Rumah kece memang penting, tapi bagaimana lokasi rumah tersebut juga nggak kalah penting!
“Living in style, healthy living, harmony living, Senin harga naik…!!!” Sepertinya tidak asing di telinga. Yak betul, itulah tagline iklan properti yang sering ditayangkan televisi kesayangan kita semua. Iklan properti tentu saja dibuat sedemikian rupa demi menarik perhatian pelanggan. Mulai dari embel-embel “rumah minimalis” (harga maksimalis), dekat dengan fasilitas umum, DP 0%, cicilan ringan (yang berakhir entah kapan… hiks), bebas banjir (di musim kemarau), dan tujuan investasi yang sungguh menjanjikan.
Di era digital ini, hampir semua informasi tersedia di berbagai platform media sosial. Akun-akun perencana keuangan banyak membagi ilmu tentang bagaimana cara mengelola keuangan, terutama bagi generasi milenial. Mulai dari simulasi KPR, pembagian pos-pos pengeluaran dengan persentase dari pemasukan, lengkap dengan tips gaya hidup tidak boros.
Selain itu, akun-akun arsitektur, desain dan perencanaan juga banyak diminati warganet. Umumnya mereka menyajikan tips menyiasati hunian yang nyaman dengan lahan terbatas. Lengkap dengan dekorasi rumah nan estetis, motif shabby chic, ataupun desain industrial yang dewasa ini sedang digemari. Tak hanya itu, pilihan furniture mulai dari harga ekonomis hingga model terbaru pun sudah dapat diakses melalui marketplace. Menyenangkan, bukan?
Uang sudah terkumpul. Desain rumah impian sudah dalam bayangan. Warganet dapat menentukan gambaran hunian yang tentunya disesuaikan dengan anggaran. Namun demikian, kerap kali terlewat satu proses pertimbangan pemikiran. Yakni, terkadang kita lalai untuk mengulik kondisi geografis lahan permukiman yang akan kita huni.
Bayangkan, rumahmu sudah jadi, estetis, memperhitungkan pemanfaatan tiap sudut ruangan, mengatur sirkulasi udara sampai intensitas cahaya matahari yang masuk di setiap ruangan. Tiba saatnya musim hujan datang, eh, kebanjiran. Atau air sumurnya mengandung kadar besi yang tinggi. Kan nggak lucu sekali….
Kualitas air tanah, sejarah di masa lampau, atau potensi bencana lain yang kemungkinan dapat terjadi di daerah hunian perlu dikaji. Jangan sampai hanya karena dekat dengan tempat kerja, mal, sekolah, pasar, atau fasilitas umum lainnya membuatmu melupakannya. Nyatanya “the present is the key to the past”. Apa pun yang terjadi di masa lampau, besar kemungkinan akan terjadi lagi di masa kini atau yang akan datang.
Saya pikir informasi tentang pentingnya mengetahui potensi bencana di daerah permukiman di Indonesia belum sebanyak perencanaan keuangan maupun berbagai macam desain rumah. Padahal wilayah Indonesia adalah toserba bencana. Apa saja ada. Mulai dari banjir, tanah longsor, gempa bumi, tsunami, sampai gunung meletus. Lengkap. Nah, bagaimana kita sebagai warga +62 hidup berdampingan dengan bencana yang dapat terjadi kapan saja itu?
Memiliki orang tua yang berlimpah harta merupakan sebuah privilese bagi sebagian anak. Namun, tidak dengan saya. Bapak saya sebagai pensiunan dosen Geografi di Gadjah Mada “hanya” mewariskan ilmu yang dapat dimanfaatkan untuk menentukan lokasi rumah. (Duitnya cari sendiri yha! Wkwkwk) Banyak pesan yang disampaikan, di antaranya.
#1 Melihat lokasi berdasarkan kenampakan fisik lahan.
Penting dan wajib hukumnya untuk mengecek kondisi fisik lingkungan sekitar lokasi rumah. Apakah berada pada posisi kemiringan lereng yang berisiko tanah longsor? Atau berada pada cekungan yang memiliki risiko terjadinya banjir/ genangan? Sebagai orang yang sembada dalam mengarungi kehidupan, Sleman menjadi lokasi yang saya impikan. Tentu saja saya tidak memilih lokasi rumah dekat dengan sungai utama dengan potensi bencana sekunder Gunung Merapi, yakni banjir lahar. Gitu contohnya.
#2 Pentingnya memahami informasi geologi lokasi rumah.
Jangan sampai mendirikan bangunan di area sesar atau patahan yang biasanya menjadi sumber gempa. Perlu diketahui bahwa lempeng bumi yang bergerak 5-10 cm per tahun dapat mengakibatkan sesar/ patahan dan terjadinya gempa bumi. Ingat saat peristiwa gempa Bantul tahun 2006 lalu, kan? Gempa bumi di daratan dengan pusat gempa di dekat Sungai Opak yang berkekuatan 5,9 SR mengakibatkan ratusan ribu bangunan di sekitarnya rusak dan ribuan orang meninggal dunia. Tentu saja saya menghindari lokasi tersebut. Bagaimanapun juga kondisi saat ini merupakan kunci dari masa lalu. Jika pernah terjadi gempa, daerah tersebut berpotensi terjadi lagi di masa yang akan datang.
#3 Sedapat mungkin saya mempelajari kandungan air tanah pada lokasi rumah dengan uji laboratorium.
Atau gampangnya saya tanya Bapak saya saja, di daerah Sleman mana yang kualitas airnya masih layak konsumsi. Sungguh privilese yang tak banyak orang miliki. Meski ada air PAM, purifier, dan teknologi mutakhir lainnya, tapi saya lebih suka air sumur. Bayangin aja betapa segarnya mandi dengan air dari pegunungan. Atau cuci tangan dari air kran yang hangat karena paralonnya terpapar sinar matahari.
#4 Melihat kondisi sekitar lahan hunian.
Apakah ada menara listrik di dekatnya? Selain akan mempengaruhi kesehatan dan barang-barang elektronik, kemungkinan kembrukan bangunan yang tingginya ngadubilah itu, kok, rasanya mengerikan, ya? Ah, mungkin pengaruh nonton film Final Destination, nih.
Bagaimana jarak dengan area pemakaman? Bukan karena angker, takut hantu atau memancarkan aura negatif, ya. Bapak saya menyarankan untuk tidak tinggal dekat dengan area pemakaman dengan pertimbangan kualitas air tanah yang kurang baik. Bayangkan zat-zat kimia dan cairan keluar dari mayat-mayat yang telah membusuk itu mengontaminasi air tanah. Tentu saja berbahaya bagi kesehatan. Apalagi kalau kita memilih lokasi rumah di Sleman yang arah aliran air tanahnya sebagian besar dari utara ke selatan. Area pemakaman ada di utara lokasi rumah? Sebaiknya dihindari, deh.
Menentukan lokasi rumah itu bagaikan memilih pasangan. Akan ketemu kalau memang sudah berjodoh. Nggak usah terburu-buru, pertimbangkan keamanan dan kenyamanan dari sisi Ilmu Geografi seperti yang bapak saya pelajari. Jadi gimana? Tertarik untuk belajar Ilmu Geografi? Minimal berguna untuk hidup berdampingan dengan bencana yang kemungkinan terjadi.
BACA JUGA Sebelum Membangun Rumah dari Awal, Perhatikan Beberapa Hal Berikut Ini dan tulisan Arum Puspitorukmi lainnya.