Terminal Mojok
Kirim Tulisan
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
Kirim Tulisan
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
  • Gaya Hidup
  • Kunjungi MOJOK.CO
Home Kampus Loker

Petani di Luwung Pasuruan Begitu Merana, Saya Jadi Ogah Bertani seperti Bapak

Ageng Rachmad oleh Ageng Rachmad
3 Februari 2024
A A
Petani di Luwung Pasuruan Begitu Merana, Saya Jadi Ogah Bertani seperti Bapak Mojok.co

Petani di Luwung Pasuruan Begitu Merana, Saya Jadi Ogah Bertani seperti Bapak (unsplash.com)

Share on FacebookShare on Twitter

Saya adalah anak petani di Luwung Pasuruan. Sedari kecil saya sudah diingatkan oleh bapak dan ibu kalau menjadi petani itu tidak enak. Mereka bukannya malu dengan pekerjaan ini ya, kenyataannya menjadi petani di Luwung Pasuruan benar-benar menderita. Itu mengapa ibu selalu mengingatkan saya untuk sekolah setinggi mungkin supaya punya nasib yang berbeda. 

Sesuai harapan ibu, saya saat ini kuliah di Universitas Jember dan jarang sekali berurusan langsung dengan sawah milik bapak. Walau asing dengan dunia pertanian di Luwung, bukan berarti saya tutup mata dan telinga dengan penderitaan yang dialami petani di sana. 

Sejauh pengamatan saya selama ini, bertani punya tantangan yang besar, baik dari internal maupun eksternal. Bertani memerlukan modal yang tidak sedikit, sementara daerah Luwung sering dilanda banjir. Itu mengapa kebanyakan petani di Luwung Pasuruan lebih sering buntung daripada untung. 

Sawah para petani di Luwung Pasuruan rutin dilanda banjir

Sawah-sawah di Luwung dibagi menjadi empat kawasan. Petani setempat menyebutnya dengan lor embong (utara jalan), sawah kulon omah (barat rumah), sawah tengah rowo (tengah rawa), dan  sawah lor dusun (sawah utara dusun). Nah, sawah-sawah yang berada di kawasan tengah rowo dan sawah lor dusun inilah yang rutin dilanda banjir tiap musim hujan.

Dua area sawah itu dekat dengan hilir Sungai Kedungringin dan Sungai Mambang. Itu mengapa dua kawasan ini lebih rawan kena banjir daripada kawasan lain. Petani yang seharusnya bisa memanen padinya 3-4 kali dalam setahun, hanya bisa panen sebanyak 2 kali dalam setahun. Kondisi ini jelas merugikan dan menekan pendapatan kelompok tani.

Sawah yang kurang produktif punya efek domino pada kondisi finansial kelompok tani dan petani. Mereka jadi tidak memiliki cukup modal untuk mengembangkan sawahnya. Kalau modal saja tidak ada, lantas apa yang mau dijual?

Modalnya cukup besar

Asal tahu saja, menjadi petani di Luwung Pasuruan memerlukan dana yang tidak sedikit. Biasanya para petani memerlukan dana lebih Rp3 juta untuk mengolah lahan mulai dari bibit hingga panen. Hitungan itu untuk sawah berukuran 3 hektar seperti milik bapak saya. 

Di musim kemarau, sawah seluas 3 hektar itu menghasilkan sekitar 1,2 ton gabah, nilainya ditaksir Rp14 juta. Angka tersebut belum dikurangi oleh biaya-biaya pengelolaan tadi. Setidaknya hasil bersih sawah bapak saya mencapai sekitar Rp10 juta di musim kemarau. . 

Baca Juga:

Kalau Mau Menua dengan Tenang Jangan Nekat ke Malang, Menetaplah di Pasuruan!

Taman Safari Prigen, Tempat Wisata yang Bikin Saya Emosi dan Nggak Mau Ke Sana Lagi

Angka itu jauh lebih baik daripada ketika musim hujan. Saat musim hujan, biasanya hanya setengah dari lahan tersebut yang bisa ditanami karena setengah lainnya terendam banjir. Itu mengapa sawah ayah bapak saya hanya bisa menghasilkan sekitar Rp7-8 juta saat musim hujan. Jika dihitung hasil bersihnya, sekitar Rp10.425.000 per musim kemarau. 

Sekilas angkanya terlihat besar, tapi ingat, proses bibit hingga panen memerlukan waktu hingga 6 bulan. Hitungan saya secara kasar, dalam sebulan petani Luwung Pasuruan berpenghasilan sekitar Rp1,7 juta saja. Angka yang sangat jauh di bawah UMK Kabupaten/Kota Pasuruan. 

Menanam pohon mangga, siasat petani di Luwung Pasuruan 

Melihat kondisi tersebut, kelompok tani Luwung bersiasat dengan menanam pohon mangga selain bertani padi. Pada 2019-2021 setidaknya sudah ada 8 petani yang mulai menanam pohon mangga di sawah miliknya, termasuk ayah saya sendiri. Mereka memberi jarak sekitar 4-5 meter antar pohon supaya lahan yang kosong itu tetap bisa ditanami padi. 

Siasat menanam pohon mangga ini digadang-gadang petani Luwung Pasuruan sebagai investasi jangka panjang. Masalahnya, para petani tidak begitu mahir merawat pohon mangga karena sudah terbiasa dengan padi. Mereka juga tidak memiliki relasi dengan tengkulak atau agen buah mangga. Akhirnya mereka menjual hasil panen mangga secara mandiri yang mana malah tidak laku. Kerugian pun tidak terhindarkan. 

Ujung-ujungnya, para petani di Luwung Pasuruan itu menyewakan lahannya ke petani spesialis mangga yang berasal dari luas dusun. Mereka memang magir betul soal mangga, mulai dari cara merawatnya hingga tahu soal distribusinya. Secara hitung-hitungan, menyewakan lahan sebenarnya tidak begitu menguntungkan. Bapak saya misalnya, menyewakan 106 pohon mangga disewakan selama 5 tahun dengan harga Rp10 juta. 

Akan tetapi, saya rasa itu pilihan terbaik saat ini. Toh kebanyakan petani berusia tidak lagi muda, cara menyewakan seperti ini bisa jadi tambahan pasif income tanpa harus mengeluarkan banyak tenaga. Apalagi anak-anaknya atau orang muda di dusun banyak yang tidak tertarik mengolah sawah, termasuk saya. 

Penulis: Ageng Rachmad
Editor: Kenia Intan

BACA JUGA Stop Dorong Anak Muda Indonesia Jadi Petani, Nanti Mereka Jatuh ke Jurang

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.

Terakhir diperbarui pada 3 Februari 2024 oleh

Tags: luwung pasuruanmanggaPasuruanpetani di luwung pasuruanpetani padisawah
Ageng Rachmad

Ageng Rachmad

Penulis freelance

ArtikelTerkait

5 Hal yang Bisa Dibanggakan oleh Warga Pasuruan Terminal Mojok

5 Hal Soal Pasuruan yang Bisa Dibanggakan oleh Warganya

25 Oktober 2022
Sawah Hilang, Data Bertambah: Trik Sulap LP2B Ala Jember

Sawah Hilang, Data Bertambah: Trik Sulap LP2B Ala Jember

18 September 2025
Nasib Sepetak Sawah di Tengah Kota Jogja yang Sudah di Ujung Tanduk, Tinggal Menunggu Waktu untuk Berubah Jadi Bangunan

Nasib Sepetak Sawah di Tengah Kota Jogja yang Sudah di Ujung Tanduk, Tinggal Menunggu Waktu untuk Berubah Jadi Bangunan

1 Agustus 2024
Kasta Tempat Duduk di Kopi Klotok Jogja terminal mojok.co

Kasta Tempat Duduk di Kopi Klotok Jogja

13 November 2021
Di Desa Saya, Orang yang Beli Beras Bakal Dianggap Miskin

Di Desa Saya, Orang yang Beli Beras Bakal Dianggap Miskin

6 Mei 2022
Review Djarum 76 Mangga: Rokok Ramah Lingkungan dan Perut Kosong

Review Djarum 76 Mangga: Rokok Ramah Lingkungan dan Perut Kosong

30 Juli 2023
Muat Lebih Banyak
Tinggalkan Komentar

Terpopuler Sepekan

Mengenal ITERA, Kampus Teknologi Negeri Satu-satunya di Sumatra yang Sering Disebut Adik ITB

Mengenal ITERA, Kampus Teknologi Negeri Satu-satunya di Sumatra yang Sering Disebut Adik ITB

20 Desember 2025
Keluh Kesah Mobil Warna Hitam. Si Cakep yang Ternyata Ribet

Keluh Kesah Mobil Warna Hitam. Si Cakep yang Ternyata Ribet

19 Desember 2025
Daihatsu Gran Max, Si "Alphard Jawa" yang Nggak Ganteng, tapi Paling Bisa Diandalkan Mojok.co

Daihatsu Gran Max, Si “Alphard Jawa” yang Nggak Ganteng, tapi Paling Bisa Diandalkan

25 Desember 2025
Motor Honda Win 100, Motor Klasik yang Cocok Digunakan Pemuda Jompo motor honda adv 160 honda supra x 125 honda blade 110

Jika Diibaratkan, Honda Win 100 adalah Anak Kedua Berzodiak Capricorn: Awalnya Diremehkan, tapi Kemudian jadi Andalan

20 Desember 2025
Nggak Punya QRIS, Nenek Dituduh Nggak Mau Bayar Roti (Unsplash)

Rasanya Sangat Sedih ketika Nenek Saya Dituduh Nggak Mau Bayar Roti Terkenal karena Nggak Bisa Pakai QRIS

21 Desember 2025
Banyuwangi: Ditinggal Ngangeni, Ditunggui Bikin Sakit Hati

Banyuwangi: Ditinggal Ngangeni, Ditunggui Bikin Sakit Hati

20 Desember 2025

Youtube Terbaru

https://www.youtube.com/watch?v=SiVxBil0vOI

Liputan dan Esai

  • Rp9,9 Triliun “Dana Kreatif” UGM: Antara Ambisi Korporasi dan Jaring Pengaman Mahasiswa
  • Sempat “Ngangong” Saat Pertama Kali Nonton Olahraga Panahan, Ternyata Punya Teropong Sepenting Itu
  • Pantai Bama Baluran Situbondo: Indah tapi Waswas Gangguan Monyet Nakal, Itu karena Ulah Wisatawan Sendiri
  • Talent Connect Dibimbing.id: Saat Networking Tidak Lagi Sekadar Basa-basi Karier
  • Ironi Perayaan Hari Ibu di Tengah Bencana Aceh dan Sumatra, Perempuan Makin Terabaikan dan Tak Berdaya
  • Kisah Kelam Pasar Beringharjo Jogja di Masa Lalu yang Tak Banyak Orang Tahu

Konten Promosi



Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Tulisan
Ketentuan Artikel Terminal
Kontak

Kerjasama
F.A.Q.
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Anime
    • Film
    • Musik
    • Serial
    • Sinetron
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Gadget
    • Game
    • Kecantikan
  • Kunjungi MOJOK.CO

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.