Saya sepakat bahwa berita putusnya Thariq Halilintar dan Fuji merupakan informasi yang tidak penting-penting amat. Saya yang sehari-hari menghabiskan waktu menonton konten finansial-nya Raditya Dika dan sesekali mengintip liputan dari Asumsi District juga sepakat bahwa Thariq dan Fuji putus, pacaran, balikan, bahkan punya anak pun saya tidak perlu tahu.
Oleh sebab itu, saya tidak pernah menonton konten mereka. Gimana ya, sekali saya melihat konten asmara Thariq Halilintar dan Fuji, algoritma YouTube akan mengantarkan saya pada konten-konten yang serupa. Saya tidak ingin itu terjadi.
Makanya, sampai sekarang, tidak ada konten tentang mereka nongol di beranda YouTube saya. Kecuali jika berita mereka putus diliput oleh media Folkative di medsos yang kebetulan saya ikuti. Mau tidak mau, saya akan tahu berita itu, meskipun tidak akan pernah saya baca utuh.
Selain tidak membaca utuh, saya juga tidak akan pernah berkomentar. Saya tidak suka jika media kelas kakap di Indonesia menulis berita tentang putusnya Thariq Halilintar dan Fuji. Nggak ada manfaatnya, meski mengandung nilai berita.
Penonton Thariq Halilintar dan Fuji setara kapasitas 110 Stadion Maguwoharjo
Sekuat-kuatnya netizen ( termasuk saya) mengatakan bahwa putusnya Thariq Halilintar dan Fuji adalah berita tak penting, itu tidak akan pernah mengubah fakta bahwa di YouTube, konten tersebut sudah mendapatkan 3,5 juta penonton. Itu kalau semua penonton dikumpulin, Thariq Halilintar dan Fuji perlu membangun stadion sebesar Stadion Maguwoharjo sebanyak 110 biji.
Inilah pentingnya kita untuk menyadari bahwa semua berita punya pasarnya masing-masing. Tidak semua orang yang menggunakan medsos itu sama pola pikirnya kayak kita. Suka tontonan yang berbobot dan berbau filosofis seperti konten yang dibuat oleh Hasan Askari atau Ferry Irwandi.
Terkadang mereka hanya ingin menonton sebuah konten hiburan yang membuatnya senang. Konten Thariq Halilintar dan Fuji mungkin selama ini selalu mengisi hari-hari mereka. Ketika sang idola putus, itu adalah bencana. Tanda bahwa konten yang selama ini menghibur dalam waktu dekat akan segera punah.
Mungkin mereka sedih dan para penonton pun sangat kecewa dengan adanya berita tersebut. Oleh karenanya mereka perlu tahu apa penyebab putus. Apa ada alasan yang kuat, atau hanya sekadar ingin mendapatkan sensasi. Bagi mereka itu adalah informasi yang sangat penting ketimbang konten seorang menteri yang mencuci mobil menggunakan selang.
Tidak semua konten harus dikonsumsi
Meskipun demikian, ada jalan tengah yang perlu diketahui oleh netizen YouTube di atas. Ketimbang mengatakan bahwa konten putusnya Thariq Halilintar dan Fuji itu adalah berita “penting” dan harus diumumkan di speaker masjid, saya lebih menyarankan untuk tidak menontonnya.
Fakta bahwa ia berkomentar di video tersebut mengindikasikan bahwa netizen itu adalah bagian dari orang yang duduk di salah satu tribun 110 Stadion Maguwoharjo yang dibangun oleh Thariq Halilintar. Alih-alih cuek dan meninggalkan konten mereka untuk memperbaiki algoritma, orang itu justru menonton dan berkomentar.
Pungkasnya, semua konten yang ada di media sosial bukanlah makanan yang disajikan di atas meja makan kita. Wadah konten adalah warung makan. Kita bebas memilih makanan di warung-warung tertentu yang cara masak dan rasanya sesuai selera lidah kita. Jika sudah tidak suka menu yang disajikan, jangan masuk. Carilah warung yang lain!
Penulis: Muhammad Farih Fanani
Editor: Yamadipati Seno
BACA JUGA Atta Halilintar, Tolong Sudahi Konten yang Terus Bahas Urusan Reproduksi Istrimu!