Pernah tidak kamu berdiri di pinggir jalan di Purwokerto, melihat ke ujung barat hujan deras, ke ujung timur matahari bersinar cerah? Kamu akan mulai mempertanyakan siapa sebenarnya yang memegang remote cuaca di kota ini.
Menjadi pendatang di Purwokerto memang penuh kejutan. Ada hal-hal yang tidak kamu temukan di kota lain. Mulai dari logat ngapak yang ramah di telinga, kuliner yang bikin lapar tengah malam, sampai fenomena alam yang seperti punya selera humor sendiri.
Nah, kalau kamu baru saja menginjakkan kaki di kota ini, entah untuk kuliah, kerja, menemui pujaan hati, atau sekadar ingin memulai hidup baru, saya sarankan jangan cuma sibuk mencari kontrakan atau kosan. Cobalah belajar ritme hidup Purwokerto dari hal-hal kecil.
#1 Basic ngapak
Bahasa ngapak itu seperti sambutan hangat yang langsung membuatmu merasa tidak asing. Orang Purwokerto akan tetap mengerti Bahasa Indonesia dan mencoba beberapa kosakata lokal bisa membuatmu cepat akrab.
Begitu kamu mencoba, walau cuma 1 atau 2 kata, biasanya mereka akan langsung menanggapi dengan tawa ramah. Tidak ada yang akan menghakimi logatmu yang belepotan. Malah, seringnya, mereka akan mengoreksi sambil bercanda.
Kalau kamu datang dari kota besar, mendengar ngapak pertama kali, mungkin terdengar unik. Bunyi “a” yang lebar, intonasi yang tegas, dan kosakata yang khas membuatnya mudah diingat.
Selain kosakata, ada juga sapaan khas Purwokerto yang membuat interaksi terasa lebih dekat. Biasanya, sesama penduduk lokal akan memanggil orang dengan sebutan lik atau lur.
Lik untuk memanggil laki-laki dewasa. Mirip panggilan “paklek” atau “om” tapi dengan rasa yang lebih santai. Misalnya, “Lik, ngeneh disit” (Lik, ke sini sebentar). Sementara lur adalah kependekan dari dulur yang berarti saudara. Dipakai di antara teman sebaya atau orang yang sudah cukup akrab. Misalnya seperti “Lur, priwe kabare?” (Lur, gimana kabarnya?).
Selain itu, ada baiknya kamu mengumpulkan “basic-basic” lain yang bakal berguna untuk bertahan hidup di Purwokerto. Misalnya, “Nyong arep takon, warung mendoan ning ndi yah?” (Saya mau tanya, warung mendoan di mana ya?) atau “Panggonan ngopi sing murah ning ndi yah?” (Tempat ngopi yang murah di mana ya?).
Kalimat seperti ini, selain menunjukkan usaha beradaptasi, juga memberi kesempatan orang lokal untuk membantumu dengan antusias. Kadang bahkan sambil mengantar langsung, sambil menambahkan rekomendasi bonus seperti, “Sisan bae, jajal wedang uwuh ning kono!” (Sekalian saja, mencoba wedang uwuh di sana.)
Menguasai ungkapan sederhana akan membuatmu terlihat lebih membumi. Dan begitu kamu bisa melontarkannya dengan percaya diri, percakapan kecil di pinggir jalan bisa berubah jadi undangan makan siang atau bahkan tawaran ikut acara kampung di Purwokerto.
#2 Bus Trans Banyumas dan Trans Jateng
Buat pendatang, salah satu kejutan menyenangkan di Purwokerto adalah adanya pilihan transportasi umum yang lumayan rapi: Bus Trans Banyumas dan Bus Trans Jateng. Keduanya sama-sama berwarna mencolok dan punya trayek tetap, tapi sedikit berbeda urusan rute dan lingkup wilayahnya.
Bus Trans Banyumas adalah angkutan kota modern yang melayani perjalanan di dalam wilayah Purwokerto dan sekitarnya. Bus ini biasanya berhenti di halte-halte resmi dengan jadwal yang cukup teratur. Cocok banget buat keliling kota tanpa repot mikirin parkir.
Sementara itu, Bus Trans Jateng menghubungkan Purwokerto dengan kota-kota tetangga. Tarifnya terjangkau, busnya ber-AC, punya kursi empuk yang membuat perjalanan lintas kabupaten terasa nyaman. Ini jadi solusi kalau kamu ingin menjelajah Banyumas Raya tanpa harus sewa mobil atau nebeng teman.
Kedua layanan ini sama-sama menggunakan sistem bayar di dalam bus. Bisa tunai atau pakai e-money tergantung jalur.
Rute kedua layanan ini mudah diingat, kok. Seminggu pertama pasti kamu akan cepat hafal. Dan yang terpenting, tarifnya sangat ramah kantong. Cukup siapkan Rp4.000 saja, kamu sudah bisa menikmati Purwokerto dari ujung ke ujung.
#3 Skill menghindari tukang parkir yang menjadi momok di Purwokerto
Sebagai pendatang, kamu akan cepat belajar bahwa di Purwokerto, tukang parkir seolah menjadi momok. Sebenarnya secara nominal wajar, umumnya cuma seribu atau dua ribu, tapi karena ada rasa “di mana-mana ada tukang parkir” jadi rada menyebalkan.
Triknya? Pertama, kalau tujuannya cuma beli sesuatu sebentar, misalnya mendoan panas 5 lembar, pilih warung yang punya parkiran dalam atau di halaman rumah. Biasanya aman dari incaran tukang parkir “freelance” yang nongkrong di pinggir jalan. Kedua, kalau terpaksa parkir di tepi jalan, cari yang agak jauh dari titik keramaian. Memang harus jalan sedikit, tapi dompetmu akan berterima kasih.
Selain itu, jangan kaget kalau di beberapa titik di Purwokerto ada tukang parkir yang muncul entah dari mana. Kamu parkir 5 detik, tahu-tahu ada yang muncul sambil mengangkat tangan seolah menyelamatkanmu dari lalu lintas.
Sebagai pendatang, jangan langsung baper. Anggap saja ini bagian dari “kearifan lokal sektor jasa perparkiran”. Kalau kamu pintar memilih lokasi, skill menghindari tukang parkir akan berkembang alami.
#4 Purwokerto bukan cuma mendoan
Mendoan memang juara, apalagi dimakan panas-panas dengan sambal kecap di sore hari. Namun membatasi diri hanya pada mendoan berarti kamu melewatkan kekayaan rasa Purwokerto.
Padahal di sana ada soto Sokaraja dengan kuah kacang gurih manis yang membuatmu ingin tambah lagi. Ada buntil daun talas, gethuk goreng yang manisnya bersahabat, dan es durian Pak Kasdi yang legendaris.
Kalau mau merasakan Purwokerto secara utuh, cobalah makan di warung pinggir jalan atau gang kecil yang jauh dari daftar “tempat hits” media sosial. Di sana, kamu tidak hanya kenyang, tapi juga berkesempatan berbincang dengan pemilik warung dan pelanggan lain. Dari obrolan seperti itulah kamu mulai merasa “pulang” setiap kali duduk makan.
#5 Hujan per RW
Purwokerto punya fenomena cuaca unik yang bikin pendatang sering mengernyitkan dahi. Jadi, hujan bisa turun hanya di satu RW, sementara RW sebelah cerah seperti musim panas. Kamu bisa jadi keluar dari kos di daerah Mersi dengan langit biru dan matahari ramah, lalu 5 menit kemudian sampai di Sumampir dan mendapati hujan turun dengan deras.
Fenomena ini terjadi bukan sekali dua kali. Kadang di pusat kota orang sibuk menjemur pakaian, tapi di kampus Unsoed orang-orang sudah sibuk mengeringkan celana yang baru saja kehujanan. Bahkan ada momen di mana di satu jalan, sisi kiri diguyur hujan, sisi kanan kering total. Seakan Purwokerto punya sistem micropayment untuk cuaca: bayar hujan hanya per wilayah kecil saja.
Karena itu, jas hujan di bagasi motor seolah kebutuhan mutlak. Jangan berpikir, “Ah, dari tadi cerah kok.” Di Purwokerto, cuaca punya hobi berubah secepat mood orang lapar. Dan begitu hujan datang, intensitasnya bisa tiba-tiba dari gerimis romantis menjadi hujan deras yang bikin jalan berubah jadi kolam dalam hitungan menit.
Selain jas hujan, ada trik lain yang dipakai warga lokal, yaitu melihat arah angin dan awan sebelum berangkat. Kalau di kejauhan tampak dinding hujan berwarna abu-abu pekat bergerak ke arahmu, ada baiknya menepi dulu.
Pilih warung kopi, angkringan, atau lapak mendoan di pinggir jalan. Duduk, pesan minum panas, dan tunggu hujan reda. Selain aman, kamu juga bisa dapat bonus ngobrol sama pemilik warung atau pelanggan lain, yang biasanya akan bercerita sambil tertawa, “Lah kie jenenge hujan per RW, Mas.”
Lama-lama, kamu akan belajar memetakan Purwokerto berdasarkan pola hujannya. Ada wilayah yang terkenal “rajin hujan” seperti daerah Baturaden, ada pula yang lebih sering kering seperti di beberapa titik dekat terminal. Pengetahuan ini akan jadi senjata rahasia ketika kamu sudah lebih lama tinggal di Purwokerto.
#6 Purwokerto jalur malam
Purwokerto mungkin terlihat tenang di siang hari dan begitu matahari turun, suasananya berubah jadi lebih hidup. Lampu jalan menyala, angin malam mulai sejuk, dan aroma jajanan dari pinggir jalan mulai menggoda hidung.
Alun-alun Purwokerto adalah pusat keramaian malam yang tidak pernah benar-benar sepi. Di sini, kamu bisa melihat anak muda nongkrong di bangku taman, keluarga kecil membiarkan anaknya berlarian di area bermain, hingga pedagang kaki lima yang menjajakan segala macam jajanan.
Pendatang biasanya akan terpikat suasana ramahnya. Bahkan kalau kamu datang sendirian, duduk sambil menyeruput kopi dari termos pinggir jalan, pasti ada saja orang yang menyapa atau menawarkan ngobrol.
Sebenarnya, ada begitu banyak tempat nongkrong di Purwokerto, dan hampir semuanya bisa disesuaikan dengan isi kantong. Kalau mau yang low budget, warung angkringan atau lapak kaki lima selalu jadi pilihan aman. Kalau mau suasana lebih “Instagramable”, ada deretan kafe dan resto yang menampilkan desain interior kekinian dan menu yang bisa memuaskan lidah.
Cara paling mudah untuk menjelajahi tempat-tempat ini adalah dengan mengikuti rekomendasi food vlogger atau influencer lokal Purwokerto. Mereka biasanya sudah keliling ke sudut-sudut kota yang mungkin tidak akan terpikirkan oleh pendatang.
Dari mereka, kamu bisa menemukan hidden gem seperti warung kopi kecil di gang sempit dengan suasana super nyaman, atau lapak sate kambing yang buka cuma mulai pukul 9 malam sampai habis. Dengan sedikit keberanian mencoba, kamu akan sadar kalau Purwokerto punya kehidupan malam yang unik: penuh pilihan dan rasa.
#7 Purwokerto ramah semua hobi
Lebih dari sekadar karena orang Purwokerto ramah, kota ini juga memberi ruang untuk berbagai jenis hobi. Kalau kamu tipe yang suka ngobrol panjang dan memanjakan otak kritis, ada banyak ruang diskusi terbuka yang muncul secara organik.
Setiap malam Minggu, misalnya, kamu bisa menemukan perpustakaan jalanan gratis di sekitar alun-alun sampai kedai kopi. Orang-orang akan duduk lesehan, membaca buku, dan tak jarang berdiskusi santai tentang apa saja.
Kalau hobimu olahraga, Purwokerto juga punya tempat yang tidak kalah seru. GOR Satria jadi salah satu spot favorit, terutama untuk lari sore atau pagi.
Area sekitarnya penuh pedagang makanan ringan. Jadi, setelah olahraga, kamu bisa langsung mengisi energi. Selain GOR, ada juga lapangan, jalur jogging di area kampus, sampai komunitas sepeda yang rutin keliling kota.
Intinya, mau hobi fisik atau hobi berpikir, Purwokerto punya wadahnya. Dan orang-orangnya cukup terbuka untuk mengajak pendatang bergabung.
Dari semua panduan yang sudah saya bagikan, kamu tentu bisa melakukan improvisasi sesuka hati. Tidak ada aturan baku untuk menjadi pendatang yang betah di Purwokerto.
Namun, ada satu catatan penting, yaitu sopan dan tahu aturan. Purwokerto memang ramah dan keramahan itu akan bertahan kalau kamu juga memberi respek pada budaya dan kebiasaan lokal.
Sapa orang di jalan, jangan buang sampah sembarangan, dan kalau masuk ke lingkungan baru, ikuti irama yang sudah ada. Dengan begitu, kota ini akan terasa nyaman untuk ditinggali sekaligus akan menyambutmu layaknya keluarga sendiri.
Penulis: Sayyid Muhamad
Editor: Yamadipati Seno
BACA JUGA Purwokerto, Tempat Ternyaman untuk Merayakan Patah Hati
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.




















