Wabah Korea sebenarnya tak baru saja menjangkiti Indonesia. Sebenarnya, wabah itu sudah menyerang jauh lebih lama, sejak awal 2000-an. Tapi, mereka memulainya dari jalur otomotif, yah, meski hasilnya gagal total. Dan “serangan” pertama dimulai dengan Prima Tossa.
Prima Tossa muncul dengan invasi motor-motor Cina di awal 2000-an. Dengan harga relatif lebih murah dari pabrikan Jepang, motor-motor ini punya bentuk identik dengan motor laris jaman itu, Honda Supra 100.
Visual Prima Tossa yang sudah 20 tahun di rumah saya, pun, sama persis dengan Honda Supra 100. Jika nggak jeli, orang-orang mungkin nggak tahu bahwa motor ini bukan “anak” dari Honda. Bahkan dibilang anak tiri pun juga nggak.
Daftar Isi
Meski bukan keluaran Honda, Prima Tossa awet banget!
Namun begitu, soal keawetan Prima Tossa nggak bisa tak anggap remeh. Lha gimana ya, sudah 20 tahun dipakai tapi motor satu ini belum pernah turun mesin (ganti piston). Mesinnya aman sentosa meski secara performa dan kenyamanan agak kurang kalau dibanding Supra 100 keluaran Honda sih.
Tapi, dengan usia yang sudah 20 tahun (mau 21 tahun) Prima Tossa tetap prima seperti namanya. Kondisi mesin tetap oke. Sekali engkol nyala bahkan ketiban daun jatuh, bakal nyala tuh mesin. Bagian sasis nggak ada keropos-keropos, apalagi menunjukkan tanda-tanda patah rangka. Saya ulangi, meski bukan keluaran Honda, Prima Tossa teramat awet. Paling yang nggak awet tuh kulit sadel gegara dicakar-cakar kucing. Dan ya, kulit sadel kan termasuk parts fast moving yang emang kudu berkala diganti pas habis.
Bodi plastiknya memang sudah agak memudar dan ini wajar mengingat usia motor sudah 20 tahun. Bukan motor yang baru dua tahunan tapi rangka udah keropos, rangka patah dan bodi kusam.
Kayak pernah denger kasus ini. Pabrikan motor apaaa gitu.
Spesifikasi mesin biasa tapi bikin selamat
Performa mesin memang nggak terlalu halus atau teramat ngisi dari putaran sampai tengah kayak Honda Supra 100. Tapi dari sisi ini, Prima Tossa memang berada di level berbeda. Getaran mesinnya memang sangat terasa di paha. Apalagi saat mbejek gas sangat dalam, sudah bisa saya pastikan siapa saja yang naik akan merasakan tremor fisiologis. Saya sering merasakannya.
Ya mau gimana lagi, dengan kapasitas mesin yang nggak sampai genap 100 cc, Prima Tossa cocoknya untuk riding santai dan tak lebih dari kecepatan 50 Km/jam.
Terlebih, saat mau memindah persneling, motor Prima Tossa juga nggak bisa grusa-grusu. Kudu ngurut gas, sebab tuas persenelingnya amat keras dan akan bertambah keras jika mau menambah “gigi” tapi di RPM yang nggak pas.
Kalau dilihat dari perspektif yang lain, mungkin semua kekurangan itu bertujuan bikin pengendaranya lebih wawas diri. Siapa pun atau saya yang naik akan cukup sadar untuk berkendara dengan santai dan nggak begajulan. Dan tentu saja karena hal tersebut, pengendaranya akan lebih mematangkan lagi skill berkendara terutama cara memindahkan persneling yang tepat.
Mengingat juga, performa Prima Tossa yang biasa sudah barang tentu cocok untuk nyantai menikmati perjalanan. Oh iya, rem Prima Tossa punya saya masih menggunakan rem tromol depan belakang. Rem tromol yang nggak pakem-pakem amat terus lebih cepat habis itu lho.
Kebingungan saya pas bongkar mesin, ini motor Cina atau Korea?
Meski di-cap moto Cina, saya dibuat kebingungan sama identitas awal Prima Tossa saat membongkar daleman mesin. Sebab tertulis jelas buatan Korea (((made in Korea))). Berbeda dengan Jialing, Beijing, atau Sanex yang tertulis made in China. Terlebih lagi, niat mau ganti kampas kopling harus saya tunda. Kampas Kopling Honda Supra 100 yang sebelumnya sudah tak beli ternyata nggak bisa kepakai.
Memang tampilan mesin seperti bak kopling, bak magnet, silinder head si Prima Tossa identik sama milik Honda Supra 100. Tapi ternyata isian mesin beda. Teknologi yang dipakai lebih jadul. Kampas kopling dan gandanya menyatu, sistem kayak begini lumrah ditemui di Honda Astrea 800 ke bawah. Sementara Supra 100 lebih modern dengan memisahkan dua part ini, sehingga didapat perpindahan gigi empuk dan smooth. “Pantesan keras banget koplingnya,” gumam saya saat itu.
Namun begitu, meski mesinnya berteknologi jadul tapi tetap saja Prima Tossa awetnya nggak kira-kira. Jadi kesimpulan saya setelah memakai Prima Tossa lebih dari 20 tahun adalah … Coba dong bantu cari kesimpulannya apa? Tulis di kolom komentar, Nda.
Penulis: Iqbal AR
Editor: Rizky Prasetya