Pocong Mumun dan Jefri di Sinetron ‘Jadi Pocong’ Adalah Tontonan Terseram Semasa Kecil

sinetron jadi pocong pocong mumun mojok.co

sinetron jadi pocong pocong mumun mojok.co

Mumun (Eddies Adelia) sedang mondar-mandir di tempat kerjanya, menunggu sang kekasih, Juned (Achul Wiraperwata), untuk menjemputnya. Malam itu amat pekat, kabut-kabut halus turun ke jalanan. Ketimbang menunggu lama, Mumun memutuskan untuk berjalan pulang.

Dengan suasana jalanan yang sepi, Mumun terus menengok ke kanan dan ke kiri. Ia memantau, barangkali Bang Juned datang bagai pahlawan di malam bolong. Bukannya Bang Juned, justru Jefri, si preman kampung yang datang. Rupanya diam-diam Jefri menyimpan perasaan kepada Mumun.

Singkat cerita, Mumun tertabrak truk kala digodain oleh Jefri dan rekan-rekannya. Di pemakaman yang sunyi senyap, Husein (Mandra) si penggali kubur, beringsut datang ke makam Mumun. Dengan mengejutkan, ia meminta maaf karena lupa membuka tali pocong Mumun. Dan diiringi hal-hal mistis, Mumun menampakkan diri dengan mata merah menyala dan wajah pucatnya. Ia berkata, “Bang, lepasin tali pocong ane, Bang!”

Mak werrr, saya waktu itu langsung nangis. Padahal, sinetron tersebut diputar pada waktu siang bolong.

Masa kecil saya begitu menyenangkan. Pulang sekolah, menghadap layar kaca, memamah semua tayangan waktu itu, sambil disuapin oleh acara-acara seperti Ceriwis sampai ketiduran. Namun, entah kapan tepatnya, muncul sebuah sinetron horor yang rasanya saat itu menggeser jadwal saya sparing layangan dengan anak desa sebelah.

Sinetron Jadi pocong adalah garapan Indosiar Karya Media dan diproduseri langsung oleh Mandra benar-benar menyita waktu saya. Jadi Pocong memang menjadi hal menakutkan pada masa lampau, namun menjadi ingatan yang menyenangkan pada masa sekarang.

Sempat, ketika itu, ibu-ibu kompleks menjadikan pocong Mumun sebagai senjata baru dan mulai meninggalkan senjata lama, yakni digigit nyamuk. “Ayo tidur, kalau nggak tidur, nanti digigit pocong Mumun.” Jelas saja hal ini menjadi sebuah momok. Lha bagaimana nggak jadi problematika masa kecil, pikiran saya mengawang-awang, apa iya pocong gigit?

Pocong Mumun memetakan sisi seram tentang hantu endemik Indonesia. Dari sinetron ini, anak-anak kecil jadi tahu anatomi bentuk pocong itu seperti apa. Ya, namanya jaman dulu, boro-boro ada bioskop dan menonton film horor. Pol mentok, jika ingin menikmati horor, saya harus pinjam monitor sekolah buka situs primbon. Di sana banyak hasil jepret penampakan.

Pocong Mumun juga menampilkan fantasi yang baru. Saya baru tahu jika pocong bisa terbang. Sungguh, ketika itu saya baru ngeh kalau pocong lompat-lompat bakalan capek, jadi jalan terbaik ya terbang. Dan juga, tangannya Mumun ini membuka, tidak menutup. Saya pikir, yang lupa buka ikatannya itu bagian tangan.

Mumun adalah momok bagi anak-anak kompleks saya saat itu. Melihat lampu mobil dari jauh saja rasanya seperti melihat Mumun sedang terbang. Jam tujuh selesai ibadah, mereka biasanya berkelompok dan berbagi kisah mengenai Mumun. Di sana, kami biasanya berteori tentang Mumun ini (memangnya hanya fans One Piece yang bisa berteori).

Teori yang paling jamak itu adalah Mumun bakal hidup lagi. Menengok pada saat itu, Bang Juned, bagi anak-anak, adalah sosok pria panutan sebagaimana para remaja melihat Rangga dan ibu-ibu melihat Primus.

Kisah cinta Juned dan Mumun lah yang menjadi faktor bahwa teori ini akan terlaksana karena hadirnya Mimin belum bisa menggantikan sosok Mumun. Kalau jaman itu sudah ada media sosial, mungkin bakal muncul gerakan #TimMumun atau #TimMimin, nih, pasti. Tapi tetap saja, Mumun sudah jadi pocong, terbang ke sana kemari dengan mata hijau menyala.

“Sudah Mumun, ketambahan Jefri,” begitulah batin saya. Sebagai perwakilan anak-anak pada jaman itu. Ini perkara ngewel karena pocong Mumun saja belum sembuh, ketambahan si Jefri yang jahat jadi pocong juga. Hal ini terjadi karena, lagi-lagi, Husein lupa mencopot tali pocongnya. Semasa hidupnya saja sudah jahat, ini bagaimana ketika jadi pocong.

Kemunculan Jefri benar-benar menakutkan. Double-kill. Lebih sakit ultinya Jefri ketimbang Mumun. Tiap ada lolongan anjing jalanan, bulan sabit terpampang, datanglah pocong Jefri. Pocong ini tidak seperti Mumun yang kalem, pocong Jefri sifatnya menyerang dan mengganggu.

Nah, di titik inilah para anak kecil dapat memetakan tingkat horor pocong. Mumun itu sebenarnya baik, ia tidak usil, namun pembawaannya yang menyeramkan, ya jadinya seram. Sedangkan Jefri ini menyebalkan, ingin rasanya mengolok-olok, tapi takut. Kan kalau diprimpeni nggak lucu.

Padahal, jika dipikir-pikir lagi, pocong Mumun terlihat lucu ketimbang seram. Pocong yang matanya menyala, terbang, bisa muncul di siang bolong juga. Geng motornya Jefri juga pada naik Honda Astrea. Gimana perasaanmu kalau dicegat sama geng Honda Astrea? Hadirnya pocong jadi-jadian yang meresahkan warga juga menambah semarak suasana.

Mungkin kultur industri sinetron jaman itu tidak sebesar saat ini tuntutannya. Jika sinetron Jadi Pocong dibuat pada jaman sekarang, ketika ratingnya tinggi, bisa saja dibuat seribu episode, kalau bisa bukan hanya pocong Mumun dan Jefri saja, tapi seluruh kampung itu jadi pocong semua.

Sekalian, di tengah-tengah scene Jefri menakut-nakuti orang, si Jefri malah bilang begini, “Lho, Bang Juned badannya cekot-cekot? Nah, kebetulan saya punya obatnya….”

BACA JUGA Teror Andong Pocong di Sidoarjo dan tulisan Gusti Aditya lainnya.

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.

Pernah menulis di Terminal Mojok tapi belum gabung grup WhatsApp khusus penulis Terminal Mojok? Gabung dulu, yuk. Klik link-nya di sini.

Exit mobile version