Begitu tulisan saya “Penjahit Adalah Tukang PHP Nomor Wahid di Dunia” terbit di Terminal Mojok, sejak hari itu pula pro dan kontra dari kalangan penjahit datang ke saya, di antaranya dari teman kuliah dan yang paling ngeri adalah keluarga saya sendiri. Mereka bilang, saya terlalu mengada-ada di tulisan tersebut. Padahal yang saya tulis cuma apa yang lihat sehari-hari.
Salah satu yang paling tidak terima adalah omak saya.
“Aku menjait nggak macam itu kali yo. Kalau aku pandai nulis macam kau nih, udah kubalas tulisan kau ini yo.”
“Leh, Omak baper dio baco tulisan awak.”
“Kau tulis pulaklah tentang duka menjadi penjahit.”
“Nanti yo, Mak. Kalau selero nulis lagi.”
Atas permintaan orang dalam, yakni omak saya sendiri, saya susun tulisan tentang duka apa saja yang selalu diterima oleh penjahit. Saya ingat, para penjahit tidak hanya tukang PHP, mereka sendiri juga korban PHP dari pelanggan-pelanggannya tercinta yang selama ini sudah dianggap sebagai saudara sendiri.
Jika sebagai anak penjahit sedari kecil saya sudah khatam drama yang sering dibuat si penjahit, saya juga hafal betul drama apa saja yang acap kali dibuat pelanggan mereka. Bukan tidak pernah saya ikut emosi dengan tingkah dan tetek bengek yang mereka cipta. Sesungguhnya setiap saat melihat perangai yang mereka lakukan kepada penjahit seketika itu juga saya gondok. Kalian kok tega haaa?
Contoh pelanggan yang PHP kepada tukang jahit #1 Pelanggan yang ambil baju tempahannya dulu, selesai acara baru membayar ongkosnya
Sekarang ini, orang-orang yang salah satu rumpunnya mau menikah akan nempah baju dengan skala besar. Mereka menempah baju secara kompak dalam satu keluarga biar terlihat keren. Penjahit yang menerima orderan tersebut langsung bahagia karena menerima order borongan. Tapi….
“Bunga, baju pesta kalian sekeluarga udah siap nih. Bilo ondak diambek bajunyo?”
“Oh iyo, Buk. Nanti potang kami datang. Soalnyo baju itu ondak dipakai pesta besok.”
“Sekalian Bunga, total semuo upah bajunyo Rp2.000.000 yo.”
“Buk, kato Omak baju ini diambek dulu yo. Nanti siap pesta baru dibayar Omak upahnyo.”
*Tukang jahitnya menangis*
Ketika mendengar kalimat tersebut si penjahit langsung kesal. Jerih payah dan keringatnya ternyata baru akan dibayar setelah pesta usai. Padahal nih ya, kita tuh nggak boleh membayar upah seseorang di saat keringat mereka telah kering. Tapi, berdasarkan kisah di atas, iya kalau si pelanggan yang nempah baju sehabis pesta dapat untung dari uang cemetuk nikahan. Lah, kalau rugi? Yang bayar upah jahitnya siapa?
Contoh pelanggan yang PHP kepada tukang jahit #2 Pelanggan yang nggak punya modal banyak buat nempah baju
Ini juga sering terjadi pada penjahit. Si pelanggan yang mau nempah baju, sebut saja baju kebaya, otomatis harus menggunakan kain lapis. Lantas, si penjahit menyuruh si empunya untuk membeli furing bajunya. Tapi, apa yang diterima si penjahit? Si pelanggan malah nyuruh si penjahit saja yang membelinya. Kalau si pelanggan langsung ngasih uangnya sendiri sih enak. Kenyataannya justru menggunakan uang si penjahit. Iya kalau si penjahit punya uang terus. Kalau beliau juga nggak ada modal. Terus piyeee?
“Bunga, baju kau ini kan pakai furing. Nanti boli kainnyo sekitar satu meter setengah di toko kain H. Iman yo.”
“Aiiih, tak ngoti aku, Buk, boli kainnyo. Ibuk ajolah yang boli yo. Pakai duit Ibuk dulu, nanti aku bayar duitnyo sekalian samo upah bajunyo, Buk.”
*Tukang jahitnya menangis*
Contoh pelanggan yang PHP kepada tukang jahit #3 Pelanggan yang grasa-grusu di awal, ketika bajunya sudah siap, dia pura-pura amnesia buat ambil bajunya
Ini juga salah satu model pelanggan yang bikin saya langsung naik tensi. Di awal nempah baju, beliau bilang dengan mulut sok manisnya itu bakalan ambil bajunya kalau sudah siap. Selain itu, beliau juga heboh mendatangi rumah si penjahit setiap hari karena saking takutnya baju tersebut nggak siap. Namun, ketika baju sudah selesai dikerjakan, ia seakan-akan amnesia dengan tempahannya. Ketika si penjahit menyuruhnya untuk mengambil baju tempahannya, ada saja alasan yang keluar dari mulutnya itu.
“Bunga, baju yang ditompah semalam tuh udah siap. Bilo ondak diambek?”
“Iyo, Buk. Kalau nggak ado halangan nanti malam aku ambil bajunyo, Buk.”
“Bunga, udah seminggu lewat, ngapo bolom diambek jugo bajunyo? Ibuk polu duetlah. Ibuk jaet baju kau nih pakai mudal. Nggak gratis. Tolonglah ngoti siket.”
“Sabar yo, Buk. Aku lagi di Medan. Duo hari lagi aku balek. Sabalah sikit Buk. Tak mungkinlah tak aku ambek bajunyo. Takut ajo Ibuk nih.”
*Tukang jahitnya menangis*
Berdasarkan kisah di atas juga observasi saya selama ini kepada penjahit dan para pelanggannya yang banyak gaya itu, saya belajar bahwa, “Apa yang kita tanam, itulah yang akan kita tuai nantinya.” Kalau kita nggak mau di-PHP-in, maka jangan sekali-kali nge-PHP-in orang juga. Eh gitu kan maksud peribahasa tadi?
BACA JUGA Tipe Teman Berdasarkan Status WhatsApp Mereka dan tulisan Yulia Sonang lainnya.
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
Pernah menulis di Terminal Mojok tapi belum gabung grup WhatsApp khusus penulis Terminal Mojok? Gabung dulu, yuk. Klik link-nya di sini.