Pengalaman Kuliah Jurusan Matematika Murni, Jurusan yang Lebih Banyak Tanya ”Mengapa” daripada ”Berapa”

Pengalaman Kuliah Jurusan Matematika Murni, Jurusan yang Lebih Banyak Tanya ”Mengapa” daripada ”Berapa”

Pengalaman Kuliah Jurusan Matematika Murni, Jurusan yang Lebih Banyak Tanya ”Mengapa” daripada ”Berapa”

Beberapa tahun yang lalu, tidak ada yang menduga, termasuk saya, akan diterima di jurusan matematika murni. Jurusan yang awalnya saya anggap akan dipenuhi berbagai angka dan hitung-hitungan, nyatanya dipenuhi berbagai huruf dan juga simbol romawi yang bikin pusing.

Dijuluki sebagai ”The Queen of Science”, matematika memang sudah dianggap sebagai bahasa bagi ilmu sains lainnya. Bayangkan saja, seseorang yang belajar fisika, kimia, teknik, hingga biologi, pasti akan bertemu dengan mata kuliah ini.

Maka dari itu, belajar di jurusan matematika murni ibarat belajar filsafat bagi jurusan-jurusan humaniora. Kita tidak diajar berhitung seperti yang dipikirkan orang-orang, tetapi lebih diajak untuk bertanya dan ragu dengan jawaban yang sudah ada.

Lebih banyak bertanya ”mengapa”, dibanding ”berapa”

Ujian yang paling mematikan bagi mahasiswa matematika murni, ialah saat soalnya meminta untuk dibuktikan. Jawabannya sudah tertera dengan jelas, justru sangat jelas, tapi soalnya meminta untuk membuktikan apakah jawabannya sudah benar dan mengapa bisa benar.

Soal seperti itu mendorong mahasiswa akhirnya ragu akan jawaban dan apa yang dianggap benar selama ini. Sehingga, saya sendiri kadang bereksperimen dengan pertanyaan-pertanyaan kecil, seperti 1+1 apakah benar jawabannya 2. Kalau benar, kenapa bisa? Kenapa tidak 3?

Keraguan ini seperti yang disebut salah satu filsuf terkenal, Rene Descartes yang mengatakan, dia selalu meragukan segala hal, dan satu-satunya yang tidak dia ragukan adalah bahwa ia sedang ragu. Maka dari itu, proses berpikir dalam keraguan, ia anggap sebagai keberadaan dirinya. ”Aku berpikir, maka aku ada.”

Seperti filsafat, jurusan matematika murni juga mengandalkan logika

Salah satu mata kuliah yang wajib diambil bagi seluruh mahasiswa matematika murni, ialah logika matematika. pada mata kuliah ini, kita diajak untuk membangun premis atau argumen yang tepat. Sehingga ketika mengambil kesimpulan tidak rancu.

Misalnya seperti yang sering keluar di tes masuk perguruan tinggi;

Premis 1: Jika hari hujan

Premis 2: maka saya akan memakai payung ke kampus

Kesimpulan: Karena hari ini hujan, maka saya akan memakai payung ke kampus

Mahasiswa yang memiliki nilai A di mata kuliah logika matematika, maka bisa dipastikan ia mampu untuk membuktikan teorema-teorema yang ada di mata kuliah lainnya. Sayangnya, nilai saya di mata kuliah ini tidak sebagus apa yang diharapkan.

Kuliah jurusan matematika murni butuh daya imajinasi yang tinggi

Tidak dapat diragukan lagi, jika filsafat dan matematika sama abstraknya. Saat filsafat bertanya tentang masalah eksistesial, matematika pun tak mau kalah dengan eksistensi bilangan dan teori-teorinya yang agak absurd.

Bayangkan saja, saat kita hidup dalam dunia 3 dimensi, teori matematika sudah membicarakan tentang ruang dimensi berapa pun. Sehingga mahasiswa matematika dituntut untuk memiliki daya imajinasi yang tinggi untuk bisa memproyeksikan teori-teori itu. Tingginya setinggi harapan orang tua hehehe.

Namun tenang saja, mahasiswa matematika murni saat ini sudah banyak dibantu oleh teknologi yang memungkinkan memproyeksikan ruangan berdimensi tersebut.

Bukan soal teori saja yang perlu diproyeksikan, angka yang abstrak ini juga perlu digiring untuk menjawab persoalan yang realistis. Seperti jurusan filsafat yang dianggap mencerahkan, matematika juga diciptakan untuk membantu dan mencerahkan kehidupan manusia kedepannya.

Ilmuwan Matematika juga kebanyakan ahli filsafat

Saking miripnya, beberapa ilmuwan matematika ternyata merupakan ahli filsafat yang hebat, sebut saja Pythagoras, Plato, dan Leibniz. Mereka semua adalah pemikir yang berhasil menjawab pertanyaan filosofis sekaligus matematis.

Sosok yang paling besar dalam mengembangkan filsafat dan matematika di awal abad ke-20, ialah Bertrand Russell. Hebatnya Russell, ia mampu menulis buku matematika yang diberi judul Principia Mathematica dan Introduction to Mathematical Philosophy, sekaligus menulis buku yang sering direkomendasikan oleh filsuf ternama Indonesia Rocky Gerung, History of Western Philosophy atau Sejarah Filsafat Barat.

Jadi kalau ada yang bertanya, “Kamu kuliah matematika murni belajar apa sih?” saya biasanya menjawab, “Belajar ragu.” Ragu sama jawaban, ragu sama hidup, tapi yakin sama satu hal: semua ini pasti bisa dibuktikan… kalau dosennya kasih nilai A atau setidaknya tidak mengulang di tahun depan.

Penulis: Achmad Ghiffary M
Editor: Rizky Prasetya

BACA JUGA 5 Hal Enaknya Kuliah di Jurusan Matematika

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.

Exit mobile version