Pesan Moral yang Bisa Dipetik dari Kangen Band untuk Indonesia

Pesan Moral yang Bisa Dipetik dari Kangen Band untuk Indonesia Terminal Mojok

Pesan Moral yang Bisa Dipetik dari Kangen Band untuk Indonesia (Pixabay.com)

Jika ada band yang melakukan gebrakan di kancah musik Indonesia pada tahun 2004, Kangen Band adalah salah satunya. Sayang seribu kali sayang, jika gebrakan sering kali identik dengan cara baru yang bisa memberikan napas segar atau inovasi baru yang disambut dengan gembira, Kangen Band justru tidak hadir dengan kesan seperti itu pada awal kariernya.

Waktu itu saya masih duduk di kelas 5 SD ketika grup band asal Lampung ini mulai tenar membawakan lirik-lirik lagu mereka yang mendawai dengan alunan musik pop Melayu. Lirik lagu mereka terdengar di mana-mana.

Tulis cerita
Tentang aku dan dia
Sehingga membuatmu terluka
Sudah usai sudah
Jangan menangis lagi

Lirik lagu yang sekarang saya akui mampu menyayat hati ini, dulu disukai sekaligus dibenci banyak orang. Kehadiran Kangen Band bagaikan sebuah anomali. Mereka berbeda dengan apa yang ditawarkan oleh band lain seperti Peterpan (Noah), Dewa, Padi, Sheila on 7, dll., band-band dengan vokalis bersuara bagus, lagu puitis, dan tentunya penampilan tampan, bak syarat wajib iklan-iklan lowongan kerja sekarang.

Kangen Band berbeda dari Sheila on 7 yang begitu digandrungi masyarakat pada masanya (Bonma Suriya/Shutterstock.com)

Sebaliknya, lagu Kangen Band dianggap sebagai “lagu banci” dengan vokalis yang dijuluki “babang tamvan” oleh beberapa orang baru-baru ini. Ketika pertama kali muncul, suara Andika, sang vokalis Kangen Band pun dianggap fals.

Kebencian banyak orang pada Kangen Band waktu itu menurut saya menggambarkan bagaimana karakter masyarakat kita yang mudah membenci sesuatu tanpa pendirian, meremehkan karya lokal, dan suka membohongi diri sendiri.

Jangan membenci sesuatu karena ikut-ikutan

Perihal benci terhadap Kangen Band yang mungkin sempat bersemayam dalam pikiran kita, saya yakin itu bukan seratus persen berasal dari diri sendiri, melainkan pengaruh orang lain pada waktu itu. Saya baru menyadari kalau hal itu salah. Semudah itu kita bisa tergiring pada kebencian dan mengejek masa lalu orang yang tidak kita ketahui akar masalahnya.

Ego seseorang yang sedang atau masih mengalami masa puber akan mencari hal mana yang dianggap keren di mata orang banyak. Kita tentu tidak bisa mengakui betapa bagus dan easy listening-nya lagu Kangen Band karena takut dibully teman-teman sekitar kita. Padahal kalau diingat, sebetulanya ada beberapa lagu Kangen Band yang hits pada waktu kemunculan mereka. Bahkan mungkin ada satu atau dua lagu Kangen Band yang pernah kita simpan di hape Nokia atau Sony Ericsson kita zaman dulu dan pernah diputar berkali-kali. Hayo, ngakuuu.

Kebiasaan ikut-ikutan tidak berprinsip ini tampaknya menimbulkan bahaya laten yang sepertinya menjadi bom waktu bagi satu generasi masyarakat Indonesia. Jika seangkatan dengan saya, para pembenci Kangen Band itu berarti sudah berusia 19 tahun saat 2014 tiba. Usia tersebut sudah masuk kriteria pemilih aktif Pemilu. Hal ini tergambar pada situasi ketika Pilpres 2014 dan 2019 lalu di mana banyak black campaign yang disulut oleh beberapa orang tak bertanggung jawab dan diikuti banyak orang yang tidak kritis dan menyebarkan hoaks sampai ke sela-sela grup WhatsApp keluarga.

Banyak hoaks bertebaran jelang Pilpres 2014 dan 2019 lalu (Unsplash.com)

Dari fenomena yang terjadi itu, tidak menutup kemungkinan para pembenci Kangen Band dulu ikut andil dalam menyebarkan kebencian pada Pilpres lalu. Atau memang generasi kita yang sering menyimpulkan sesuatu tanpa observasi terlebih dahulu? Sudah berapa banyak orang di lingkungan kita—atau malah termasuk kita sendiri—yang masih sering tergiring opini liar?

Jangan meremehkan karya lokal

Kehadiran band bergenre pop Melayu dengan lirik menye-menye tentu tidak seirama dengan band-band popular yang naik daun kala itu. Grup band Indonesia pastilah berkiblat ke band-band mancanegara macam Linkin Park, Avenged Sevenfold, Muse, Guns N’ Roses, dll.

Faktanya, Kangen Band dengan lagu Melayunya dianggap tidak mbois. Lagu dengan genre pop Melayu seolah tidak punya tempat di negeri ini. Padahal bahasa Melayu adalah akar dari bahasa persatuan kita, bahasa Indonesia. Sebetulnya gaya dan bahasa yang dipakai pada lagu-lagu Kangen Band sangatlah dekat dengan kita, tetapi kita tidak menyadari potensinya.

Tak heran jika waktu itu industri musik Indonesia tergerus perlahan oleh budaya musik boyband dan girlband asal Korea Selatan. Hal tersebut berlangsung hingga tahun 2019 sampai mencuatnya legenda musik Didi Kempot yang berhasil menembus hati para generasi muda lewat lagu campursari berbahasa Jawa. Kehadirannya lantas diikuti penyanyi berbahasa Jawa muda lainnya seperti Denny Caknan, Ndarboy Genk, Guyon Waton, dll.

Kangen Band mengajarkan pada kita semua untuk tidak meremehkan musisi lokal (Unsplash.com)

Yang terbaru, lagu-lagu berbahasa lokal dari daerah timur Indonesia pun sudah mulai membanjiri kontestasi musik Indonesia. Kita tentunya sudah mendengar lagu yang berjudul “Janji Putih” dengan kata khas beta atau “I Love Mama Mantu” dari Bulan Sutena yang mulai mendapat tempat di hati masyarakat Indonesia.

Seperti kata pepatah, “Kita tidak akan tahu betapa berartinya seseorang sampai kita kehilangannya.” Itulah yang bisa menggambarkan rasa kerinduan masyarakat Indonesia kepada karya-karya lokal seperti Didi Kempot atau yang lainnya setelah hilang sekian purnama. Rasa kangen itu juga dialami oleh Kangen Band. Ketika band asal Lampung ini kembali berkarya, lagu “Cinta Sampai Mati” yang mereka bawakan sampai sekarang masih masuk trending YouTube. Sempat dibenci, sekarang dirindukan.

Jujur dan apa adanya

Tabahkanlah hatimu
Oleh siksa orang tuamu
Ku yakin kita mampu
Bila kita saling menunggu

Jika diresapi, kejujuran Kangen Band dalam menuliskan lirik pada lagu “Penantian yang Tertunda” tersebut harusnya diartikan bahwa mereka berkarya dengan apa adanya. Bukan dengan cara membohongi diri sendiri dengan bergaya jadi seperti orang lain yang menggunakan kata-kata puitis.

Lirik lagu yang entah jujur, apa adanya, atau malah polos di atas tidak akan kita temui pada lirik lagu band-band luar terkenal macam Avenged Sevenfold atau Guns N’ Roses. Kita tidak akan menemukan lirik lagu berbahasa Inggris seperti di bawah ini pada lagu-lagu Avenged Sevenfold atau Guns N’ Roses.

Please, be patient
From your parent’s torture

Sepertinya Matt Shadows atau Axl Rose malu untuk menyanyikan lirik lagu seperti itu. Rocker macam apa nanti kata orang. Tidak segamblang Andika yang jujur, kalau ambyar ya ambyar. Kangen Band pede saja membawakan lagu yang memang sejalan dengan realitas kehidupan.

Dari penjabaran di atas, sebaiknya kita bisa belajar dari apa yang terjadi antara masyarakat Indonesia dan Kangen Band dahulu. Bahwa membenci sesuatu tanpa pendirian, meremehkan karya lokal, dan membohongi diri sendiri bukanlah sikap yang baik. Itu semua bisa dijadikan pembelajaran untuk generasi muda dalam menjalani kehidupan. Faktanya, Kangen Band dengan segala proses pahitnya, sekarang mulai diakui, diterima, dan mendapat tempat hati di masyarakat Indonesia. Nasib yang mungkin berbeda dialami oleh penghujatnya dulu.

Penulis: Deddy Perdana Bakti
Editor: Intan Ekapratiwi

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
Anda penulis Terminal Mojok? Silakan bergabung dengan Forum Mojok di sini.
Exit mobile version