Car free day (CFD) merupakan sebuah kegiatan di Minggu pagi yang kian menjamur di setiap daerah, termasuk daerah tempat saya tinggal di salah satu kabupaten di Jawa Tengah. Biasanya, CFD berisikan orang-orang yang akan berolahraga atau sekadar mencari hiburan di hari libur. Bahkan sekarang CFD menjadi pusat perekonomian baru karena menjadi sarana pertemuan antara pembeli dengan para pedagang yang beraneka ragam.
Dengan adanya car free day, agenda Minggu pagi tidak hanya berolahraga atau menonton anime di rumah. Tetapi bisa dihabiskan dengan sekadar menikmati keramaian CFD hingga menikmati berbagai kuliner yang tersedia. Saya pun tidak melewatkan kesempatan ini untuk mengisi kantong ekonomi. Sebagai pegawai biasa yang sudah memiliki putra, kebutuhan dapur semakin meningkat.
Perlu ada upaya lebih untuk menjaga agar dapur tetap mengebul. Maka saya pun mengambil langkah untuk menjual batik jenis daster. Hitung-hitung melestarikan budaya khas Indonesia agar tidak diakui oleh negara lain.
Sebagai pemula pada kancah perdagangan CFD saya sempat bingung bagaimana mekanisme penjualannya. Apakah harus sewa lapak? Atau bagaimana? Ternyata setelah mencari tahu hingga akarnya, membuka lapak di CFD tidak dipungut biaya dan sistemnya sangat terbuka untuk siapa saja yang ingin berjualan. Syaratnya siapa yang cepat datang ke lokasi maka dia yang berhak untuk menggunakan lapak tersebut.
Tidak heran jika area car free day sudah sangat padat oleh para pedagang sejak subuh. Saya pernah datang setelah subuh dan tidak bisa mendapatkan tempat yang nyaman karena sudah penuh semua. Akibat dari saling berebutan itu, ada pihak yang akhirnya mau mengkoordinir para pedagang tersebut.
Konsekuensinya ada iuran setiap pekan sebesar lima ribu rupiah. Tidak masalah dengan biaya segitu. Persoalan malah pada kuota pedagang CFD. Tidak semua yang berdagang di CFD masuk dalam keanggotaan dari kelompok yang mengkoordinir tersebut. Imbasnya muncul perasaan memiliki dari para pedagang yang rutin membayar iuran. Hingga pada akhirnya pedagang yang tidak membayar iuran akan diusir-usir, meskipun masih ada lapak kosong di suatu area CFD.
Gesekan pun akhirnya muncul di antara para pedagang car free day gara-gara hal ini. Untungnya tidak sampai menimbulkan kerusuhan, paling tidak hingga saat ini. Namun setiap daerah memiliki peraturannya masing-masing. Tidak semua CFD di daerah lain seperti itu. Kalau daerah saya kebetulan peraturannya demikian.
Sebagai pendatang baru dalam dunia per-CFD-an saya sempat mengalami keputusasaan. Mungkin sebagian pedagang pemula juga pernah mengalami hal serupa. Keputusasaan tersebut muncul ketika melihat pedagang lain (apalagi di sebelah persis) mengalami keuntungan secara signifikan. Pembeli datang berduyun-duyun melarisi dagangan mereka, sedangkan kita hanya bisa melihat seraya membatin, “Ayolah lihat dagangan saya.”
Bahkan saking putus asanya, ada yang sampai tutup lebih awal karena tidak kuat melihat saingannya laris manis (kalau saya masih mencoba bertahan). Perasaan ingin banyak pelanggan serta cepat dapat keuntungan sering menghantui perasaan para pedagang pemula (termasuk saya). Semua dihitung secara matematis.
Modal saya sekian maka harus mendapatkan keuntungan sekian. Padahal rumus rezeki tidak sesederhana itu. Kadang modal harus mengendap lama agar bisa mendapat keuntungan. Ada pula yang harus membuang sisa dagangannya dan mendapatkan untung yang tidak melebihi modal (rugi).
Maksud saya, orang berdagang itu tidak melulu untung. Tidak selalu ada dagangan ada keuntungan. Tetapi yang pasti rezeki sudah diatur oleh Tuhan, baik jumlah dan waktunya. Tinggal seberapa kuat rasa sabar bersemayam di hati kita.
Prinsip itu yang terus saya pegang. Meskipun saya mulai buka dagangan cukup awal (sejak subuh) ternyata rezekinya pun tidak langsung datang di awal. Hingga jam delapan tak kunjung pelanggan datang. Padahal pedagang di samping kanan dan kiri saya sudah banyak yang laku dijual. Karena motto saya pantang pulang sebelum laku, tetap saya tunggu pelanggan-pelanggan yang mulia itu.
Beruntungnya saya, dari tadi tidak ada yang mengunjungi (ada sih tetapi sekadar melihat dan memegang lalu pergi), sekali ada yang membeli langsung memborong. Lumayan hampir separuh stock yang saya bawa habis oleh pelanggan tersebut. Menjelang akhir waktu berjualan, tanpa disangka dan diduga ada rombongan ibu-ibu yang menyerbu lapak saya. Seketika dagangan saya diborong habis. Sungguh pengalaman luar biasa.
Kalau tadi saya memutuskan pulang karena putus asa, bisa jadi barang dagangan saya masih mengendap di rumah untuk dijual minggu depan. Memang, kadang semangat dan kesabaran sangat diuji dalam berdagang di car free day. Mungkin bagi pemula seperti saya yang selalu melihat hasil dari pedagang CFD yang sukses, membuat hati selalu berharap agar dagangannya laris dan cepat menggapai kesuksesan. Padahal, proses menjadi pedagang CFD itu sangat panjang dan tidak bisa seinstan yang saya harapkan.
BACA JUGA Serba Serbi Car Free Day: Berolahraga, Tempat Nongkrong, dan Isu Kristenisasi atau tulisan Royyan Mahmuda lainnya.
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.