Gitar, sebuah alat musik yang saya rasa paling umum di Indonesia setelah pianika. Bisa dibilang gitar ini alat musik yang merakyat. Seperti halnya karambol dan catur, gitar mudah kita temui di setiap gang dan pos ronda. Walau kini sudah jarang remaja yang nongkrong sambil gitaran, tapi tetap saja tanpa gitar, pos ronda bukanlah pos ronda sejati.
Kebanyakan anak sekarang saat nongkrong pasti hanya duduk diam main game. Padahal jaman saya ABG dulu, kalau tak ada gitar, nongkrong itu jadi hambar. Jaman memang telah berubah tapi jiwa ABG kami tidak. Saya bersama teman-teman tetap gitaran tiap kali nongkrong. Esensi gitar di kampung dan gang ya memang untuk nongkrong. Lagunya boleh apa saja. Ada para sobat ambyar, ada anak punk, sampai ada dangduters. Pokoknya semua harus nyanyi bareng.
Dulu, yang membuat kesenangan itu terhenti adalah saat senar gitar putus. Duh rasanya bikin kita naik darah. Mana lagi reff. Biasanya nomer satu dan dua yang paling sering putus. Jarang nomer empat ke atas yang putus. Biasanya kalau sampai putus pasti karena sudah terlalu lama tak diganti.
Maka si empunya gitar pasti selalu mengeluarkan uang seribu dan diberikan kepada anak yang bawa motor. Tentu saja beli senar gitar baru. Senar gitar legendaris dari waktu ke waktu. Ya senar gitar Pyramid yang terpercaya.
Senar gitar ini memang murah, tapi sampai sekarang masih banyak yang pakai. Ya karena murah. Kalau hanya gitar seratus-dua ratus ribu ya tak perlulah senar gitar yang mahal. Senar gitar ini memang sangat tak nyaman di pakai. Sakit di tangan dan mudah sekali kawat pembungkus untuk senar yang besar terkelupas. Pokoknya tangan harus prima dan tak boleh banyak mengeluh. Jangan berharap lebih pokoknya, nanti kecewa.
Senar gitar dengan bungkus oranye dan bergambar orang-orang bule sedang nongkrong dan gitaran itu sangat ikonik. Senar ini sangat identik dengan nongkrongnya anak kampung. Tak ada yang bisa menggantikan kehebatan senar ini. Bahkan senar ini sudah dipakai jauh sejak bapak saya remaja. Sejak dahulu senar gitar ini adalah andalan semua orang. Bahkan beberapa orang di jaman dulu sering merebus senar itu agar makin lentur dan awet. Belum bisa dibuktikan secara ilmiah namun banyak yang melakukanya. Rekor terlama bapak saya menggunakan senar ini adalah satu tahun. Ternyata senar ini kuat juga.
Saya ibaratkan senar ini seperti sandal Melly. Tentu ada sandal Swallow yang legendaris, New Era yang gaul, dan ATT yang trendi. Tapi, untuk masalah kekuatan dan keawetan, Melly juaranya. Walau keras dan agak sakit, tapi awetnya setengah modar.
Memang senar ini murah tapi kuat bertahan menghadapi gempuran jari dan pick gitar dari potongan kartu perdana. Saya rasa senar ini cocok untuk orang yang baru belajar, biar kekuatan dan daya juangnya lebih terasah. Intinya sih menyiksa. Tentu saat ada anak yang datang ke tongkrongan dan mau belajar gitar, pasti disodori gitar bersenar Pyramid yang sudah terkelupas kawat pembungkusnya. Katanya agar kulit di jari cepat menebal. Soalnya saya dulu juga gitu.
Pokoknya kita tak perlu meragukan kehebatan senar ini. Pyramid tetap perkasa hingga kini. Selagi masih ada gitar triplek dan anak nongkrong di gang kampung-kampung dan pos ronda, Pyramid adalah raja. Senar gitar ini amat merakyat dan terkesan nongkrong banget. Selain merupakan senar gitar pos ronda, Pyramid adalah senjata para pengamen.
Saya sempat iseng nanya kepada pemilik toko alat musik dekat pasar. Ternyata memang Pyramid yang paling laku. Pelanggan utamanya adalah para pengamen dan anak-anak kampung yang baru belajar gitar. Seperti saya dulu, saat SMP dan pakai gitar triplek, saya juga pakai senar itu. Memang tepat saya kira para pengamen memilih senar ini. Kuat, murah, dan mudah didapat.
Senar ini punya bunyi yang khas, mak cring dan biasanya kurang keras. Tapi, justru di situ letak keunikannya. Kini harga senar ini yang paling kecil sekitar dua ribuan. Saat saya pegang, bungkusnya pun sudah berubah. Lebih tipis dan mudah sobek. Namun, ciri khas dari senar ini tak berubah.
Saat saya nongkrong di pos ronda, ada beberapa anak yang sedang main gitar. Mereka meminta saya memainkan gitar triplek itu. Eladalah ternyata senarnya Pyramid. Terasa betul sakitnya di tangan. Saya jadi kangen masa-masa ABG. Saya mainkan gitar itu, rasa serta suaranya si Pyramid tak berubah. Lagu Iwan Fals menggema malam itu.
Dulu hanya senar ini yang saya percaya untuk gitar triplek saya. Tapi, saat akhirnya saya punya gitar yang lebih baik, senar itu saya tinggalkan. Kini bisa dibilang saya gitaris yang lumayan profesional. Walau Pyramid tak lagi saya gunakan, menyiksa tangan, bunyi yang dihasilkan buruk, tetap saja senar itu meninggalkan banyak romansa untuk hidup saya.
Saya yakin hampir setiap gitaris di Indonesia pasti pernah mencoba senar gitar ini. Pyramid tak akan tergantikan posisinya sebagai senar gitar legendaris dari generasi ke generasi. Apakah anda pernah atau bahkan masih menggunakan senar ini?
BACA JUGA Kita Tidak Perlu Sok Dewasa di Depan Orang Tua dan tulisan Bayu Kharisma Putra lainnya.