Saya mencoba menerbitkan buku lewat Amazon Kindle Direct Publishing. Kelihatannya keren sih, tapi kok gini?
Membaca tulisan Kak Sigit Candra Lesmana di Terminal Mojok minggu lalu berjudul Salahkah Berharap Bisa Kaya dari Karya?, saya jadi teringat akan pengalaman pribadi beberapa tahun lalu. Ada masanya saya dilanda mimpi ingin punya penghasilan sampingan sekaligus jadi orang kaya dadakan lewat tulisan.
Bermula dari ditemukannya kasus pertama virus Covid-19 di Indonesia pada Maret 2020 lalu. Lambat laun, virus tersebut mewabah hingga sampai menjangkit orang-orang sekitar. Ekonomi merupakan sektor utama yang terkena imbasnya. Tak cuma informasi berita di berbagai media massa tentang menurunnya pertumbuhan ekonomi Indonesia, cerita warga sekitar yang jadi korban PHK makin menghantui saya. Bahkan, beberapa kantor dan pabrik secara terang-terangan banyak yang menutup usahanya.
Melihat kenyataan tersebut, saya memutuskan untuk mengambil langkah antisipasi. Siapa tahu perusahaan tempat saya bekerja kelak juga akan menerapkan kebijakan yang sama. Lewat bakat menulis yang tak seberapa, muncullah ide untuk untuk membuat sebuah buku. Ya, suatu proyek mulia yang tak hanya meningkatkan kesejahteraan pribadi umum, tapi juga mencerdaskan kehidupan bangsa.
Sebagai penulis papan bawah, saya sadar diri kalau menembus penerbit mayor bukanlah target yang tepat. Setelah mencari-cari referensi di internet, saya menemukan satu penerbit berskala internasional yang sudi menerbitkan berbagai genre buku tanpa melihat latar belakang penulisnya. Penerbit itu bernama Kindle Direct Publishing atau KDP yang digagas oleh Amazon.
Daftar Isi
Mengenal Amazon Kindle Direct Publishing
Buat yang belum tahu apa itu Amazon Kindle Direct Publishing, ia merupakan situs jual-beli buku digital terbesar di dunia. Waktu itu CEO Amazon masih dipegang sama Jeff Bezos, salah satu orang terkaya di dunia. Di sini kita tidak hanya diberi kemerdekaan untuk menerbitkan buku secara gratis, namun juga diberi hak untuk menulis genre apa saja dan menentukan sendiri harga jual buku tersebut.
Saat itu saya membaca laporan dari sejumlah media massa kalau perusahaan ini justru meraup untung besar selama pandemi Covid-19. Hal inilah yang kemudian memantik logika saya. Jangan-jangan kalau saya menerbitkan buku di sini juga pasti akan laku keras? Lha wong pemiliknya saja tajir melintir kayak Elon Musk, para karyawan dan kliennya pastinya juga kecipratan sejahtera, dong?
Sekilas proses menerbitkan buku di Amazon KDP
Dengan mengucap basmalah, saya bulatkan tekad untuk mewujudkan proyek buku itu. Awalnya saya mempelajari seluk-beluk menerbitkan buku di Amazon selama berhari-hari lewat situs ini. Lalu, berbekal pengalaman selama bekerja di dunia penerbitan, saya membuat buku sendiri dari nol, termasuk format dan layout-nya tersebut.
Untuk genre cerita, saya pilih novel untuk anak-anak dan remaja. Alasannya sederhana, selain karena sesuai dengan kemampuan menulis saya, genre ini termasuk best seller di Amazon Kindle Direct Publishing. Untuk gambar kover dan beberapa ilustrasi sebagai pembangun cerita, saya minta tolong keponakan saya yang hobi melukis.
Berhubung buku ini akan dipublikasikan dalam skala internasional, saya harus mengalihbahasakannya ke bahasa Inggris. Dalam hal ini, saya tak melulu percaya seratus persen sama Google Translate. Saya juga minta tolong sahabat saya yang lulusan D-3 Bahasa Inggris untuk melakukan post-editing. Dengan begitu, buku ini bisa nantinya lolos proofreading dari pihak Amazon dan layak dibaca oleh seluruh masyarakat di dunia.
Setelah semua persiapan sudah oke, saya melakukan registrasi dan mengunggah file naskah itu sesuai dengan langkah-langkah yang sudah dipelajari. Cuma dalam waktu dua hari, saya mendapat pesan email dari pihak Amazon Kindle Direct Publishing kalau buku itu sudah disetujui dan diterbitkan di lamannya. Akhirnya buku saya masuk daftar situs penerbitan kelas dunia. Gimana saya tak lunjak-lunjak coba?
Gengsi dapat, cuan tersendat
Minggu pertama setelah buku saya terbiat adalah momen yang penuh euforia. Tak cuma woro-woro pamer prestasi di semua akun media sosial, saya juga rajin berbagi tautan tempat buku saya dijual kepada orang-orang. Seluruh pemirsa, mulai dari keluarga, kerabat, teman-teman, sampai orang asing pun mengapresiasi saya atas pencapaian tersebut. Di sinilah saya mendapat pengakuan atau gengsi yang layak.
Nah, dari minggu kedua dan seterusnya, saya mulai merasa nelangsa. Buku saya yang tampil memukau bin sombong itu berangsur-angsur tenggelam oleh kehadiran buku-buku terbaru. Ditambah lagi kehadiran buku-buku best seller dan buku-buku yang pakai jasa promosi berbayar ikut jadi saingan. Hal ini membuat saya seperti pedagang kaki lima yang diusir sama para penyewa ruko karena cuma numpang gratis menggelar lapak di depan toko mereka.
Fyi, di Amazon Kindle Direct Publishing tersedia dua jenis promosi gratis, yaitu “free book promotions” dan “kindle countdown deals”. Pada opsi “free book promotions”, kita membebaskan para pengguna Kindle untuk membaca buku kita secara gratis selama 5 hari. Sementara pada opsi “kindle countdown deal”, kita memberikan diskon penjualan buku kepada para pengguna Kindle selama 7 hari.
Apa yang terjadi setelah promo itu berakhir? Ya pihak Amazon akan lepas tangan dan kita harus mencurahkan waktu, tenaga, dan biaya untuk mempromosikan buku itu sendirian. Gimana kalau misalnya kita keukeuh tidak mau promosi? Boro-boro bukumu terjual satu biji, dilihat sama para pengguna Kindle tak bakalan sempat. Otomatis cuan pun jadi tersendat.
Menerbitkan buku sendiri tak sulit, tapi…
Saya pernah dihubungi secara tak sengaja oleh pihak Amazon di Facebook Amazon Kindle. Kalau di Amazon namanya virtual assistant. Pihak ini tak cuma bertugas menjawab seputar pertanyaan kita tentang Amazon KDP, tapi mereka juga bertugas mempromosikan karya-karya kita supaya makin dikenal banyak orang di dunia. Lewat jasa mereka, karya kita akan jadi viral dan mejeng di beranda utama situs web tersebut. Tentu saja hal ini tidak gratis.
Kalau saya pikir-pikir lagi, ini sih konsepnya seperti pasang produk atau barang di situs e-commerce warna hijau, oren, atau ungu itu. Memangnya mentang-mentang mereka termasuk e-commerce populer di Indonesia, kalau kita jualan apa saja di sana niscaya bakal laris manis gitu? Kan tidak juga. Kita harus pakai jasa iklan berbayar juga supaya produk kita terus dipromosikan.
Itulah pengalaman saya menerbitkan buku di Amazon Kindle Direct Publishing. Sebenarnya menerbitkan buku di sini tak sesulit yang dibayangkan orang, kok. Karena sejatinya Amazon Kindle Direct Publishing adalah toko buku digital yang menyamar bak penerbitan. Namun masalahnya, setelah buku terbit, tergantung kita apakah benar-benar niat untuk memasarkannya atau cuma mengejar gengsi asal buku diterbitkan. Kalau bisa memasarkan ya dapat cuan, tapi kalau ternyata buku kita tenggelam ya ikhlaskan.
Untuk Kak Sigit dan kawan-kawan yang sepemikiran, tak ada salahnya kok berharap bisa kaya dari karya. Malahan hal itu jadi motivasi terbesar kita untuk mencoba hal-hal baru. Contohnya ya saya sendiri. Bisa-bisanya penulis kelas teri ini tembus penerbit kelas dunia. Hehehe.
Penulis: Dhimas Muhammad Yasin
Editor: Intan Ekapratiwi
BACA JUGA Mengapa Penerbit Tak Tertarik Menerbitkan Karya Penulis yang Followernya Sedikit?