Pernah mendengar soal pindang tetel? Seperti apa bentuk hidangannya, dan rasa apa yang terbayang di pikiranmu? Kalau penasaran, kamu harus baca artikel ini sampai selesai. Tujuannya satu: supaya kamu tidak salah mengartikan kelezatan makanan khas Pekalongan satu ini di balik namanya yang terdengar sedikit menggelikan.
Tulisan ini berangkat dari cerita salah satu teman saya yang keheranan melihat makanan yang sama sekali tidak selaras dengan namanya. Orang yang baru pertama kali mendengarnya biasanya akan mengira kalau pindang tetel adalah olahan ikan pindang yang diberi berbagai bumbu penyedap.
Jika diartikan secara harfiah dalam bahasa Jawa Pekalongan, pindang adalah olahan ikan yang direbus dan digarami, sementara tetel adalah tetelan. Jadi, pemaknaan lengkapnya mungkin dipahami sebagai “tetelan dari olahan ikan pindang”. Padahal yang mengejutkan, sajian khas warga Pekalongan ini justru tidak ada kaitannya sama sekali dengan pindang maupun tetelan sebagaimana definisi di atas.
Apa itu pindang tetel?
Pindang tetel adalah salah satu makanan khas Pekalongan yang disajikan dengan guyuran kuah hitam dan berbagai bumbu pawon lainnya. Isian dalam kuliner ini justru berupa irisan daging yang dipadukan dengan kerupuk usek. Kerupuk usek adalah kerupuk yang digoreng menggunakan pasir, bukan minyak.
Kuah pindang tetel dimasak cenderung encer, sehingga kesegarannya terasa maknyus saat diseruput. Rasanya gurih, sedikit pedas, dan aromanya khas karena penggunaan kluwek. Kuliner ini paling nikmat disantap ketika masih panas kemebul.
Akan lebih menggugah selera lagi jika kamu menambahkan gorengan ke dalam kuahnya. Beuuuh, wenakeee! Sebagai pelengkap, kamu juga bisa mencocol lontong sebagai pengganti nasi untuk mengganjal perut yang sedang berdendang.
Harga terjangkau
Seporsi pindang tetel di Pekalongan biasanya dihargai sekitar Rp4.000 hingga Rp10.000. Tentu saja harga ini tergantung lokasi. Beberapa warung kecil masih mematok harga di bawah Rp5.000, sementara warung lainnya sudah memasang harga di atas Rp7.000.
Kuliner yang berinovasi
Ternyata bukan hanya teknologi yang bisa berinovasi, kuliner khas Pekalongan ini pun ikut berevolusi pada sisi isiannya. Di beberapa tempat yang pernah saya kunjungi, tersedia menu kluban, yakni campuran irisan berbagai sayuran dengan pindang tetel. Awalnya saya ragu untuk mencicipi, tapi rasa yang dihasilkan justru semakin enak. Perpaduan yang tampak aneh itu ternyata berhasil mengecoh karena kelezatannya.
Tidak semua warung di Pekalongan menyediakan kluban pindang tetel. Banyak tempat yang tetap menawarkan versi original. Begitu pula selera orang, ada yang lebih suka inovasi, tapi banyak juga yang bertahan pada rasa klasik.
Rekomendasi warung pindang tetel di Pekalogan
Di Pekalongan, kamu bisa menemukan warung pindang tetel di banyak lokasi, seperti kawasan Buaran, Jalur Kedungwuni, dan lainnya. Namun kali ini saya akan merekomendasikan tiga warung yang menurut saya punya daya tarik tersendiri.
Pertama, warung Om Teguh. Berlokasi di Jalan Raya Pakumbulan, Watusalam, Buaran, Pekalongan, warung ini menawarkan pengalaman kuliner yang unik. Warungnya berada di pinggir sawah dengan konsep saung sederhana. Kamu bisa menikmati makanan sambil memandang hamparan sawah hijau.
Seporsi pindang tetel Om Teguh disajikan dalam mangkuk tempurung kelapa. Harganya sangat ramah di kantong, sekitar Rp10.000 per porsi.
Kedua, warung Mbak Isah yang terletak di Sapugarut, Buaran. Hidangan pindang tetel di sini sudah menjadi favorit warga Pekalongan selama sekitar 30 tahun. Berbekal uang Rp15 ribu, kamu sudah bisa mencicipi seporsi pindang tetel yang autentik.
Ketiga, pindang tetel Lapangan Gondang Wonopringgo. Meski lokasi warung terakhir ini agak sulit ditemukan, pindang tetel di sini jadi jujugan warga karena kuahnya yang cukup pekat. Cocok sekali disantap di siang hari sambil menikmati gorengan dan es teh.
Kalau masih ada temanmu yang bingung atau salah paham soal kuliner khas Pekalongan satu ini, coba ajak dia mencicipi kuliner ini langsung. Sayang sekali kalau makanan ikonik ini hanya lewat di telinga tanpa pernah dicoba. Ia layak dikenal bukan karena namanya yang membingungkan, tetapi karena rasanya yang bikin ketagihan.
Penulis: Mei Rahmawati
Editor: Intan Ekapratiwi
BACA JUGA Selain Megono, Berikut Kuliner Khas Pekalongan yang Wajib Kalian Ketahui.
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.




















