Penantian Panjang Suzuki di MotoGP Sedikit Lagi Terbayarkan

suzuki ecstar motogp joan mir mojok

suzuki ecstar motogp joan mir mojok

Nampaknya MotoGP Season 2020 merupakan season yang paling kompetitif, setidaknya untuk empat tahun terakhir. Bagaimana tidak, selama empat tahun terakhir MotoGP seakan-akan berada di genggaman motor pabrikan Honda lewat gladiatornya Marc Marquez. Meskipun sempat tersendat karena pandemi dan beberapa kali perubahan jadwal kalender balapan, MotoGP season 2020 kini hanya menyisakan beberapa race saja.

Kandidat juara MotoGP kali ini nampaknya sudah terlihat hilalnya. Joan Mir pembalap kawakan yang mengendarai motor Suzuki GSX-RR saat ini hanya membutuhkan 14 poin saja untuk mengunci gelar dunianya yang pertama kali di kelas paling bergengsi. Apabila Join Mir berhasil menjadi juara dunia, artinya ini merupakan penantian yang berujung manis bagi pabrikan yang bermarkas di Hamamatsu itu.

Perjalanan panjang tim Suzuki menjadi salah satu tim yang sangat kompetitif tahun ini bukan perjalanan yang mudah. Bisa dibilang mungkin perjalanan yang melelahkan dan sangat terjal. Kalau kamu lupa akan masa lalu dan bagaimana perjuangan tim Suzuki di balapan MotoGP, ini ada sedikit flashback untuk kamu.

Penantian panjang

Apabila Joan Mir berhasil mengunci gelar juara dunia pada GP Valencia nanti, artinya tim Suzuki akhirnya mengakhiri puasa gelarnya selama 20 tahun, seperti tim sepakbola Liverpool yang tahun lalu mengakhiri puasa gelar EPL. Terakhir kali mereka merasakan manisnya berpesta menikmati juara dunia ialah tahun 2000. Saat itu, Kenny Roberts Jr yang mengantarkan gelar itu.

Saat Kenny Roberts Jr meraih gelar juara, Valentino Rossi masih berusia 21 tahun dan Marc Marquez masih berusia tujuh tahun. Bahkan pula pada saat itu pembalap Joan Mir masih berusia 3 tahun. Penantian yang sangat lama untuk meraih kembali gelar juara dunia MotoGP.

DNA kemenangan sejatinya sudah ada pada tim Suzuki sejak dahulu kala. Jauh sebelum Joan Mir lahir, Suzuki sudah merengkuh beberapa kali kemenangan. Pertama kali tim Suzuki mendulang kemenangan bersama Barry Sheen pada 1976. Kemudian setahun berikutnya Barry Sheen berhasil untuk mengkunci kembali gelar juara dunia tersebut. Pada 1981, Suzuki kembali menjuarai MotoGP bersama Marco Lucchinelli dan Franco Uncini pada 1982. Sempat terseok-seok pada satu dekade setelahnya, akhirnya pada 1993 mereka kembali merengkuh juara bersama Kevin Schwantz.

Sempat vakum

Partisipasi Suzuki pada ajang bergengsi MotoGP sempat terhenti pada gelaran 2011 hingga 2014. Alasan keuangan adalah faktor utama dari hengkangnya pabrikan Suzuki dari gelaran MotoGP. Kemerosotan keuangan tim Suzuki sebenarnya dipicu oleh adanya krisis ekonomi global pada waktu itu. Pabrikan ini sempat disokong oleh pabrik kertas rokok legendaris asal negara Perancis, Rizla+. Namun, masalah dana pada 2011 tidak bisa dihindari.

Sebenarnya hengkangnya Suzuki dari MotoGP sudah diprediksi pada saat gelaran MotoGP 2010. Tim Suzuki hanya menurunkan satu motornya saja pada bulan-bulan akhir tahun tersebut. Selain itu, tim-tim lainnya seperti Ducati, Honda, hingga Yamaha sudah mulai memfokuskan mengembangkan motor 1000cc. Suzuki justru saat itu masih terseok-seok dengan motornya yang hanya bisa diturunkan satu setiap gelaran race.

Sedikit demi sedikit

Perjuangan kembalinya tim Suzuki ke gelaran MotoGP pada 2015 merupakan hal yang menggembirakan. Namun demikian, tidak serta merta perjalanan tim Suzuki akan berjalan mulus seperti jalan tol. Tahun perdana tim Suzuki comeback, kedua pembalapnya tidak ada yang berhasil meraih sepuluh besar di klasemen akhir. Paling pol mereka finis di posisi kesebelas.

MotoGP tahun berikutnya mereka sempat membuat kejutan di mana salah satu pembalapnya kala itu Maverick Vinales menjuarai GP Silverstone, Inggris. Kejutan Vinales belum berakhir di situ saja karena pada tahun yang sama Vinales berhasil menaiki podium sebanyak tiga kali. Pada akhir klasemen, Suzuki menempatkan salah satu pembalapnya yakni Vinales untuk bercokol di posisi keempat klasemen. Suatu comeback yang mengejutkan pada tahun kedua.

Setelah memberikan kejutan pada 2016, perkembangan tim Suzuki mengalami naik turun. Meski pada 2017 Suzuki kembali memenangkan salah satu GP dan bercokol di podium sebanyak tiga kali melalui Andrea Ianone, tapi pada klasemen akhir Ianone hanya mampu menempati urutan kesembilan. Hal serupa juga menimpa salah satu pembalap Suzuki kala itu, Alex Rins.

Sempat digadang-gadang bisa menaikan Suzuki berkat talentanya saat di Moto2,Alex Rins justru seperti kehilangan keberuntungannya. Tahun pertamanya bersama Suzuki, Alex hanya bisa menempati urutan keenam belas. Sangat jauh dari harapan dan ekspektasi dari Davide Brivio. Kendati sempat kesusahan, Alex Rins menunjukan taringnya pada tahun berikutnya. Alex Rins menyematkan dirinya untuk bercokol pada posisi kelima akhir klasemen dengan mengoleksi setidaknya enam kali podium.

Kejayaan Suzuki mulai terlihat pada gelaran MotoGP 2019. Alex Rins berhasil menempati urutan keempat setelah pada tahun sebelumnya hanya menempati posisi kelima klasemen akhir. Keberhasilan Alex Rins sebagai pembalap utama tim Suzuki Ecstar menjadi hal yang sangat diharapkan. Setidaknya pada tahun tersebut Alex Rins memenangi dua gelaran race dan tiga kali naik podium.

Keberuntungan di pihak Suzuki

Cederanya Marc Marquez di awal musim 2020 ternyata berdampak hingga absennya gladiator Honda itu sampai akhir musim. Absennya Marquez membawa keberkahan tersendiri bagi para riders MotoGP. Rasa-rasanya agak sembrono seperti berbahagia di atas penderitaan orang lain. Tapi, memang begitu realitasnya.

Musim 2020 menjadi musim yang sangat-sangat memanjakan mata para penonton MotoGP. Setidaknya hingga GP Europe ada sembilan pembalap berbeda yang memenangi race di MotoGP 2020. Hal yang sangat mengejutkan terlebih melihat beberapa tahun terakhir, agaknya penonton seperti bisa memprediksi siapa yang akan menjadi pemenang setiap race. Palingan Marc Marquez lagi yang menang atau paling pol nanti Andrea Dovizio atau Vinales. Hanya beberapa race saja yang memberikan kejutan.

Setiap akan berpindah race seperti benar-benar membuka lembaran baru bagi setiap ridersnya juga penontonnya. Bahkan pada tahun ini, pembalap asal Jepang Takaaki Nakagami berhasil menorehkan pole position, setelah terakhir kalinya pembalap asal Jepang menorehkan hal serupa terakhir kali pada GP Valencia tahun 2004.

Keberuntungan tahun ini agaknya bisa kita sepakati sangat berpihak pada tim Suzuki Ecstar. Bagaimana tidak? Pada race sebelumnya, Maverick Vinales dihukum untuk start dari pit lane pada race GP Europe lalu. Belum lagi pesaing terdekat Joan Mir di klasemen yakni Fabio Quartararo mendapatkan hasil yang sangat buruk pada GP Europe. Quartararo sempat terjatuh pada GP Europe dan hanya berhasil menempati urutan kesebelas. Di mana tentunya hal itu sangat-sangat memberikan keuntungan bagi tim Suzuki terutama Joan Mir.

MotoGP 2020 tinggal menyisakan GP Valencia dan GP Portuguese. Joan Mir hanya membutuhkan 14 poin saja untuk menjadi juara dunia MotoGP. Menarik untuk dinanti hasil akhir klasemen MotoGP, siapa yang tahu apa yang akan terjadi ke depannya. Tapi, melihat perjalanan dan penantian panjang tim Suzuki Ecstar pada gelaran MotoGP rasa-rasanya mereka layak untuk mendapatkan gelar juara tahun ini.

BACA JUGA Polisi yang Menyiksa Lalu Nggak Dihukum Itu karena Kebal Hukum atau Males Ngurusin? dan tulisan Dimas Purna Adi Siswa lainnya.

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
Pernah menulis di Terminal Mojok tapi belum gabung grup WhatsApp khusus penulis Terminal Mojok? Gabung dulu, yuk. Klik link-nya di sini.
Exit mobile version