Purwakarta dan Purwokerto, Namanya Mirip, Nasibnya bak Bumi dan Langit, padahal Harusnya Bisa Setara!

Purwakarta dan Purwokerto, Namanya Mirip, Nasibnya bak Bumi dan Langit, padahal Harusnya Bisa Setara!

Purwakarta dan Purwokerto, Namanya Mirip, Nasibnya bak Bumi dan Langit, padahal Harusnya Bisa Setara! (Altran Zoom via Unsplash)

Beberapa daerah di Indonesia tercipta dengan nama yang sama atau mirip. Tapi wilayah-wilayah tersebut bukanlah satu tempat yang sama, yang bahkan provinsinya saja bisa berbeda. Sebut saja Purbalingga dan Probolinggo, Malang dan Pemalang, serta Purwakarta dan Purwokerto.

Rasanya gemas sekali sewaktu membaca banyak orang yang mengaku baru tahu perbedaan Purwakarta dan Purwokerto setelah hidup lebih dari satu setengah dekade di dunia. Jumlah orangnya yang nggak cuma satu atau dua ini bikin saya pengin ngejejelin buku IPS atau Geografi ke mereka.

Purwakarta dan Purwokerto ini adalah dua wilayah yang berbeda dari segi lokasi, kondisi, hingga bahasanya. Purwakarta berlokasi di Jawa Barat yang artinya penduduknya berbicara bahasa Sunda. Sementara itu Purwokerto berdiri di atas tanah Jawa Tengah yang berdialek ngapak.

Purwokerto lebih terkenal

Kalau kita bertanya kepada orang secara random (asal yang sudah tahu perbedaan keduanya, ya), saya yakin akan lebih banyak orang yang tahu Purwokerto. Atau dengan kata lain, Purwokerto lebih akrab di telinga masyarakat dibandingkan kabupaten yang dulu dipimpin oleh Dedi Mulyadi itu.

Kenapa bisa demikian?

Purwokerto sejatinya berada di level yang lebih rendah dibandingkan Purwakarta. Purwakarta jelas adalah kabupaten, sedangkan Purwokerto adalah kecamatan. Ia berada dalam naungan Kabupaten Banyumas sekaligus menjadi ibu kotanya. Tapi ia bisa lebih terkenal, sampai disebut sebagai “Kota Baru”.

Bahkan, Purwokerto adalah satu-satunya perwakilan dari Pulau Jawa yang akan diprioritaskan dalam pembangunan kota terpadu (integrated city planning) 2045 oleh Kementerian Pekerjaan Umum (KemenPU). Purwokerto akan dikembangkan sebagai kawasan perkotaan baru dengan mengombinasikan pendidikan, wisata, dan kawasan bisnis yang terintegrasi dengan kompleks pemerintahan.

Singkatnya, Purwokerto yang saking maju dan padatnya itu bisa menjadi lebih terkenal. Bahkan bisa jadi popularitas Purwokerto mengalahkan Banyumas itu sendiri.

Purwakarta juga bisa terkenal

Kalau Purwokerto bisa menarik atensi KemenPU dan populer di kalangan masyarakat, lalu Purwakarta bisa apa?

Justru Purwakarta punya peluang yang lebih banyak dibandingkan Purwokerto. Purwakarta sudah punya modal untuk menyamakan diri, atau bahkan menyalip Purwokerto.

Posisi Purwakarta jauh lebih strategis. Memang, sih, Purwokerto itu berada di jalur mudik yang menghubungkan barat dan timur, begitu pula sebaliknya. Tapi Purwakarta jauh lebih dekat dengan Ibukota. Jaraknya dari Jakarta cuma sekitar 80 km.

Perekonomian masyarakatnya, terutama dari segi UMR-nya jauh lebih mending dibandingkan Purwokerto atau Banyumas yang miris banget itu. Per 2025, UMR Purwakarta sebesar Rp4.792.252, naik 6,5 persen dibandingkan periode sebelumnya. Kerennya lagi, UMR kabupaten ini menempati tujuh besar se-Jawa Barat.

Sementara itu, UMR Banyumas per 2025 cuma Rp2.338.410. Ia menempati peringkat ke-18 dari segi besaran UMR se-Jawa Tengah.

Dari perbandingan ini, Purwakarta lebih berpeluang untuk menjadi terkenal sebagai wilayah yang menawarkan kuantitas pendapatan yang lebih tinggi. Purwakarta sendiri sudah punya tujuh kawasan industri di wilayahnya.

Baca halaman selanjutnya

Hiburannya setara

Hiburannya setara

Purwakarta bukan daerah yang sepelosok itu untuk kemudian dibilang nggak sanggup bersaing dengan Purwokerto. Meskipun sama-sama berstatus administratif kabupaten, Purwakarta bukan wilayah yang sepenuhnya rural.

Purwakarta punya banyak pesona di bidang FnB dan hiburan. Soal kuliner, biasanya warganet menyebut suatu daerah sudah maju dengan parameter keberadaan Starbucks dan Richeese, ditambah dengan Indomaret dengan jumlah tertentu. Jangan khawatir, kabupaten ini punya itu semua.

Tempat wisata pun banyak, baik yang alam maupun buatan. Ada Gunung Parang dan Gunung Bongkok yang jadi favorit pendaki, Cikao Parks dan The Colorville untuk wisata keluarga, dan yang baru-baru ini kembali jadi wisata favorit baru: Waduk Jatiluhur.

Dari hiburan-hiburan yang tersedia ini, Purwakarta siap menyaingi Purwokerto yang punya Baturraden, Gunung Slamet, dan The Village.

Pendidikan jadi faktor penentu di Purwakarta

Purwakarta sebenarnya bisa saja menyamai atau bahkan menyalip popularitas Purwokerto dari beberapa hal yang sudah saya sebutkan tadi. Hanya saja soal institusi pendidikan, Purwakarta masih “kalah”.

Salah satu alasan Purwokerto dipilih untuk proyek integrated city adalah keberadaan beberapa kampus besar di sana. Ada Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) sebagai PTN serta Universitas Islam Negeri Prof. KH. Saifuddin Zuhri (UIN Saizu) dan Universitas Muhammadiyah Purwokerto (UMP) sebagai PTS. Kampus-kampus berukuran besar ini tentunya “membawa” banyak mahasiswa.

Sementara itu, kampus yang ada di Purwakarta masih berukuran mikro yang mungkin mahasiswanya berasal dari Purwakarta atau kota-kota di sekitarnya saja. Keberadaan mahasiswa dari luar daerah berkontribusi besar untuk membangun sekaligus mempopulerkan suatu kota.

Dengan segudang potensi ini, amatlah wajar jika Purwakarta bisa sama terkenalnya dengan Purwokerto, tidak lagi jadi pelengkap atau daerah yang dikenal karena selip lidah saja. Tapi, semua tergantung pengelolanya, mau memanfaatkan potensi, atau puas-puas saja cuman begini.

Penulis: Noor Annisa Falachul Firdausi
Editor: Rizky Prasetya

BACA JUGA “Purwokerto Macet” Dua Kata yang Dulu Mungkin Terdengar Lucu, tapi Tidak dengan Saat Ini

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
Exit mobile version