Beberapa waktu lalu, saya mengunjungi kembali Pelabuhan Tanjung Kendal atau Pelabuhan Kendal. Pelabuhan yang terletak di Jalan Lingkar Arteri Kaliwungu ini nggak asing bagi saya. Saat masa kuliah dulu, saya selalu mampir pelabuhan ini ketika berangkat ke Semarang. Saya senang sekadar duduk di sana sambil menikmati suasana pantai utara di sore hari.
Sembari duduk-duduk, saya biasanya mengamati orang-orang yang ada di sana. Biasanya ada beberapa orang begitu khidmat memancing. Entah berapa lama mereka berdiam diri menunggu kail mereka disantap oleh ikan-ikan di perairan pelabuhan Kendal. Yang jelas, kegiatan semacam ini jadi healing bagi saya.
Saya pikir, berkunjung ke Pelabuhan Kendal setelah 6 tahun absen bakal membuat saya pangling. Nyatanya, tempat ini tidak mengalami banyak perubahan dan perbaikan. Pelabuhan Kendal seperti bangkai peradaban.
Daftar Isi
Pelabuhan Kendal masih terbengkalai dan kian usang
Masih sama seperti dulu, fasilitas logistik Pelabuhan Tanjung Kendal masih saja terbengkalai. Gedung-gedung kantor di sana kosong dan kumuh. Pemecah ombak tampak rapuh dan keropos karena dihantam ombak berkali-kali. Dermaga semakin usang tanpa kapal-kapal barang bersandar.
Khusus untuk pemecah ombak, kerusakannya mempercepat pendangkalan perairan sekitar pelabuhan. Saya sempat tanya pada penjaga setempat, retensi kedalaman kolam area pelabuhan sekitar 1,5-2 meter saja. Padahal, kedalam kolam yang ideal minimal 3-5 meter agar kapal-kapal berukuran besar bisa bersandar.
Potret pemkab yang tidak gemati
Pelabuhan Kendal sebenarnya sudah ada sejak 2004. Namun, secara fungsional pelabuhan ini baru diresmikan pada 20016 oleh Menteri Perhubungan masa itu, Ignasius Jonan. Selang 3 tahun kemudian, tepatnya pada 2019, Pelabuhan Kendal diresmikan sebagai salah satu pelabuhan perniagaan yang ada di pantai utara Pulau Jawa.
Dana sebesar Rp40 miliar disishkan demi membangun pelabuhan ini memenuhi standar internasional. Namun, kenyataan di lapangan anggaran puluhan miliar tidak mampu dioptimalkan. Ujung-ujungnya, kapal-kapal perusahaan logistik enggan bersandar di sana. Hingga saat ini, Pelabuhan Kendal belum mampu memberi sumbangsih signifikan pada Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kendal.
Padahal seharusnya, fasilitas di Pelabuhan Kendal bisa memberikan sumbangsih yang besar bagi pendapatan daerah. Di sana ada dermaga kapal, lahan parkir mobil, truk, dan kendaraan, serta tempat gudang penyimpanan barang maupun peti kemas yang bisa dikenai tarif sewa.
Melihat apa yang terjadi pada Pelabuhan Kendal, saya merasa merupakan potret nyata Pemkab yang tidak “gemati”, tidak kreatif, dan miskin inovasi.
Baca halaman selanjutnya: Pelabuhan Kendal jadi …
Pelabuhan Kendal jadi pelabuhan niaga internasional hanya mimpi
Target Pelabuhan Kendal menjadi pelabuhan niaga internasional sepertinya terlalu muluk. Lha bagaimana, investor nasional dari kalangan BUMN saja enggan masuk ke pelabuhan ini. Padahal, secara lokasi, tempat ini sebenarnya cukup strategis karena bersebelahan dengan Kawasan Industri Kendal. Meski ada Perusahaan yang berminat, pola birokrasi yang politis dan berbelit-belit membuat pengajuan beberapa perusahaan atau investor logistik tertahan begitu saja di dinas terkait.
Hal itu menjadi salah satu “penyakit” yang dibiarkan selain ketersediaan fasilitas yang makin rusak. Kabarnya, sudah ada dua perusahaan lokal berstatus BUMN yang telah mengajukan sewa. Namun, status pengajuannya masih tidak jelas hingga saat ini mau diterima atau ditolak.
Penyebab lain yang disinyalir menjadi biang keladi sepinya pelabuhan ini adalah statusnya yang kalah saing dengan Pelabuhan Tanjung Emas di Semarang dan Pelabuhan Batang. Khusus untuk Pelabuhan Tanjung Emas, pelabuhan ini memang telah terintegrasikan dengan Kawasan Industri yang ada di Semarang. Hal itu memudahkan perusahaan logistik atau industri olahan, khususnya mengenai biaya yang dikeluarkan.
Kawasan Industri Kendal belum mampu diandalkan
Selain persaingan dengan pelabuhan lain, Kawasan Industri Kendal memang belum sepenuhnya bisa diandalkan. Kawasan ini masih kurang diminati industri-industri skala besar dan internasional. Penyerapan tenaga kerja di kawasan industri ini juga masih sangat minim. Oleh karena itu, keberadaan Pelabuhan Kendal yang diharapkan bisa jadi pintu masuk investor jadi terkesan sia-sia. Ujung-ujungnya hanya jadi pintu usang yang terbuka tanpa ada yang mau memasukinya.
Kondisi pelabuhan Kendal ini jadi gambaran tentang sebuah kabupaten yang bingung. Kabupaten yang tidak tahu fokus pembangunan ekonominya. Kalau dilihat saat ini, infrastruktur penunjangnya tersedia, tapi dibiarkan terbengkalai. Sekarang coba tengok, Kendal punya Balai Latihan Kerja, tapi dibiarkan kosong. Kendal juga punya Pasar Welerti Baru, tapi nggak tahu kapan peresmiannya. Terminal-terminal di sana tidak berfungsi sebagai terminal. Selain itu, masih ada segudang fasilitas lain yang dibiarkan kumuh dan jadi bangkai.
Mau bagaimana lagi, bupati yang menjabat sekarang sedang sibuk permak diri di media sosial. Katanya sih, beliau ingin fokus mau maju jadi Gubernur Jawa Tengah.
Ya setidaknya, Pelabuhan Kendal ini masih tetap bermanfaat, paling tidak untuk para pemancing. Ke depannya, daripada mubazir, tempat ini ini sebaiknya dialihfungsikan saja sebagai Tempat Pemancingan Umum. Warga Kendal happy, Pemkabnya juga nggak pusing. Iya toh?
Penulis: Muhamad Iqbal Haqiqi
Editor: Kenia Intan
BACA JUGA Kendal: Slogannya Kota Handal, tapi Kondisi Jalannya Bikin Kita Mual
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.