Adik saya yang hobi memasak, senang sekali menonton acara TV terkait dengan makan-makan dan masak-masak. Setiap ada acara TV yang berhubungan dengan makan-makan dan masak-masak, maka adik saya pasti menonton acara TV tersebut.
Pada suatu hari ketika adik saya sedang menonton TV, saya ikut nimbrung dan menoton acara yang ditonton olehnya. Beberapa menit setelah menonton, saya memutuskan untuk tidak lanjut menonton TV. Saya memutuskan untuk baca Kaskus saja. Acara TV yang ditonton saat itu adalah program makan-makan dengan dua orang host yang akan memberikan komentar tentang makanan tersebut.
Walau acara TV tersebut adalah makan-makan, tapi nyatanya acara TV tersebut tidak membuat saya lapar, dan gagal membangkitkan nafsu makan saya. Saya sempat menanyakan kepada adik saya, mengapa ia begitu menyukai acara TV tersebut. Adik saya menjawab dengan sederhana, “Karena kelihatannya makanannya enak. Nonton ini bisa bikin lapar beneran.”
Peda menit-menit awal acara tesebut memang membuat saya sedikit tergiur. Makanan yang akan disantap benar-benar diperlihatkan dengan seksi. Proses pembuatan akan makanan tersebut juga diperlihatkan secara sekilas. Awalnya memang menggiurkan, tapi semua berubah saat kedua host tersebut memakannya.
Kedua host tersebut sering kali berteriak-teriak tidak jelas, bahkan saat makanan tersebut masih dalam mulut, dan belum ditelan secara sempurna mereka sudah berbicara bahkan berteriak. Tingkah laku ini sangat mengganggu saya sebagai penonton. Padahal sejak kecil, kita sering diajarkan untuk tidak bersuara saat sedang makan. Paling tidak kunyah dahulu makanannya secara sempurna, lalu telan makanan tersebut, setalah itu baru para host bisa berbicara menyampaikan komentarnya. Walau banyak ngomong dan berteriak, komentar yang diberikan para host juga sedikit isinya. Para host tidak memberikan informasi yang lebih terkait makanan yang mereka rasakan.
Dalam pengambilan gambar, acara tersebut juga sering kali mengambil gambar secara close-up ke para host, bahkan beberapa kali saya dapatkan gambar diambil dengan cara extreme close-up. Saya sebagai penonton sampai dapat melihat bibir para host yang berminyak terkena makanan. Karena makan terlalu lahap, mulut host bisa sampai cemong, dan itu juga dapat saya lihat dengan jelas. Selain itu, saya juga dipaksa untuk melihat kumis tipis para host dengan jelas.
Boleh saja mengambil gambar dengan cara close-up atau extreme close-up, tapi usahakan itu hanya diambil pada gambar makanan. Dengan mengambil gambar secara close-up maka tekstur makanan akan jadi terlihat. Tapi pada acara TV ini, pengambilan gambar secara close-up dilakukan bukan hanya untuk makanan, tapi juga kepada host-nya. Untuk pengambilan gambar para host, mungkin cukup diambil dengan medium shot. Pengambilan gambar close-up bisa dilakukan saat mengambil makanan, atau saat memasukan makanan ke dalam mulut, setelah itu balik lagi ke medium shot.
Seenak apa pun makanannya, tapi jika diperlihatkan dengan cara makan yang tidak indah, maka saya juga tidak bernafsu untuk melihatnya, apalagi tergiur. Mungkin juga sebaliknya, sebiasa apa pun makanannya, tapi jika diperlihatkan dengan cara makan yang indah, maka bisa membuat saya jadi lapar dan bernafsu untuk makan.
Mungkin ini juga alasan mengapa saya sangat tidak suka dengan konten mukbang. Pada konten mukbang—entah siapa pun itu yang buat—makanan yang disajikan sangat banyak, dan saya sering kali melihat cara makan mereka yang berantakan, kotor, minyak di mana-mana, hingga terkadang sengaja makan dengan cara ngecap, sedikit berisik biar ASMR.
Alih-alih ngiler, saya malah tidak nyaman melihatnya. Lebih baik saya makan sendirian, daripada harus ditemani dengan video mukbang. Setelah saya berpikir lebih jauh, saya juga teringat bahwa saya adalah pemakan bubur tidak diaduk sedikit pun. Ini semua terjadi mungkin karena saya senang melihat sesuatu yang bersih, rapi, teratur, dan indah.
Berbicara tentang acara makan-makan di TV, saya teringat akan acara makan-makan yang host-nya adalah almarhum Bondan Winarno. Saya suka dengan cara Pak Bondan mengulas suatu makanan, betapa informatifnya Pak Bondan dalam menyampaikan ulasannya. Cara Pak Bondan menyampaikan komentarnya pun tenang dan dengan bahasa yang terstruktur. Jika makanan tersebut benar-benar enak, maka Pak Bondan akan berkata “maknyus” di akhir. Cara makan dan pengambilan gambar di acara TV ini juga sangat enak dilihat, tidak mengganggu, dan bersih. Senang sekali melihat Pak Bondan makan saat itu.
Dari awal saya tidak menyebutkan acara TV apa yang saya bahas pada artikel ini. Saya pikir tidak perlu menyebutnya, toh setelah saya lihat lebih lanjut acara TV makan-makan lainnya melalui YouTube, ternyata seperti inilah standar acara makan-makan di stasiun TV nasional. Sungguh sangat disayangkan.
BACA JUGA Konten Mukbang dan ASMR yang Ndak Cocok Sama Table Manners Wong Jowo dan tulisan Muhammad Ikhsan Firdaus lainnya.
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
Pernah menulis di Terminal Mojok tapi belum gabung grup WhatsApp khusus penulis Terminal Mojok? Gabung dulu, yuk. Klik link-nya di sini.