalnya biasa saja bisa disalahartikan sebagai “perhitungan”.

Hubungan yang seharusnya tulus berubah menjadi sangat transaksional. Pemberian dalam hajatan bukan lagi hadiah dari hati, melainkan “utang” yang harus dilunasi di kemudian hari. Jika saat membalas nominalnya tidak sesuai ekspektasi, bersiap-siaplah menjadi bahan julid-an. Padahal, prinsip sedekah dalam agama mengajarkan untuk memberi tanpa mengharap balasan, apalagi sampai mencatatnya untuk ditagih di masa depan.

Baca Juga:

Derita 3 Tahun Bertetangga dengan Pemilik Sound Horeg, Rasanya seperti Ada Hajatan Tiap Hari

Hidup di Desa Nggak Seindah Bayangan, Banyak Iuran yang Harus Dibayarkan kalau Nggak Mau Jadi Bahan Omongan

Silaturahmi yang berkedok aji mumpung

Selain dua fenomena di atas, ada pula kejanggalan lain yang kerap muncul di sela-sela kemeriahan hajatan. Terkadang, para rewang dengan leluasa membungkus makanan untuk dibawa pulang, tanpa seizin tuan rumah. Di satu sisi, ini dapat dimaklumi sebagai bentuk dari berbagi rezeki. Tapi, di sisi lain, ketika jumlahnya sudah melewati batas kewajaran, tindakan tersebut terkesan memanfaatkan situasi dan mengabaikan hak tuan rumah.

Belum lagi perihal kedatangan tamu yang melebihi jumlah undangan. Alasan “silaturahmi” pun kerap dijadikan tameng, meski pada praktiknya “aji mumpung” yang memanfaatkan kesempatan untuk menikmati hidangan secara gratis. Bagi tuan rumah, tentu saja ini menambah beban yang tidak terduga, namun budaya ewuh pekewuh (sungkan) membuat mereka enggan untuk menegur.

Memahami kembali esensi hajatan

Di balik semua itu, terdapat nilai-nilai luhur gotong-royong. Para tetangga dengan sukarela menyiapkan hidangan, para ibu dengan cekatan menjamu tamu, dan para bapak dengan sigap mengatur kursi, semua bergotong-royong tanpa pamrih. Inilah jiwa sejati hajatan Jawa yang sesungguhnya, sebuah potret kebersamaan yang terangkai dari ketulusan.

Esensi hajatan terletak pada rasa cukup dan kemampuan berbagi kebahagiaan tanpa meninggalkan beban, baik bagi tuan rumah maupun tamu yang hadir. Bukan sebagai ajang pembuktian status, melainkan sebagai wujud syukur yang sederhana dan bermakna. Bukan tentang seberapa mewah hidangan atau seberapa tebal amplop, melainkan tentang kehangatan tegur sapa dan kekuatan doa bersama.

Penulis: Mar’atus Soleha
Editor: Rizky Prasetya

BACA JUGA Kebiasaan di Hajatan Pedesaan yang Nggak Masuk Akal

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.

Terakhir diperbarui pada 6 November 2025 oleh

Tags: Hajatanrewangsisi gelap hajatansumbangan hajatanutang dalam hajatan
Maratus Soleha

Maratus Soleha

Lulusan Sejarah. Suka mengamati sekitar.

ArtikelTerkait

Berusaha Memahami Hobi Sound System yang Terlanjur Dibenci Banyak Orang Mojok.co

Berusaha Memahami Hobi Sound System yang Terlanjur Dibenci Banyak Orang

17 November 2023
Menampik Stigma Masyarakat Madura yang Selalu Dibilang Keras dan Beringas terminal mojok.co

Di Madura, Halaman Rumah Luas Adalah Keniscayaan

28 Desember 2020
Tradisi Rewang dan Nasib Orang-orang di Balik Megahnya Pesta Pernikahan terminal mojok.co

Tradisi Rewang dan Nasib Orang-orang di Balik Megahnya Pesta Pernikahan

22 Desember 2020
Sisi Gelap Budaya Rewang di Hajatan Desa yang Nggak Banyak Orang Tahu Mojok.co

Sisi Gelap Budaya Rewang di Hajatan Desa yang Nggak Banyak Orang Tahu  

29 Oktober 2024
Kebiasaan di Hajatan Pedesaan yang Nggak Masuk Akal kondangan jawa tengah

Kebiasaan di Hajatan Pedesaan yang Nggak Masuk Akal

23 Maret 2024
3 Penyebab Kemacetan Paling Menyebalkan yang Bikin Mati Tua di Jalan bunderan cibiru bandung

3 Penyebab Kemacetan Paling Menyebalkan yang Bikin Mati Tua di Jalan

5 September 2023
Muat Lebih Banyak
Tinggalkan Komentar

Terpopuler Sepekan

Banyuwangi: Ditinggal Ngangeni, Ditunggui Bikin Sakit Hati

Banyuwangi: Ditinggal Ngangeni, Ditunggui Bikin Sakit Hati

20 Desember 2025
Situbondo, Bondowoso, dan Jember, Tetangga Banyuwangi yang Berisik Nggak Pantas Diberi Respek

Situbondo, Bondowoso, dan Jember, Tetangga Banyuwangi yang Berisik Nggak Pantas Diberi Respek

25 Desember 2025
Lumajang Bikin Sinting. Slow Living? Malah Tambah Pusing (Unsplash)

Lumajang Sangat Tidak Cocok Jadi Tempat Slow Living: Niat Ngilangin Pusing dapatnya Malah Sinting

19 Desember 2025
Kasta Sambal Finna dari yang Enak Banget Sampai yang Mending Skip Aja

Kasta Sambal Finna dari yang Enak Banget Sampai yang Mending Skip Aja

19 Desember 2025
Derita Jadi Pustakawan: Dianggap Bergaji Besar dan Kerjanya Menata Buku Aja

Derita Jadi Pustakawan: Dianggap Bergaji Besar dan Kerjanya Menata Buku Aja

23 Desember 2025
Boleh Membanggakan SCBD Jogja, tapi Jangan Lupakan Gamping dan Mlati Sleman yang Akan Menjadi The Next SCBD Jogja Barat

Boleh Membanggakan SCBD Jogja, tapi Jangan Lupakan Gamping dan Mlati Sleman yang Akan Menjadi The Next SCBD Jogja Barat

19 Desember 2025

Youtube Terbaru

https://www.youtube.com/watch?v=SiVxBil0vOI

Liputan dan Esai

  • Rp9,9 Triliun “Dana Kreatif” UGM: Antara Ambisi Korporasi dan Jaring Pengaman Mahasiswa
  • Sempat “Ngangong” Saat Pertama Kali Nonton Olahraga Panahan, Ternyata Punya Teropong Sepenting Itu
  • Pantai Bama Baluran Situbondo: Indah tapi Waswas Gangguan Monyet Nakal, Itu karena Ulah Wisatawan Sendiri
  • Talent Connect Dibimbing.id: Saat Networking Tidak Lagi Sekadar Basa-basi Karier
  • Ironi Perayaan Hari Ibu di Tengah Bencana Aceh dan Sumatra, Perempuan Makin Terabaikan dan Tak Berdaya
  • Kisah Kelam Pasar Beringharjo Jogja di Masa Lalu yang Tak Banyak Orang Tahu

Konten Promosi



Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Tulisan
Ketentuan Artikel Terminal
Kontak

Kerjasama
F.A.Q.
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Anime
    • Film
    • Musik
    • Serial
    • Sinetron
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Gadget
    • Game
    • Kecantikan
  • Kunjungi MOJOK.CO

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.