Pengalaman Punya Indra Keenam: Kadang Enak, Lebih Banyak Nggak Enaknya

indra keenam pengalaman enak nggak enak anak indigo penjelasan psikologi mojok.co, roy kiyoshi

indra keenam pengalaman enak nggak enak anak indigo penjelasan psikologi mojok.co

Awam mungkin memiliki pandangan bahwa indigo dan indra keenam itu sama karena diindikasi “sama-sama bisa melihat makhluk halus”, tapi bagi saya keduanya berbeda. Semua orang sejatinya punya indra keenam, hanya mungkin belum begitu terasah. Indra keenam lebih kepada kepekaan pada sesuatu, bisa juga sebagai firasat. Saya yakin setiap orang pasti pernah berfirasat. Sedangkan indigo mungkin benar sama memiliki kepekaan, akan tetapi lebih tajam dan jika Anda sekalian bisa melihat seperti saya, orang-orang indigo memiliki aura berwarna ungu.

Banyak orang bilang orang indigo itu sering dikucilkan oleh orang-orang di sekitarnya karena dianggap aneh. Itu tidak sepenuhnya benar. Ada orang indigo yang pandai bersosial. Intinya orang indigo itu pasti punya indra keenam dan orang yang memiliki indra keenam belum tentu indigo.

Saya sendiri lebih tepat disebut memiliki indra keenam yang kebetulan nemplok daripada disebut-sebut sebagai indigo. Dan saya akan menceritakan enak dan nggak enaknya punya indra keenam karena saya geram dengan orang-orang di sekitar saya yang mengatakan, “Enak ya punya indra keenam, bisa tahu yang orang lain nggak tahu.”

Nih saya kasih tahu ya, apa enaknya kamu tahu sesuatu tapi nggak punya bukti. Yang ada malah kamu dicap pembohong, musyrik, dan tukang mengada-ngada.

Enaknya punya indra keenam #1 Tahu keberadaan makhluk halus

Dapat mengetahui keberadaan makhluk halus ini saya dapatkan secara bertahap. Dulu waktu SMP saya bisa mendengar tangisan dan suara minta tolong yang orang lain tidak mendengarnya. Saya merasa ada yang salah sama telinga saya karena waktu itu belum kepikiran tentang indra keenam.

Saat kelas 1 SMA saya menyadari bahwa saya bisa melihat masa lalu dan masa depan seseorang terputar di kepala saya ketika melihat seseorang. Ini terjadi tanpa saya minta. Puncaknya, di kelas 2 SMA, saya melihat untuk pertama kali penampakan makhluk halus. Sosok itu berupa pria besar berambut hitam, bermata besar merah, dan dua gigi taring panjang serta sesosok perempuan tanpa wajah berambut hitam panjang yang memasuki tubuh teman sekelas saya hingga kesurupan.

Saya kaget. Takut. Sejak itu, saya bisa melihat di mana pun keberadaan mereka. Saya mengucek-ucek mata oleh pemandangan yang berubah dari semula hanya manusia, tumbuhan, dan gedung sekolah bertambah ada makhluk-makhluk di sela-selanya. Beberapa yang memiliki wajah atau hanya mulut, menampakkan senyum kepada saya. Lagi-lagi saya kaget dan pengap rasanya, tapi saya tidak berani mengadu pada siapa pun.

Jadi kalau bisa disebut ada enaknya punya indra keenam, itu cuma soal jadi tahu keberadaan mereka memang beneran ada.

Tidak enaknya:

Saya harus siap mental dan adrenalin oleh penampakan yang kadang tiba-tiba muncul di depan, samping, atau belakang saya. Saya tidak boleh bilang atau menampakkan bahwa saya kaget atau terkejut kalau tidak mau membuat orang sekitar saya takut dan malah menjauhi saya. Lambat laun saya terbiasa dengan keberadaan “mereka” sehingga tidak perlu menahan kaget.

Saya juga sering menemukan dedemit yang memaksa saya untuk mencari anaknya, membalaskan dendamnya, meminta untuk masuk ke tubuh saya—tentu saya menolak dan “dia” menyerang saya.

Kuping saya sampai panas oleh pertanyaan dari teman-teman saya seperti, “Eh, di sana ada (demit) nggak?”, “Semalem aku merinding kek ada yang ngikutin, makhluk apaan ya itu?” atau yang paling parah, “Yuk, Sabtu malem ikut aku ke Wisma Tumapel” dan “Ke fakultas sastra kuy, berburu.” Hadeeeh, absurd betul.

Enaknya punya indra keenam #2 Bisa melihat masa lalu dan masa depan

Seru, tapi saya merasa tidak sopan bisa mengetahui masa lalu orang tanpa permisi, tapi mau bagaimana lagi, saat saya melihat orang sekenanya, seakan kemampuan itu punya kendali atas saya yang tiba-tiba menayangkan sebuah adegan di benak saya. Saya pernah ragu oleh adegan itu sehingga saya bertanya pada orang yang bersangkutan, “Apakah benar, kamu dulu begini; kamu pernah mengalami ini; dan sebagainya?” dan jawabannya selalu benar.

Berkat kemampuan ini, saya pernah mencegah beberapa peristiwa seperti bola kasti yang akan mengenai seorang teman hingga pingsan atau seorang teman yang akan mengalami kecelakaan sebab kucing yang melintas di depannya. Selain dua itu, saya tidak mencegah masa depan yang akan terjadi pada orang-orang. Membiarkan yang akan terjadi terjadilah.

Tidak enaknya:

Dikatai musyrik oleh teman-teman sekelas karena tiap jam istirahat meja bangku dirubungi orang-orang dengan pertanyaan, “Kira-kira aku jodoh nggak sama pacarku?”, “Pacarku selingkuh nggak?” Hadeeeh, saya aja nggak tahu jodoh saya siapa. Gara-gara itu saya dicap peramal, cenayang, dan musyrik.

Bisa melihat masa depan itu kadang menyenangkan, kadang juga mengerikan. Banyak ngerinya daripada senengnya. Sepertinya menjadi pantangan mengatakan apa yang akan terjadi pada seseorang, sebab saat saya melakukannya, hal yang seharusnya terjadi pada orang itu malah menimpa kepada saya. Seperti saya pernah mencegah bola kasti yang akan mengenai kepada teman saya hingga dia jatuh pingsan dengan menariknya. Eh, pada pukulan kedua malah kepala saya yang terkena bola kasti.

Hal yang serupa terjadi ketika saya mencegah teman saya menaiki sepeda motor di suatu malam dan lugunya saya mengatakan mengapa saya melarangnya karena saya “melihat” teman saya itu akan jatuh dari motor, bersimbah darah, dan masuk rumah sakit oleh karena menghindari seekor kucing yang melintas di jalan. Teman saya manut. Beberapa menit, ayah mengajak sekeluarga keluar naik mobil, di perjalanan hampir aja terjadi tabrakan karena ayah saya menghindari seekor kucing. Bersyukur kami sekeluarga selamat dan dari situ saya sadar-sesadarnya bahwa tindakan bodoh membocorkan apa yang akan terjadi pada seseorang.

Enaknya punya indra keenam #3 Bisa menemukan barang yang hilang

Ini membantu orang-orang di sekitar saya yang lupa naruh kunci, dompet, bahkan teman yang kehilangan helm di sekolah, walaupun helmnya tidak bisa kembali karena sudah dijual di pasar gelap oleh si pencuri.

Tidak enaknya:

Untuk menemukan satu barang itu saya harus berkonsentrasi tinggi dan itu menguras banyak energi saya sampai lemas.

Enaknya punya indra keenam #4 Bisa mendiagnosis penyakit orang

Ini kebanyakan penyakit karena guna-guna sih. Kebetulan ayah saya membuka jasa pengobatan akupresur hokian shaolin shi. Di tengah proses pengobatan, entah mengapa dan bagaimana, ada yang tiba-tiba mengamuk, kesurupan, dan sebagainya. Kalau sudah begitu, ayah memanggil saya untuk mendampingi. Setelah sadar, mereka rata-rata bercerita kalau sering merasakan sakit pada bagian tubuh tertentu tapi ketika diperiksakan ke dokter, tidak ada penyakit. Dan ternyata sakit mereka oleh sebab diguna-guna tetangganya, rekan kerja, dan sebagainya.

Tidak enaknya:

Lagi-lagi hal itu menguras energi. Saya juga jadi sering dimintai tolong oleh “mereka” untuk mencarikan anaknya, membalaskan dendam, bahkan ingin masuk ke tubuh saya. Kalau saya menolak, saya diserang dan itu menyebabkan saya muntah.

Saya pernah di fase sumpek oleh bully-an teman sekelas yang tidak nyaman karena keberadaan saya dan dikatai musyrik. Itu membuat saya stres, jatuh sakit, sering tidak masuk sekolah, dan nilai jeblok. Di puncak-puncak kemampuan itu menjadi-jadi, saya menimang-nimang enak dan tidaknya memiliki kemampuan yang saya tidak pernah kepikiran untuk memilikinya. Bukan malah mempelajarinya semakin dalam, saya justru tidak ingin memiliki kemampuan itu lagi. Semakin saya menolak kemampuan tersebut, kemampuannya malah semakin kuat.

Akhirnya saya pasrah dan tidak memedulikannya, berusaha normal hingga lambat laun kemampuan itu memudar dan yang tersisa sekarang hanya saya dapat merasakan kehadiran “mereka”, melihat sekelebat, dapat membaca masa lalu-masa depan secara sekelebat juga.

Nah itu sekulumit enak dan nggak enaknya punya indra keenam. Saya tahu pernyataan di atas tidak memuaskan. Tapi jangan lagi bilang punya indra keenam itu enak yaaa. Dan please, jangan norak dengan nanya “Jodohku siapa?”, “Apa aku sama pacarku berjodoh?”, dan sejenisnya ke orang yang punya indra keenam atau indigo. Terima kasih.

BACA JUGA Dari Mbak Nora Kita Belajar, Kebebasan Ekspresi Bukan Tanggung Jawab Pasangan dan tulisan Mita Berliana lainnya.

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.

Pernah menulis di Terminal Mojok tapi belum gabung grup WhatsApp khusus penulis Terminal Mojok? Gabung dulu, yuk. Klik link-nya di sini.

Exit mobile version