Rahasia Mie Gacoan Tetap Eksis di Tengah Gempuran Makanan Viral yang Gulung Tikar

Rahasia Mie Gacoan Tetap Eksis di Tengah Gempuran Makanan Viral yang Gulung Tikar

Rahasia Mie Gacoan Tetap Eksis di Tengah Gempuran Makanan Viral yang Gulung Tikar (Instagram Mie Gacoan)

Seperti yang kita tahu dalam dunia kuliner ada sebuah prinsip di mana sesuatu yang cepat naik daun alias viral, akan cepat pula meredup. Akan tetapi prinsip ini sepertinya nggak berlaku untuk Mie Gacoan.

Jika kita menengok ke belakang, Mie Gacoan ini sangat viral di era kemunculan mi pedas seperti mi setan, mi iblis, dll. Namun, kejayaan usaha mi pedas lambat laun meredup dan cuma Mie Gacoan yang bertahan dan membuat para pembeli rela antre untuk mencicipinya.

Sejujurnya, saya termasuk orang yang paling malas mengantre ketika ada makanan viral. Makanya dulu saya kepikiran untuk menunda dulu keinginan mencicipi Mie Gacoan sampai orang-orang berhenti mengantre demi mi satu ini. Saya mencari cara lain untuk bisa mencicipi mi satu ini, yakni dengan memesannya lewat aplikasi GoFood. Meski sudah pernah mencicipi makanan di Mie Gacoan, saya tetap penasaran ingin mencoba makan di tempat. Alih-alih makin sepi, tiap kali saya melewati outlet Mie Gacoan, parkiran masih saja terlihat penuh dan antrean pembeli masih mengular.

Akhirnya karena terlalu penasaran, saya nekat datang ke salah satu outlet Mie Gacoan. Saya pengin menguak misteri kenapa kedai mi pedas satu ini masih begitu laris dalam rentang waktu yang cukup lama.

Harga makanan relatif murah

Kebanyakan pengusaha biasanya bakal mengambil keuntungan sebesar-besarnya ketika suatu produk viral di masyarakat. Istilahnya, aji mumpung. Maklum, produk viral biasanya jarang bertahan lama. Makanya untuk memanfaatkan momen tersebut, para pengusaha mengambil laba sebesar-besarnya sebelum “FOMO” masyarakat akan produk tersebut meredup.

Akan tetapi Mie Gacoan agak berbeda. Mereka justru memutuskan untuk menghadirkan makanan dengan harga yang relatif murah. Teknik harga murah ini biasanya diambil seseorang jika ingin usahanya langgeng. Jadi, mereka mengambil laba sedikit tapi menghasilkan keuntungan yang konsisten dan berumur panjang. Umumnya para pedagang keturunan Tionghoa yang suka menerapkan teori ini. Laba sedikit yang penting barang laku banyak dan konsisten, ketimbang laba besar tapi barang lambat keluarnya.

Harga makanan di Mie Gacoan dibanderol mulai Rp10 ribuan. Untuk harga segitu, sasaran target konsumennya bisa dari berbagai kalangan. Nggak hanya pembeli dari kalangan menengah ke atas, namun juga bisa dari kalangan menengah ke bawah. Harga ini juga cukup ramah di kantong para pelajar dan mahasiswa.

Tempatnya luas, nyaman, dan kekinian

Satu hal yang saya sukai dari Mie Gacoan adalah tempatnya luas dan nyaman. Meski antrean cukup panjang, antrean ini hanya berlaku di kasir. Untuk tempat duduknya jarang sekali harus antre di luar atau menunggu orang lain selesai makan. Sehingga kalaupun pembeli antre, itu hanya sebentar ketika membayar pesanan. Selebihnya pembeli masih bisa duduk nyaman di dalam outlet.

Dekorasi dari Mie Gacoan ini juga cukup modern dan kekinian, sehingga mereka punya spot foto yang cukup menarik dan lumayan instagrammable. Desain seperti ini cocok sekali buat masyarakat yang sekarang ini apa-apa diunggah ke media sosial.

Fasilitas di outletnya juga cukup memadai. Ada area parkir yang luas, serta toilet dan musala yang bersih. Tempatnya yang luas dan nyaman ini juga asyik buat dijadikan sebagai spot acara kumpul-kumpul, meeting, nugas, hingga makan bareng keluarga.

Baca halaman selanjutnya

Orang Indonesia suka makan mi dan makanan pedas…

Orang Indonesia suka makan mi dan makanan pedas

Bisa dibilang mi merupakan makanan untuk semua orang lintas usia, status sosial, dan gender. Hampir semua kalangan suka menyantap mi. Mulai dari anak-anak, remaja, orang dewasa, hingga lansia suka makan mi. Teksturnya yang empuk membuat mi menjadi makanan sejuta umat.

Selain itu, masyarakat kita kebanyakan suka makanan dengan cita rasa pedas. Hidup tanpa sambal itu, kalau kata Mbak Inul, bagai sayur tanpa garam. Hambar, Gaes. Walaupun nggak semua orang suka pedas, namun persentase orang yang suka pedas ini jumlahnya jauh lebih banyak. Nah, Mie Gacoan seolah hadir untuk memenuhi kebutuhan masyarakat kita yang suka makan mi dan suka makan makanan pedas.

Psikologi marketing yang piawai

Visualisasi dari image Mie Gacoan ini menurut saya cukup cerdas. Biasanya jika ramai pembeli, kebanyakan pengusaha akan berusaha mengurai antrean agar pelanggan mereka nggak kecewa. Namun Mie Gacoan berbeda, mereka sepertinya sengaja memberikan persepsi pada masyarakat bahwa membeli makan di sini yah siap-siap antre. Jadi, jika ada yang bilang bahwa Mie Gacoan pakai penglaris, ini kayaknya salah, yang bener itu pengelolanya malas buat nambah kasir lagi. Wqwqwq.

Kesan ramai dan antre mungkin cukup membuat para calon konsumen balik arah, namun hal ini juga akan membuat orang merasa penasaran. Ya kayak saya ini jadi penasaran dan nekat datang juga. Toh, jika sudah masuk ke dalam outlet, sebenarnya kita nggak perlu mengantre lama juga, kok. Soalnya menu makanan di sini pengolahannya cukup praktis, sehingga nggak membutuhkan waktu yang lama untuk menunggu makanan hingga dihidangkan.

Persepsi ini nyatanya cukup ampuh. Terbukti dengan loyalitas konsumen Mie Gacoan yang rela buat mengantre. Menurut saya, ini keren, sih.

Penulis: Reni Soengkunie
Editor: Intan Ekapratiwi

BACA JUGA Mie Gacoan, Tolok Ukur Kemajuan Suatu Daerah.

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
Exit mobile version