Perempatan Gedangan Bukti Pemkab Sidoarjo Hobi Membiarkan Masalah, Bertahun-tahun Ruwet dan Menguji Mental Banyak Orang

Perempatan Gedangan Bukti Pemkab Sidoarjo Hobi Membiarkan Masalah, Bertahun-tahun Ruwet hingga Menguji Mental Banyak Orang Mojok.co

Perempatan Gedangan Bukti Pemkab Sidoarjo Hobi Membiarkan Masalah, Bertahun-tahun Ruwet hingga Menguji Mental Banyak Orang (wikipedia.org)

Banyak hal yang baru di Sidoarjo, termasuk bupatinya. Namun, ada satu hal yang tetap sama dari dahulu sampai sekarang, yakni Perempatan Gedangan Sidoarjo. Di sana masih saja ruwet. Manusia silver masih mengais rezeki di aspal. Sesekali mereka harus mengalah pada kendaraan-kendaraan yang tak ragu menyerobot lampu merah. Polusi udara tetap pekat, tak ada penghijauan, bunyi klakson truk masih sama, dan umpatan pengendara tak pernah berjeda dari pagi hingga malam.

Kemacetan lalu lintas yang terjadi setiap hari selama belasan tahun di Gedangan adalah hal yang tidak normal, jelas ada yang salah. Paling mudah memang menyalahkan budaya berkendara yang amburadul, persis seperti kata Caraka Wahyu lewat tulisannya di Terminal. Saya tidak sepakat kalau budaya berkendara dijadikan salah satu alasan kemacetan di Gedangan. Karena, satu-satunya yang layak disalahkan hanya Pemkab Sidoarjo, dan ini beberapa alasannya.

Proyek yang tak kunjung usai

Istilah “tuwek nang dalan” yang biasanya dipakai warga Sidoarjo untuk menggambarkan Perempatan Gedangan itu nyata. Saya pindah ke Gedangan saat anak mbarep (tertua) saya masih TK, sekarang anak saya sudah kuliah. Rambut saya sekarang sudah mulai beruban. Sementara Perempatan Gedangan masih awet dengan keruwetannya. Salah satunya yang bikin ruwet adalah proyek pembangunan jalan yang tak segera beres. 

Meskipun pembangunan infrastruktur di Gedangan terlalu lambat, tapi saya sedikit mengapresiasi kinerja Pemkab Sidoarjo yang mulai kelihatan kerja melanjutkan proyek bupati sebelumnya. Mereka melanjutkan betonisasi di Jalan Ketajen yang terhubung ke Perempatan Gedangan. Jalan Ketajen adalah salah satu akses jalan yang membawa truk-truk besar keluar-masuk dari perempatan Gedangan menuju pabrik dan pergudangan. 

Karena dilewati kendaraan-kendaraan besar setiap waktu, jalan aspal cepat rusak dan berlubang sehingga menghambat arus lalu lintas. Sayangnya, proyek betonisasi ini seolah menyedot seluruh energi Pemkab, sampai-sampai lupa dengan proyek yang tak kunjung usai, yaitu jalan frontage. Padahal, menurut saya ini kunci untuk mengurai kemacetan di Gedangan.

Mengutip Detikjatim, pengerjaan jalan frontage yang menghubungkan Gedangan ke Buduran belum maksimal. Bahkan, ada galian bekas tiang listrik yang dipindahkan dibiarkan begitu saja. Belum lagi kondisi lampu jalan belum berfungsi membahayakan roda dua yang melintas di malam hari. Proyek frontage yang fungsinya untuk memecah kemacetan belum tuntas. Keberadaan proyek betonisasi sudah pasti dalam proses pengerjaannya mengganggu laju arus lalu lintas di Perempatan Gedangan. 

Seharusnya, kalau ada proyek besar seperti itu, mestinya dipikirkan juga soal pengalihan arus, jam pengerjaan proyek atau apapun itu. Saya heran, Pemkab Sidoarjo seperti tidak memikirkan proses pengerjaan proyek dengan serius. Atau, jangan-jangan, pekerjaan Pemkab Sidoarjo yang sesungguhnya adalah menguji mental warganya.

Pemkab Sidoarjo tak mendidik pengendara untuk taat berkendara di Perempatan Gedangan

Pengendara di Gedangan memang banyak yang ngawur, tapi ya gimana lagi, marka jalan saja tidak ada di sana. Bagaimana mungkin pengendara taat lalu lintas kalau tidak ada yang harus ditaati. Padahal, marka ini tujuannya untuk keselamatan pengendara, apalagi di Gedangan yang selalu dilewati truk-truk besar.

Sudah volume kendaraan di sana tinggi, rambu lalu lintasnya kurang mumpuni. Selain marka jalan yang nggak terlihat, sistem lampu lalu lintasnya tidak diatur serius. Lebih parahnya lagi, tidak pernah ada petugas yang turun langsung mengatur arus lalu lintas yang kacau. Saya tekankan lagi, bukan kurang petugas di titik-titik rawan ya, tapi tidak pernah ada petugas di Perempatan Gedangan. 

Budaya tertib lalu lintas bisa terbentuk jika ada rambu-rambu di jalan yang jelas Apalagi kalau ada petugas yang konsisten mengatur lalu lintas di sana, saya yakin pengguna jalan akan semakin tertib berkendara.

Budaya berkendara langsung berubah saat melewati Bundaran Waru

Dari pengalaman saya sebagai pengendara, ada perasaan enggan setiap kali saya bersiap berangkat ke Surabaya. Enggan karena saya tahu apa yang akan saya hadapi, yaitu Perempatan Gedangan yang semrawut itu. Meski enggan, saya tidak punya pilihan karena harus mengantar anak sekolah sekaligus cari cuan di Surabaya

Akan tetapi, perasaan enggan saya berubah menjadi lega ketika sudah melewati Terminal Bungurasih (letaknya di perbatasan Sidoarjo-Surabaya) dan bertemu Bundaran Waru. Sebab saya tahu, setelah melewati bundaran itu, artinya saya akan segera berjumpa dengan Jalan Ahmad Yani Surabaya. Jalan yang lebih lapang dan rindang. 

Saya akui, memasuki wilayah Surabaya vibesnya memang beda. Polisi lalu lintas selalu standby di pagi hari untuk mengarahkan pengendara. Malah, di jam-jam rawan macet beberapa petugas mengendarai motor trail dengan sigap mengatur laju arus kendaraan. 

Dari pengamatan saya, perilaku berkendara baik roda 4 maupun roda 2 seketika berubah saat masuk ke wilayah Surabaya. Kelakuan mobil pickup pengangkut ayam potong yang biasanya ugal-ugalan di sekitar Gedangan mendadak jadi santun saat masuk di Jalan Ahmad Yani Surabaya.  

Saya dulu berharap ada pohon yang bisa hidup sehat di Jalan Raya Gedangan. Setidaknya kalau tidak ada etika berkendara, estetika di tepi jalan masih bisa mendinginkan ubun-ubun pengendara. Sekarang saya sudah berhenti berharap. Selama Pemkab Sidoarjo tidak pernah bekerja dengan totalitas, rasanya sulit mengubah budaya berkendara menjadi lebih baik di Perempatan Gedangan. 

Penulis: Rina Rina Widowati
Editor: Kenia Intan 

BACA JUGA 4 Alasan Anak Muda Ogah Menetap di Magelang yang Katanya Nyaman.

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.

Exit mobile version