Pertashop dan Pertamini Itu Nggak Musuhan, Asal Nggak Jual Pertalite dan Ada Ketegasan dari Pertamina

Pertashop nggak musuhan sama Pertamini (Unsplash)

Pertashop nggak musuhan sama Pertamini (Unsplash)

Puji syukur, kematian Pertashop atas keterlambatan mengumpulkan PBG SLF diundur entah sampai kapan. BBM yang dipesan kemarin sudah muncul hilal bahwa akan segera dikirim. Nafas lega para pengelola sangat terasa, paling nggak untuk beberapa saat ke depan.

Saya nggak tahu apa yang menyebabkan Pertamina melunak. Namun, menurut pendapat saya, paling nggak, ada beberapa kemungkinan yang menyebabkan kelonggaran ini terjadi.

Yang pertama, hasil jerih upaya puluhan pengelola Pertashop yang bertandang ke Komisi VII DPR RI. Kedua, atas kesadaran Pertamina sendiri bahwa ada benang kusut yang harus segera dibenahi sebelum menagih dokumen tersebut. Ketiga, karena esai saya yang dibaca pihak Pertamina. Tapi kayaknya yang terakhir itu hanya angan-angan saya saja.

Kalau informasi yang saya dapat dari Paguyuban Pengusaha Pertashop Jateng-DIY, katanya sih pihak Pertamina sudah berkoordinasi lintas Kementerian (Kemendagri, PUPR, BKPM, ESDM, dll) dalam dua bulan terakhir. Katanya juga sudah ada kesepakatan awal yang tinggal dikoordinasikan lagi agar menjadi kesepakatan final.

Nah, pada kesempatan kali ini izinkan saya membahas tuntutan lain dari pengusaha Pertashop saat ramai-ramai mengadu ke Komisi VII DPR RI tanggal 10 Juli kemarin. Yang ingin saya bahas kali ini adalah masalah pedagang bensin eceran, atau yang biasa dikenal di kalangan masyarakat dengan sebutan “Pertamini”.

Pertamini jangan salah paham dulu

Salah satu isu yang menjadi perhatian bersama para pengelola Pertashop adalah Pertamini. Isu tersebut tertuang ke dalam poin 2 dan 3 dari 8 tuntutan ke Komisi VII DPR RI. Poin 2 sendiri berkaitan dengan menertibkan pedagang bensin eceran yang menjual BBM bersubsidi. Sementara itu, poin 3 itu tentang percepatan penetapan regulasi penjualan BBM bersubsidi.

Kami ingin pemerintah segera menertibkan Pertamini. Yah, minimal, ada regulasi yang jelas dan nggak merugikan semua pihak. Pasalnya, kalau tidak membaca 2 tuntutan ini secara teliti dan hati-hati, orang bisa beranggapan bahwa pengusaha Pertashop benci dan ingin pengusaha kecil seperti Pertamini dibasmi.

Bahkan, menurut Adian Napitupulu sebagai salah satu anggota Komisi VII DPR RI, permasalahan ini akan menyisakan dendam antara Pertashop dan pedagang eceran. Sisanya bisa terjadi pertikaian yang berujung tragis.

Nah, di sini, saya merasa perlu meluruskannya supaya pengusaha Pertamini tidak salah paham. Kedua tuntutan di atas sama-sama menyebutkan kata “bersubsidi”. Artinya, yang ingin pengusaha Pertashop tuntut untuk ditertibkan adalah Pertamini penjual BBM bersubsidi. Begitu.

Pengusaha Pertashop memahami jasa Pertamini kepada pengguna kendaraan bermotor 

Baik Pertashop maupun SPBU reguler sudah pasti memiliki aturan terkait jarak bangunan. Yah, walaupun pada kenyataannya untuk saat ini ada yang nggak patuh. Hal itu juga menjadi perhatian para pengusaha Pertashop dan turut mengisi delapan tuntutan, tapi bukan itu yang ingin saya bahas.

Di sela-sela jarak SPBU resmi berlambangkan Pertamina itu terdapat kekosongan penjual BBM. Di situlah bertengger Pertamini sebagai penyedia BBM di luar jangkauan Pertamina. Terkesan seperti memanfaatkan keadaan, namun keberadaan mereka berguna bagi masyarakat yang membutuhkan BBM.

Berkat keberadaan Pertamini itulah pemotor nggak perlu lagi menuntun kendaraannya jauh-jauh. Apalagi kalau kontur jalannya naik dan turun, bisa bengkak itu kaki. Belum lagi kalau yang kehabisan bensin adalah mobil. Duh, nggak sanggup saya membayangkannya.

Ada jasa Pertamini yang dirasakan Pertashop

Sebagai seseorang yang berprofesi sebagai operator Pertashop, saya mengamati bahwa sebenarnya yang membuat penjualan kala disparitas harga masih terbilang wajar dulu, ya, Pertamini. Para pedagang rumahan itu berbondong-bondong membeli Pertamax, satu-satunya BBM yang dijual di Pertashop.

Ada yang membawa jeriken sedang dan membeli 20 liter tiap 2 atau 3 hari. Beberapa juga membeli dengan dua jeriken besar dengan bantuan bronjong anyaman dengan pembelian 35 liter per jerikennya. Tentu saat itu, nggak bisa dimungkiri bahwa ada jasa Pertamini atas harum manisnya omzet yang sempat kami nikmati.

Dari sini kita dapat menarik kesimpulan bahwa sebenarnya kami nggak ada masalah. Bahkan sangat diuntungkan dengan keberadaan Pertamini yang tersebar di sekitar usaha Pertashop kami. Dengan catatan, persaingan harus seimbang dengan sama-sama menjual produk yang sama.

Pengusaha Pertashop yang pontang-panting mengurus perizinan saja cuma dibolehkan menjual Pertamax. Sementara itu, Pertamini yang hanya bermodal botol kaca atau pompa bisa seenaknya menjual produk bersubsidi. Padahal, dari segi harga dan keakuratan takaran, pompa Pertashop lebih terjamin karena ada sertifikasi dari dinas perdagangan setempat.

Cara Pertamini mendapatkan BBM bersubsidi

Pembelian BBM bersubsidi saat ini hanya bisa dilakukan di SPBU reguler. Upaya Pertamina dalam memperketat penyaluran BBM bersubsidi juga sudah dilakukan. Namun, masih ada saja oknum-oknum SPBU yang mempermudah akses para Pertamini untuk menjual barang bantuan pemerintah itu.

Ada yang membeli BBM bersubsidi dengan mobil atau sepeda motor dengan tangki besar atau dimodifikasi. Di lain tempat, ada SPBU nakal yang menerima bayaran lebih untuk akses pembelian BBM bersubsidi menggunakan jeriken. Bahkan ada juga yang mengantar BBM bersubsidi ke warung-warung dengan menambah sedikit harga per liter sebagai ongkos kirim.

Dari segi keketatan aturan, ada SPBU yang dengan ketat membatasi pembelian BBM bersubsidi. Tapi, ada juga yang cuek. Mungkin yang membuat adanya perbedaan di antara keduanya adalah seberapa takut pemiliknya dengan ancaman tersebut.

Tidak ada ketegasan

Pertamini memaksakan diri untuk menjual BBM bersubsidi. Padahal, mereka sendiri tahu bahwa hal tersebut melanggar aturan perundang-undangan. Kalau mau dikaji alasannya, sebenarnya ya, nggak ada alasan lain selain karena penertiban dari pihak berwenang yang kurang beres.

Padahal stiker aturan BPH Migas terkait larangan menjual kembali BBM sudah terpasang di SPBU reguler. Aturan dan ancamannya jelas, namun hanya sebatas sekumpulan kata yang membentuk kalimat saja. Nggak ada penindakan yang bisa membentuk rasa jera. Pelanggar aturan kok hanya dikasih ancaman lewat kata-kata, ya nggak mempan!

Memang, membersihkan pelanggaran yang sudah mendarah daging sangatlah susah. Apalagi kalau di belakang mereka ada bekingan-bekingan dari pemkab, seperti yang disampaikan Ribka Tjiptaning saat bertemu dengan para pengelola Pertashop pekan lalu.

Pengendalian penyaluran BBM bersubsidi ini harus dicarikan cara agar hanya pengguna kendaraan bermotor dengan batasan yang wajar saja yang bisa membeli jenis BBM yang dibantu oleh pemerintah ini. Susah? Kayaknya, tapi saya yakin, dengan kekuatan Pertamina dan pihak berwenang lainnya, pasti masalah ini dapat diselesaikan secara tuntas.

Penulis: Muhammad Arif Prayoga

Editor: Yamadipati Seno

BACA JUGA Pertamina Harus Tahu, Bisnis Pertashop di Ambang Kematian

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.

Exit mobile version