Kalau kita bicara soal plat nomor AA, cakupannya meliputi lima kabupaten/kota di Jawa Tengah. Kelimanya adalah Magelang, Wonosobo, Temanggung, Kebumen, dan Purworejo. Dari lima daerah ini, sebenarnya Purworejo punya modal wisata alam yang tidak kalah dengan lainnya. Sebut saja pantai selatan yang menawan, air terjun yang bertebaran, gua bersejarah, hingga hutan pinus yang instagramable.
Akan tetapi di mata wisatawan maupun warganya sendiri, Purworejo sering dianggap “kalah pamor” dibanding empat tetangganya. Alhasil, banyak orang Purworejo justru lebih rela menempuh perjalanan ke luar daerah untuk berlibur, meskipun destinasi dalam kabupatennya sendiri tidak kalah berpotensi.
Potensi wisata di wilayah plat AA
Sekarang mari kita bandingkan secara singkat. Magelang jelas unggul dengan Candi Borobudur, destinasi kelas dunia yang sudah tidak perlu diragukan lagi. Belum lagi sederet wisata alam di kaki Gunung Merbabu dan Sumbing. Tidak heran kalau orang Purworejo yang ingin menikmati wisata budaya atau spot sunrise ikonik lebih memilih ke Magelang.
Lalu ada Wonosobo yang punya “negeri di atas awan” di kawasan Dieng Plateau. Daya tarik Dieng sangat kuat, mulai dari Telaga Warna, Kawah Sikidang, hingga acara Dieng Culture Festival. Ketika orang Purworejo ingin mencari suasana pegunungan yang sejuk dan eksotis, pilihan pertama mereka sering kali bukan daerah sendiri, melainkan Wonosobo.
Temanggung pun mulai mencuri perhatian. Spot seperti Posong atau Embung Kledung sukses viral di media sosial karena latar pemandangan Gunung Sindoro dan Sumbing. Lokasinya relatif dekat dari Purworejo, sehingga wajar bila banyak warga Purworejo yang “melipir” ke sana untuk sekadar hunting foto atau sekadar menikmati sunrise. Belum lagi suasana perkebunan tembakau yang khas, yang memberi pengalaman berbeda dari wisata di Purworejo.
Sementara itu, Kebumen sudah lama dikenal dengan wisata pantainya. Sebut saja Pantai Menganti, yang bahkan dijuluki “Raja Ampatnya Jawa Tengah.” Jika warga Purworejo ingin ke pantai dengan fasilitas lebih lengkap dan pemandangan lebih eksotis, mereka lebih sering meluncur ke Kebumen ketimbang puas dengan pantai di wilayah sendiri. Padahal punya Pantai Jetis Ketawang atau Jatimalang.
Purworejo punya potensi, tapi nggak bisa mengelola
Di sinilah letak persoalan Purworejo. Potensinya besar, tapi kalah dalam hal branding, promosi, dan pengelolaan. Pengelolaannya masih sederhana, tidak sebanding dengan potensi narasi sejarah dan geowisata yang bisa dikembangkan. Begitu pula dengan curug-curugnya yang keindahannya sering tak kalah dari air terjun di daerah lain, tetapi akses jalan, fasilitas, dan promosi digital masih minim. Padahal di era wisata Instagram, akses dan branding justru jadi penentu apakah suatu destinasi bisa populer atau tidak.
Bahkan dari segi letak, Purworejo sebenarnya punya keuntungan strategis. Kabupaten ini berbatasan langsung dengan Daerah Istimewa Yogyakarta dan menjadi salah satu pintu masuk menuju Bandara Internasional Yogyakarta (YIA) di Kulon Progo. Artinya, peluang untuk menjaring wisatawan sebenarnya terbuka lebar.
Akan tetapi tanpa inovasi dan keseriusan dalam mengemas destinasi, Purworejo akan terus tertinggal. Warga lokal pun akhirnya lebih memilih “wisata ke tetangga” karena merasa destinasi di daerah sendiri belum mampu memberi pengalaman yang sama menariknya.
Harus belajar dari daerah sekitar
Fenomena ini bukan sekadar soal gengsi, melainkan juga soal pola konsumsi wisata. Warga Purworejo yang ingin pantai bagus pergi ke Kebumen. Kalau mau ke gunung dan sunrise pergi ke Temanggung. Pengin cari wisata budaya dan candi malah ke Magelang. Dan yang menginginkan suasana dingin plus festival budaya ke Wonosobo.
Padahal ironisnya, Purworejo punya semua itu dalam versi berbeda: pantai, pegunungan, air terjun, hutan pinus, bahkan situs sejarah. Sayangnya, hingga kini semua itu masih berjalan sendiri-sendiri tanpa strategi promosi terpadu.
Purworejo sebenarnya bisa belajar dari tetangga satu platnya. Misalnya, Wonosobo berhasil menjual Dieng lewat event tahunan, atau Magelang yang konsisten memoles Borobudur dengan narasi spiritual dan budaya. Ada juga Kebumen mengemas pantainya dan Temanggung memanfaatkan media sosial untuk mempopulerkan Posong.
Nah, kalau Purworejo mampu menemukan “ikon kuat” dan mengangkatnya secara serius, bukan mustahil daerah ini tidak lagi menjadi “penonton” yang hanya mengirim warganya ke kabupaten lain. Tetapi ikut jadi magnet wisatawan di wilayah plat AA.
Penulis: Riko Prihandoyo
Editor: Intan Ekapratiwi
BACA JUGA Jangan Harap Menemukan Kehidupan Selepas Isya di Purworejo
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
