Terminal Mojok
Kirim Tulisan
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
Kirim Tulisan
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
  • Gaya Hidup
  • Kunjungi MOJOK.CO
Home Nusantara

Pengalaman Orang Desa Asli yang Mengunjungi Desa Wisata

Bayu Kharisma Putra oleh Bayu Kharisma Putra
8 September 2021
A A
Pengalaman Orang Desa Asli yang Mengunjungi Desa Wisata terminal mojok.co

Pengalaman Orang Desa Asli yang Mengunjungi Desa Wisata terminal mojok.co

Share on FacebookShare on Twitter

Sesekali saya suka plesir dan berwisata bersama teman. Hal yang bikin saya tak suka saat jalan sama orang lain adalah terpaksa pergi ke tempat yang tak saya suka dan pura-pura menyukainya. Hal ini sering terjadi karena saya orangnya nggak enakan. Banyak tempat yang tak saya sukai, tapi terpaksa saya datangi karena ajakan teman. Salah satunya adalah pergi ke desa wisata.

Bukan apa-apa, saya juga nggak anti desa. Wong, saya sendiri asli penduduk desa. Rasanya aneh saja, orang desa asli malah berwisata agar merasakan kehidupan desa. Walaupun desa saya sudah nggak terlalu desa banget, pun dekat dengan pusat kota, vibes-vibes “pertanian” tetap masih terasa. Nah, keanehan yang pertama ada di cara berkomunikasi.

Dari beberapa desa wisata yang saya kunjungi, cara berbicara mereka kebanyakan sering bikin saya jengkel. Saya terbiasa berbicara dengan bahasa Jawa. Saya juga paham cara menggunakan krama dan ngoko. Meskipun saya sudah berbicara dengan bahasa Jawa, para pekerja dan penjual makanan di desa wisata itu tetap ngomong pakai bahasa Indonesia. Ya, maksud saya nggak harus begitu. Meski saya wisatawan, bukan berarti harus ngobrol dengan bahasa Indonesia. Mana bahasa Indonesia-nya baku banget. Wong, saya mudeng dan lancar ngomong Jawa. Lantaran mangkel, saya pernah pura-pura nawar jenang dengan bahasa Korea. Nah, penjualnya malah jadi bingung.

Namun, itu masih belum seberapa dibanding ikut kegiatan di sana. Saya pernah ikut acara menanam padi. Ya, Tuhan, kalau cuma disuruh begini, di kampung saya juga banyak, dibayar lagi. Di sana malah saya yang bayar mahal. Benar-benar cerdas cara mereka cari untung. Kita dibayar untuk rekoso, sampai berpeluh keringat dan badan kotor. Dan menurut informasi kawan saya, nanti semua bibit itu dicabut lagi. Biar wisatawan selanjutnya bisa ikut merasakan kepayahan menjadi petani. Bisnis yang sungguh keren, jempol sepuluh.

Saya juga pernah ikut kegiatan menyusuri sungai. Yang terasa aneh bagi saya, sungai semacam itu ada banyak di kampung saya, mirip banget. Lebih aneh lagi, saya mau-maunya bayar. Padahal cuma jalan di pinggir sungai, sesekali mencelupkan kaki, ngumbah sandal.

Kegiatan yang agak seru hanya saat naik tubbing, alias pelampung dari ban dalam truk. Kemudian lanjut minum kopi dan makan pisang goreng. Menyenangkan, cuma anehnya, harga pisang gorengnya lima kali lipat harga pisang goreng normal. Mereka mengaku pisangnya istimewa karena ditanam di kebun. Ya, selama ini pisang juga ditanam dikebun, masak di laut?

Begitu juga saat saya mengikuti seorang pemandu yang menjelaskan soal bahan makanan yang ditanam sendiri di sebuah kebun. Ada pohon pepaya, jambu, sayur-mayur, pokoknya keren. Si pemandu bilang kalau hidup di desa itu enak, lebih sehat. Apalagi bahan pangan bisa ambil dari kebun. Tapi, makanan yang dijual di sana saya yakini bukan berasal dari kebun. Lha, ada hotdog, burger, mi pedes, bahkan mi instan. Mana ada kebun yang berbuah micin? Lagipula, saya juga warga desa. Saya sadar bahwa melakukan swesembada pangan itu sulit. Sekarang, sekadar menanam pisang dan pepaya di rumah saja susah nyari lahannya.

Namun, saya juga menyadari bahwa semua itu adalah bentuk dari perjuangan memajukan desa-desa itu sendiri. Terutama desa wisata yang dikelola oleh masyarakatnya sendiri. Pasalnya, desa tak bisa hidup hanya dari bertani. Pertanian di negara kita masih begini-begini saja. Ada permainan harga, pupuk, sampai lahan yang makin sedikit, dan tetap dibiarkan tanpa ada perubahan ke arah yang lebih baik. Maka, membuatnya menjadi tempat wisata adalah “solusi cepat”. Mau menanam bayar, mau ikut panen bayar, mau main di sungai pun bayar. Warga senang, wisatawan juga senang dapat konten untuk memenuhi medsosnya.

Baca Juga:

Desa Ngidam Muncar, Desa Terbaik di Kabupaten Semarang dengan Pesona yang Membuat Saya Betah

Ketika Desa Disulap Jadi Spot Selfie: Warga Cuma Jadi Figuran di Kampungnya Sendiri

Lagipula berpura-pura menjadi petani dan wong cilik adalah budaya kita. Nyebur ke sawah, ke parit, bertelanjang kaki, ikut panen, duduk bersama di pinggir sawah. Tak lupa diabadikan kamera, dipajang di koran dan media online, lalu dicetak pada baliho besar.

Jangan lupa, bubuhkan jargon dan segala janji tentang membantu wong cilik. Jika hajatnya sudah terpenuhi, soal bagaimana nasib desa, sawah, dan wong cilik yang ia kunjungi, itu lain hal. Karena memang bikin kontennya itu yang terpenting. Perihal janji dan sumpahnya? Ah, itu angin lalu.

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.

Terakhir diperbarui pada 7 September 2021 oleh

Tags: desa wisataorang desa
Bayu Kharisma Putra

Bayu Kharisma Putra

Anak pertama

ArtikelTerkait

Ketika Desa Wisata Disulap Jadi Spot Selfie: Warga Cuma Jadi Figuran di Kampungnya Sendiri

Ketika Desa Disulap Jadi Spot Selfie: Warga Cuma Jadi Figuran di Kampungnya Sendiri

4 November 2025
Desa Wisata Jogja Menyimpan Sisi Gelap yang Perlu Segera Diperbaiki Mojok.co

Desa Wisata Jogja Menyimpan Sisi Gelap yang Perlu Segera Diperbaiki

8 Desember 2024
Begini Rasanya Tinggal di Desa yang Tidak Dijangkau GoFood dan GrabFood terminal mojok

Begini Rasanya Tinggal di Desa yang Tidak Dijangkau GoFood dan GrabFood

14 September 2021
Investasi Sapi Disukai Warga Desa Saya daripada Investasi Emas dan Saham: Bukan Mengejar Kekayaan, melainkan Ketenteraman

Investasi Sapi Disukai Warga Desa Saya daripada Investasi Emas dan Saham: Bukan Mengejar Kekayaan, melainkan Ketenteraman

26 Juni 2024
Desa Ngidam Muncar, Desa Terbaik di Kabupaten Semarang (Unsplash)

Desa Ngidam Muncar, Desa Terbaik di Kabupaten Semarang dengan Pesona yang Membuat Saya Betah

4 Desember 2025
Hidup di Desa Nggak Selamanya Murah, Social Cost di Desa Bisa Lebih Mahal daripada Biaya Hidup Sehari-hari karena Orang Desa Gemar Bikin Hajatan

Hidup di Desa Nggak Selamanya Murah, Social Cost di Desa Bisa Lebih Mahal daripada Biaya Hidup Sehari-hari karena Orang Desa Gemar Bikin Hajatan

13 Juli 2024
Muat Lebih Banyak
Tinggalkan Komentar

Terpopuler Sepekan

Sebagai Warga Pemalang yang Baru Pulang dari Luar Negeri, Saya Ikut Senang Stasiun Pemalang Kini Punya Area Parkir yang Layak

Sebagai Warga Pemalang yang Baru Pulang dari Luar Negeri, Saya Ikut Senang Stasiun Pemalang Kini Punya Area Parkir yang Layak

29 November 2025
Culture Shock Orang Lamongan Menikah dengan Orang Mojokerto: Istri Nggak Suka Ikan, Saya Bingung Lihat Dia Makan Rujak Pakai Nasi

Culture Shock Orang Lamongan Menikah dengan Orang Mojokerto: Istri Nggak Suka Ikan, Saya Bingung Lihat Dia Makan Rujak Pakai Nasi

2 Desember 2025
8 Aturan Tak Tertulis Tinggal Surabaya (Unsplash)

8 Aturan Tak Tertulis di Surabaya yang Wajib Kalian Tahu Sebelum Datang ke Sana

1 Desember 2025
Malang Nyaman untuk Hidup tapi Bikin Sesak Buat Bertahan Hidup (Unsplash)

Ironi Pembangunan Kota Malang: Sukses Meniru Jakarta dalam Transportasi, tapi Gagal Menghindari Banjir

5 Desember 2025
Lamongan Megilan: Slogan Kabupaten Paling Jelek yang Pernah Saya Dengar, Mending Diubah Aja Mojok.co Semarang

Dari Wingko Babat hingga belikopi, Satu per Satu yang Jadi Milik Lamongan Pada Akhirnya Akan Pindah ke Tangan Semarang

30 November 2025
Bukan Hanya Perpustakaan Daerah, Semua Pelayanan Publik Itu Jam Operasionalnya Kacau Semua!

Bukan Hanya Perpustakaan Daerah, Semua Pelayanan Publik Itu Jam Operasionalnya Kacau Semua!

1 Desember 2025

Youtube Terbaru

https://www.youtube.com/watch?v=HZ0GdSP_c1s

DARI MOJOK

  • Lulusan S2 UI Tinggalkan Karier Jadi Dosen di Jakarta, Pilih Jualan Online karena Gajinya Lebih Besar
  • Overqualified tapi Underutilized, Generasi yang Disiapkan untuk Pekerjaan yang Tidak Ada
  • Nekat Resign usai 8 Tahun Kerja di BUMN, Nggak Betah Hidup di Jakarta dan Baru Sadar Bawa Trauma Keluarga Terlalu Lama
  • Kelumpuhan Pendidikan di Tiga Provinsi, Sudah Saatnya Penetapan Bencana Nasional?
  • Konsesi Milik Prabowo di Hulu Banjir, Jejak Presiden di Balik Bencana Sumatra
  • 5 Warung Makan di Jogja yang Gratiskan Makanan untuk Mahasiswa Rantau Asal Sumatra Akibat Bencana


Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Tulisan
Ketentuan Artikel Terminal
Kontak

Kerjasama
F.A.Q.
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Anime
    • Film
    • Musik
    • Serial
    • Sinetron
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Gadget
    • Game
    • Kecantikan
  • Kunjungi MOJOK.CO

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.