Pramuka yang nggak jelas kegiatannya
Ada kegiatan unik Pramuka yang bisa kita amati tiap memasuki masa mudik Lebaran. Tiba-tiba banyak anak Pramuka berhamburan, utamanya membantu Dinas Perhubungan mengamankan arus mudik. Kalian bakal sering melihat mereka di stasiun, terminal, bahkan di titik-titik ramai kendaraan bermotor.
Jangan salah, saya justru merasa terbantu dengan adanya mereka. Apalagi waktu saya kuliah dan masih aktif di KSR-PMI Kota Surabaya. Jadwal pengamanan mudik lebaran jadi lebih mudah dengan hadirnya mereka di posko-posko mudik. Mereka ini kelewat baik, diminta melakukan apa saja pasti jawabannya “Siap!”
Hanya saja, fenomena ini makin bikin saya garuk-garuk kepala, sebenarnya Pramuka itu apa sih? Saking banyaknya yang dikerjakan, saya dulu pernah suudzon mereka ini sebenarnya kumpulan orang-orang yang tertolak Akmil atau Akpol.
Praktek Pramuka di sekolah juga sebetulnya bertentangan dengan salah satu sifat gerakannya sendiri, yaitu sukarela. Jadi ingat dulu waktu masih di bangku kelas 5 SD dan ada Persami di luar kota. Iya di luar kota, saking sudah tidak ada lagi alam yang alami di Kota Kelahiran saya.
Ketika disana kakak Pembina yang memberi sambutan berkali-kali memuji kami. Katanya beliau bangga karena kami sukarela datang Persami. Otomatis saya bingung, karena di edaran sekolah, kegiatannya bersifat wajib dan ada biaya yang harus dibayar setiap siswa. Namun, karena masih polos, saya menganggap sukarela itu yang penting hadir dengan senang hati. Sesuatu yang sayangnya tidak pernah dirasakan lagi ketika berkegiatan Pramuka di jenjang selanjutnya.
Rebranding supaya lebih relevan atau punah
Kalau nggak segera muhasabah diri, Pramuka di Surabaya bisa makin terancam. Ekstrakurikuler ini perlu segera melakukan rebranding. Kalau tidak bisa menyeluruh, minimal dorong para pembinanya untuk mengemas kegiatannya supaya mampu menjawab kebutuhan pelajar Surabaya. Pramuka harus bisa memunculkan strong why dari setiap kegiatannya. Kalau perlu, mereka bisa belajar dari Simon Sinek tentang konsep golden circle-nya.
Kalau boleh saran, banyak kok yang bisa dilakukan. Sebarin aja survey kecil-kecilan di setiap sekolah, terus tanya apa aktivitas menarik yang para siswa mau dilakukan. Tampung saja dulu semuanya. Setelah itu, lihat aktivitas paling diminati dan coba padukan dengan ciri khas ke-Pramuka-an. Misalnya banyak yang tertarik E-Sport Mobile Legend, coba aja buat kemah bertemakan E-Sport. Ajari mereka berperilaku sportif dan tumbuhkan nuansa positif selama bertanding. Kan asik ya?
Pramuka jadi punya andil memberantas bocil-bocil toxic online. Tapi kalau kalian berpikir usulan tadi tidak masuk akal, jangan-jangan kalian sendiri yang nggak mau berpikir maju. Lagian nih ya, kalian harus tahu kalau Pramuka punya Saka Dirgantara yang mengajarkan pesertanya tentang penerbangan. Buat apa kalian tanya? Ya ndak tau kok tanya saya.
Intinya, kegiatan satu ini cakupannya sudah sangat luas. Tanggung banget kalau tren-tren pemuda zaman now nggak dirangkul juga. Dengan tidak diwajibkannya Pramuka, opsi Pramuka untuk menaikkan tingkat partisipasinya hanya dua. Ya kalau nggak mau berubah, siap-siap punah saja.
Penulis: Arief Rahman Nur Fadhilah
Editor: Kenia Intan
BACA JUGA Kurikulum Merdeka Membunuh Pramuka?
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.