Jalur kereta tanpa palang pintu membahayakan banyak pengguna jalan, begitu pula perempatan jalan yang ramai tetapi nggak difasilitasi sebuah lampu lalu lintas. Fenomena inilah yang akhirnya membuat saya resah, apalagi saat saya harus melintasi perempatan Madukismo yang ramai itu. Oke, biar saya perjelas dulu kalau perempatan yang saya maksud adalah perempatan dekat gedung pertemuan Madu Candhya, atau pertemuan dari Jalan Padokan, Jalan Madukismo, dan Jalan Mrisi.
Daftar Isi
Jalur alternatif
Saya terbiasa memilih melewati perempatan Madukismo ini karena ini merupakan jalur alternatif. Sebab, walaupun Ring Road Selatan boleh dibilang sebagai jalur tercepat, saya masih takut kalau harus melintasinya pada jam kerja yang biasanya bakal macet dan banyak pengendara ugal-ugalan.
Sayangnya, sama seperti jalur alternatif lainnya, saat menuju perempatan Madukismo ini saya harus melewati jalan yang aspalnya tambal sulam—yang jelas nggak rata—dan jalan yang berkelok disertai tembusan jalan keluar dari arah kampung.
Oh ya, daerah di sekitaran perempatan Madukismo ini juga minim penerangan dan langganan tergenang air saat hujan. Sungguh sebuah penderitaan yang lengkap bagi pengendara yang melintas di sini. Semua itu harus saya lewati untuk menemui fase paling menegangkan, yakni perempatan Madukismo yang tak ada lampu lalu lintasnya.
Harus ekstra hati-hati berkendara di perempatan Madukismo
“Medeni, lek! Kok nggak ono lampu merah e, to?” protes teman saya ketika kami berkendara melintasi perempatan Madukismo menuju rumah saya.
Apa yang diucapkan teman saya memang benar. Perempatan ini dibiarkan begitu saja tanpa lampu lalu lintas. Dan itu sangat membahayakan, utamanya bagi mereka yang belum terlalu mengenal daerah ini.
Kita nggak pernah tahu apa yang dipikirkan pengendara lain saat kita hendak berbelok misalnya. Bisa saja pengendara lain tetap menarik gas lalu memaksa kita mengalah dan harus membelokkan stang lebih dalam. Atau, kita akan dibuat sama-sama terkejut dan berhenti di tengah perempatan jalan untuk sepersekian detik. Jadi, pengendara harus ekstra fokus dan berhati-hati di sini.
Kejadian semacam ini nggak cuma terjadi sekali atau dua kali, lho. Saya kerap mengalaminya sendiri tiap kali melewati perempatan Madukismo. Tak jarang ada juga pengendara yang ingin berbelok membeli camilan pagi hari di Pasar Desa Nirmala, tapi berbelok sangat mepet dengan titik temu perempatan. Alhasil pengendara lain harus siap menarik rem dan mengarahkan stang ke arah lain.
Anak sekolahan bikin situasi makin runyam
Selain nggak ada lampu lalu lintas, hal lain yang juga mempersulit pengendara di perempatan Madukismo adalah kereta pengangkut penumpang ke arah pabrik gula yang masih beroperasi setiap pagi dan sore. Sebenarnya saya nggak masalah sih sama kereta yang lewat ini, wong memang masih diperlukan. Masalahnya yang jadi bahaya adalah anak-anak sekolah yang berada di sisi jalan dan kadang berlarian menghampiri kereta ini.
Duh, sudah jalan di perempatan ini nggak rata, banyak anak-anak pula. Kalau lewat sini saat jam berangkat dan pulang kerja kudu banyak-banyak sabar, deh.
Hari biasa aja perempatan Madukismo ini cukup ramai, ya, coba bayangkan kalau di gedung pertemuan Madu Candhya ada acara. Apa nggak tambah ruwet lewat sini? Selain itu, di dekat perempatan ini juga ada dua tempat pemberhentian Trans Jogja. Kebayang nggak sih kalau lewat sini mumetnya kayak gimana? Udah nggak ada lampu lalu lintas, jalannya ramai, rentan kecelakaan pula.
Saran agar perempatan Madukismo lebih aman dan nyaman dilewati pengendara
Keresahan saya terhadap betapa bahayanya perempatan Madukismo ini kemudian membuat saya kepikiran, gimana seandainya perempatan ini diberi lampu lalu lintas? Ini harus dilakukan untuk mengantisipasi kecelakaan gitu, lho.
Seumpama nggak bisa diberi fasilitas lampu lalu lintas, minimal ada polisi yang berjaga di area ini lah. Coba deh pak polisi, tolong berjaga di perempatan ini setiap jam berangkat dan pulang kerja. Saya rasa kehadiran bapak akan sangat berguna bagi para pengendara yang melintasi perempatan ini.
Atau jangan-jangan perempatan Madukismo satu ini memang sengaja didesain sedemikian rupa karena merupakan bagian dari rintangan Benteng Takeshi Bantul? Ah, itu dia, itu dia!
Penulis: Cindy Gunawan
Editor: Intan Ekapratiwi
BACA JUGA Tak Ada yang Lebih Tabah dari Pengguna Jalan Perempatan Gedangan Sidoarjo.
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.