Sebagai pemerhati kebijakan pemerintah selama ini, saya merasa pengambilalihan pengelolaan TMII dari Yayasan Harapan Kita merupakan puncak kebijakan yang sungguh nggak bijak. Ya gimana, wong yayasan yang didirikan oleh istri mendiang presiden Soeharto, Tien Soeharto, sudah begitu baik mengelola TMII selama hampir 44 tahun dan menjadikan taman itu sebagai destinasi nomor wahid studi tour sekolah di Indonesia, eh malah mendadak diambil alih begitu saja.
Rasa hormatnya itu lho, di mana? Lagian buat apa sih mengambil alih TMII? Biar makin moncreng karena dikasih suntikan dana langsung sama negara? Biar tampak heroik karena mau menyelesaikan gugatan sengketa lahan yang menimpa kelurga Cendana atas wilayah TMII?
Weeelha, nggak semua yang dikasih duit negara itu bakal selalu moncreng dan menghasilkan duit. Itu lho, mbok lihat banyak BUMN yang merugi. Pertamina, yang jadi salah satu anak emas negara untuk urusan bisnis, selain PLN, nyatanya carut marut dan menderita kerugian besar beberapa tahun terakhir, mencapai sebelas triliun rupiah. Garuda Indonesia? Walah, nggak usah dibahas yang satu itu.
Lagian gini, ngapain juga negara mau repot-repot mengelola TMII, coba? Apakah ini bentuk upaya Pak Jokowi buat memperbanyak aset milik negara, setelah di kampanye dulu blio sempat menyinggung membeli lagi Indosat, yang sampai saat ini nggak kesampaian?
Kalau memang tujuannya adalah memperbanyak aset negara, mbok mending lupakan saja urusan beli-beli Indosat maupun perusahaan-perusahaan lain. Lupakan juga soal TMII, biarin dikelola sama orang yang “barangkali” lebih kompeten. Fokus saja bikin Indonesia jadi negara maju.
Asli, kalo Indonesia jadi negara maju, suara-suara sumbang dari masyarakat bakal ilang. Banyak masyarakat yang pengin banget Indonesia menjadi negara maju. Buktinya pas Trump mengklaim Indonesia sebagai negara maju, banyak pihak yang auto hepi, kan?
Itu lho. Mbok contoh Singapura, yang meski nggak punya sumber daya alam, tapi bisa kinclong-kinclong jadi negara maju. Bukankah cara yang dilakukan Singapura sudah mulai dicoba ditetapkan di Indonesia, kenapa nggak digas pol habis-habisan? Bukankah Omnibus Law diperjuangkan mati-matian biar tetep lolos sekalipun mendapat amuk massa, adalah agar mempermudah investasi di Indonesia? Kalo banyak investor asing menanam modal di Indonesia, artinya bisnis bakal maju pol-polan. Pendapatan per kapita bakal naik gede-gedean. Ekonomi Indonesia bakal sampai level maksimal dan begitu paripurna. Rakyat makmur sejahtera. Iya, persis kayak yang dulu dilakukan Singapura.
Makanya, saya yang juga sungguh melek akan perkembangan ekonomi, sangat setuju perihal Omnibus Law kemarin. Hah, para tukang demo itu saja yang nggak tau apa-apa.
Lantas apa hubungannya dengan TMII? Jelas sangat berhubungan. Tindakan pemerintah sudah benar dengan mengesahksn Omnibus Law. Investor asing sudah gampang menanam modal. Paralel dengan itu, konon Elon Musk mau bikin pabrik Tesla sekaligus landasan roket SpaceX. Hanya tinggal menunggu waktu sampai investor asing buat nanam modal juga. Hanya menunggu waktu pula Indonesia bakal menjadi negara maju. Lah, ini malah pengin mengambilalih TMII, kan namanya kontradiksi, ya nggak? Mbok biarkan dikelola pihak lain, atau malah minta Yayasan Harapan Kita menyerahkan TMII ke investor asing sekalian. Itu malah jalan yang sungguh cerdas guna mendongkrak minat publik main ke TMII, bahkan sampai level mancanegara.
Semisal TMII dikelola Elon Musk dan bukannya pemerintah, walah, bakal jadi dahsyat banget itu. Keliling TMII naik tesla. Akses menuju TMII memakai kereta Hyperloop yang super cepat itu. Atau bisa juga replika Candi Prambanan ternyata bisa bertransformasi menjadi roket SpaceX. Pokoknya bakal wangun tenan asli. Makanya, saya merasa kebijakan pemerintah kali ini adalah sebuah kemunduran yang begitu jauh. Wong sudah mengesahkan Omnibus Law dan mempermudah investor asing, kok malah mau mengelola sendiri?
Di sisi lain, ternyata banyak pihak yang merasa bangga karena TMII kembali dikelola negara. Walah, mbok pada mikir yang jauh. Mau jadi apa negara ini kalo semua bisnisnya dikelola pemerintah? Kapan majunya?
Masa nggak bosen jadi negara berkembang terus? Masa mau jadi buruh dengan gaji pas-pasan terus? Masa mau jadi petani dan panas-panasan di sawah terus? Kalo saya sih, nggak mau.
Saya mendambakan Indonesia yang penuh gedung-gedung tinggi, jalanan penuh beton, hutan-hutan ditebangi dan menjadi lahan bisnis baru, pantai-pantai direklamasi dan jadi pemukiman elite, dan pada akhirnya menjadi negara maju. Semua itu hanya bisa terjadi jika banyak investor asing yang menanam modal. Mengelola sendiri? Hash, mana bisa negara ini kayak begitu?
Langkah pemerintah kemarin itu sudah benar dengan memudahkan investor masuk, eh ini malah bermanuver mau mengelola TMII. Banyak dipuji sih iya awalnya. Sama kayak misal Pak Jokowi khilaf dan beneran beli Indosat entah dengan ngutang atau jualan saham freeport. Pasti dielu-elukan karena sudah mengembalikan aset negara yang hilang. Saat Bu Mega hobi jual-jualin ini itu, Pak Jokowi bakal tampil sebagai presiden yang buyback ini itu.
Bahkan saya curiga kalo ini berlanjut, negara bakal beli saham bisnis lainnya semisal GO-JEK, Tokopedia, Kopi Kenangan, Janji Jiwa, atau malah yang lebih lokal semacam gerai Mas Kobis. Ini, di mana gelora menjadikan negara maju? Redup ke mana intisari Omnibus Law kemarin?
Atau, sik sik, jangan-jangan emang niat beli ini beli itu, mengambilalih TMII lagi, semua itu buat dijual ke investor asing juga? Weh, kalo emang niatnya gitu, sudah pasti saya dukung seratus persen, dan saya nobatkan rezim ini sebagai rezim pahlawan yang layak dicintai.
Sumber Gambar: YouTube Adyatmika Karmendriya
BACA JUGA Revitalisasi Monas Tanpa Izin ala Anies Baswedan Memang Beautiful dan tulisan Riyanto lainnya.