Kendal sebagai salah satu kabupaten di pantura punya beberapa pasar yang jadi andalan bagi warga lokal untuk melakukan transaksi ekonomi. Paling terkenal adalah Pasar Weleri, yang sayangnya hingga saat ini tidak jelas kapan dibuka dan diresmikan kembali pasca dibangun ulang karena terbakar pada tahun 2020 silam. Hal itu membuat pasar kecil tradisional di area luar Weleri jadi pilihan berbagai produsen dan konsumen untuk berbelanja.
Keberadaan pasar memang begitu vital. Di pasar, orang dengan berbagai latar belakang saling berinteraksi dan bertransaksi sehingga roda ekonomi terus berputar. Tapi, meski begitu, tidak semua pasar ramai dengan proses jual beli. Ada yang sepi dan keberadaannya hanya ditopang oleh pedagang-pedagang tertentu dan pada waktu-waktu tertentu.
Pasar yang ramai biasanya punya kriteria khusus yaitu kenyamanan. Tentu setiap orang punya definisi masing-masing soal kenyamanan, bisa soal fasilitas, keramahan, dan akses masuk pasarnya.
Di Kendal, tepatnya di Kecamatan Rowosari, ada sebuah pasar yang sangat kecil dan masuk gang, tapi selalu ramai dengan pengunjung dan pembeli setiap harinya, pasar itu adalah Pasar Bulak.
Pasar Bulak, merupakan sebuah pasar Desa yang terletak di Desa Bulak, Kecamatan Rowosari, Kendal. Pasar ini terletak dalam sebuah gang. Bentuk pasarnya pun hanya berupa satu bangunan utama sederhana untuk para pedagang-pedagang berjualan.
Tidak seperti pasar lainnya yang aktivitasnya dimulai dari pagi hari hingga menjelang siang, Pasar Bulak justru baru mulai beroperasi pada sekitar jam 2 siang hingga menjelang maghrib. Meski begitu, situasinya ramai dengan para pembeli. Bahkan pada masa pandemi, pasar ini kabarnya masih tetap dibuka biar warga sekitar tetap bisa memenuhi kebutuhan harian.
Alasan spesifik kenapa pasar ini aktivitasnya mulai pada siang hari tidak terlalu jelas. Ada yang bilang karena pasar ini adalah pasar desa yang pedagangnya mayoritas adalah Ibu rumah tangga dan petani tembakau, bawang, padi, dan sejenisnya. Sehingga mereka berjualannya setelah selesai bertani dan beristirahat.
Ala kadarnya
Pasar Bulak bila dilihat secara fasilitas memang sederhana dan ala kadarnya. Ukurannya pun kecil, jadi pembeli agak desak-desakan ketika ramai. Tapi semua itu terbayarkan dengan pedagang yang ramah dan suka bergurau. Barang kebutuhan rumah tangga juga sangat lengkap, mulai dari yang mentahan seperti sayur-sayuran, buah-buahan segar, ikan, daging, ayam, hingga makanan yang sudah matang seperti lauk-pauk juga tersedia. Daun semanggi yang cukup sulit dicari di area Kendal pun bisa ditemukan di pasar ini.
Di Pasar Bulak juga banyak pedagang jajanan tradisional yang khas, seperti bandros, pukis, serabi, curabika, donat-donatan, dan berbagai jajanan basah berbungkus daun pisang dan jati lainnya. Hal itu membuat orang-orang yang biasanya sedang menunaikan ibadah puasa sunnah memilih ke Pasar Bulak untuk mencari takjil berbuka. Tentu jangan ditanya ketika bulan Ramadan kek mana.
Paling penting dari itu semua adalah ketika ke Pasar Bulak, kita akan sering menjumpai bahan-bahan rumah tangga yang harganya murah. Sayur-sayuran mentah seharga seribu atau dua ribu masih ada. Lauk-lauk juga dijual di bawah Rp5 ribu. Apalagi kalau kita membeli sejenis sayur-sayuran seperti tumis kangkung, sayur sop, dan lain-lain, bisa didapat dengan harga Rp2 ribu. Anake gorengan bisa seharga lima ratusan.
Rawan roboh
Dengan segala keunggulan yang dimilikinya, fasilitas terutama bangunan dari Pasar Bulak memang harus jadi perhatian pemerintah desa setempat. Pasalnya kondisinya memang sudah cukup lapuk, sehingga rawan roboh. Atapnya hanya disangga dengan kayu-kayu sederhana. Tiangnya pun juga dari kayu yang usianya pasti mirip-mirip dengan usia saya.
Yah mau bagaimana lagi, pada awal berdirinya, pasar ini memang bukan inisiasi dari Pemdes, melainkan warga lokal yang ingin mendapatkan berbagai kebutuhan sehari-hari dengan mudah dan cepat. Jadinya terkesan kurang mendapat perhatian.
Meski begitu, Pasar Bulak jadi oase atau penyelamat bagi mereka yang tidak sempat berbelanja di pagi hari karena kesiangan, berangkat kerja, dan kesibukan lainnya yang membuat mereka sulit ke pasar di pagi hari. Selain itu harganya yang masih terjangkau juga bermanfaat bagi warga sekitar desa yang pendapatannya musiman mengandalkan hasil panen dari tembakau, bawang, padi, dan jagung.
Penulis: Muhamad Iqbal Haqiqi
Editor: Rizky Prasetya
BACA JUGA Penderitaan Orang Kendal yang Kehilangan Identitas karena Mengaku Asli Semarang di Perantauan