Parenting Hanya untuk Orang Kaya? Ngawur!

Ilmu Parenting Hanya untuk Orang Kaya? Ngawur! anwar zahid

Parenting Hanya untuk Orang Kaya? Ngawur! (Pixabay.com)

Sebuah video cuplikan stand up yang sempat viral memaparkan set-up bahwa “parenting hanya untuk orang kaya” dan “parenting mudah hanya untuk orang kaya”. Meskipun video itu punchline-nya lumayan bikin saya kemekel karena jadi nostalgia sedikit, tetapi bagi saya, parenting yang mudah itu tidak hanya milik orang kaya. Justru saking mudahnya, bisa dilakukan semua orang tua berbagai latar belakang. Yang memang niat jadi orang tua maupun tidak sengaja, seperti kakak yang sering di rumah bareng adik balitanya ketika orang tua bekerja.

Ada beberapa hal yang saya kurang sepakat dengan sang komika, Guzman Sige. Pertama, mengatakan “parenting hanya untuk orang kaya” itu seperti mengatakan “diet hanya untuk orang yang mau mengurangi berat badan”.

Eh, massa badan, ding.

Nyatanya, diet tidak terbatas untuk mengurangi angka timbangan atau membentuk otot tubuh. Memang, KBBI sejauh ini hanya memberikan satu arti dari diet, yaitu aturan makanan khusus untuk kesehatan dan sebagainya. Akan tetapi ketika bergeser ke bahasa asal serapannya, bahasa Inggris, makna senada baru muncul sebagai urutan kedua.

Pada urutan pertama, diet oleh kamus Oxford dimaknai sebagai jenis makanan yang biasa dimakan oleh seseorang, hewan, atau komunitas. Bahkan jika ditengok lebih jauh, kata diet secara etimologi berasal dari bahasa Yunani, diaita, yang berarti jalan untuk hidup; gaya hidup.

Artinya, terlepas dari keinginan mengecilkan lingkar perut atau sekadar bertahan hidup, seseorang selalu menjalankan diet. Setiap hari makan sayur dan buah saja? Diet. Setiap malam makan mi instan pake telur? Diet juga. Ideal atau tidak, itu diet ketika telah menjadi kebiasaan.

Maka begitulah bagi saya kedengarannya, ketika ada yang bilang “parenting hanya untuk orang kaya”. Parenting, lagi-lagi menurut kamus Oxford, adalah kegiatan membesarkan anak sebagai orang tua. Ini selaras dengan padanannya dalam bahasa Indonesia, pengasuhan, yang berarti proses, cara, dan perbuatan mengasuh.

Sehingga, sebagai orang tua de facto ataupun de jure, selama terjadi kegiatan membesarkan anak, itulah parenting. Kejadian tokoh ibu yang melerai kakak-adik yang bertengkar dengan diberi pengertian pelan-pelan yang sempat ramai juga di lini masa? Parenting. Menempeleng anak bandel? Parenting. Sosok bapak yang mengancam menjual anaknya agar berhenti berkata kasar? Parenting juga.

Barangkali parenting mulai mengalami gejala penyempitan makna. Mungkin di kepala sebagian orang, parenting sebatas pada “gaya pengasuhan yang baik dan benar” dan dianggap berbeda dengan kata pengasuhan.

Tetapi tidak. Ideal atau menjelma bibit trauma, itu semua parenting.

Kedua, tentang mudah tidaknya parenting. Jika melihat konteks dari video secara keseluruhan dan mayoritas balasan-balasan di utasnya, “model pengasuhan yang ideal” disebut mudah bagi “orang kaya” karena banyak waktu luang dan emosi yang tidak habis duluan saat bekerja. Begitu kurang lebih yang saya dapatkan.

Memang tidak menampik bahwa orang yang berkecukupan, akan memiliki segala sumber daya yang lebih baik, sehingga lebih terpapar akses informasi gaya pengasuhan bagaimana yang tidak berpotensi jadi bahan cerita si anak ke psikolog dua puluh tahunan mendatang. Akan tetapi buat saya, parenting yang mudah justru tidak hanya untuk orang kaya tetapi setiap orang yang berperan menjadi orang tua. Lah, kok bisa?

Mudah itu bagaimana, sih? Bagi saya, mudah itu ketika sesuatu dikerjakan tidak memerlukan banyak waktu, tenaga, dan pikiran. Hampir mirip dengan makna di KBBI. Sehingga parenting mudah itu justru parenting yang sudah sehari-hari dilakukan orang tua dari kalangan ekonomi manapun. Dari kalangan dengan kesibukan apa pun.

Saya ada kisah nyata tentang bagaimana waktu luang yang melimpah tidak serta merta membuat anak menjadi pusat pikiran orang tua.

Seorang kenalan saya memiliki ibu yang sewaktu ia kecil, berstatus ibu rumah tangga. Secara teori, meskipun ayahnya baru pulang cukup sore, tetapi ibunya 24/7 bisa mencurahkan konsentrasi pada pertumbuhan kenalan saya, bukan? Nyatanya ya tidak juga. Kenalan saya sering kalah dibandingkan urusan dapur dan rumah, hingga kalah oleh gim PS1. Sampai-sampai calistung harus ia pelajari sendiri.

Baik, barangkali salah satu kisah kenalan saya adalah sampel yang tidak mewakili populasi, apalagi sudah terjadi beberapa belas hingga puluh tahun yang lalu. Tentu tidak ada parenting yang benar-benar sempurna di dunia ini, tetapi sekitar tahun itu keluarga punya PS pribadi menandakan sudah lumayan berprivilese, kan? Makanya, bagi saya tetap: Parenting mudah itu berlaku untuk setiap yang berperan menjadi orang tua, terlepas status ekonominya.

Sekarang coba bandingkan: Lebih mudah mana secara telaten membimbing anak mengerjakan PR, atau membiarkan dan memintanya belajar sendiri? Opsi pertama berpotensi bikin orang tua senewen kalau anak tidak kunjung paham materi yang masih sederhana, sementara opsi kedua membuat orang tua tetap bisa bekerja atau melakukan ragam hobinya.

Lebih mudah mana: Berpikir atau mencari tahu apa yang sebaik-baiknya dilakukan jika anak menangis di publik, atau menimpakan kesalahan pada meja atau benda mati lainnya? Jika tujuannya adalah agar tangis cepat selesai, tentu yang kedua, dong. Lebih cepat lagi pukul saja mulutnya sambil diberi diancam tidak boleh makan makanan favoritnya lagi.

Lebih mudah mana: Memberi pengertian kepada anak tentang kenapa sebaiknya ia tidak melakukan tindakan tertentu yang keliru–dengan risiko menguras tenaga, atau; mendiamkannya beberapa jam hingga hari sampai anak minta maaf duluan–dengan harapan merefleksikan diri dan memahami kesalahannya sendiri? Iya, yang terakhir, modern ini lebih dikenal dengan nama silent treatment itu, lo.

Parenting mudah itu justru bisa dilakukan oleh orang tua dengan latar belakang apa pun, bukan? Parenting mudah itu murah, ia tidak mengharuskan orang tua untuk mengalokasikan waktu sekadar untuk belajar tentang parenting yang baik. Waktu adalah uang!

Tetapi, parenting yang baik, itu beda cerita. Dan beberapa yang saya sebutkan, jelas bukan masuk jenis yang baik. Tentu saja kita tidak boleh menirunya. Kepikiran pun jangan.

Yang jelas, saya tidak sepakat kata parenting itu hanya cocok untuk orang kaya. Saya tahu itu jokes, tapi, rasa-rasanya harus diluruskan.

Yang benar, mungkin, parenting yang baik biasanya dilakukan oleh orang kaya. Namun, kalau kita masih mengamininya sekarang, rasa-rasanya ya keliru. Kita sudah terpapar informasi, maka apa pun keadaan ekonomi kita, harusnya kita tidak menyerah untuk jadi orang tua yang baik.

Lagi pula, apa ya kita mau meneruskan tradisi buruk ke anak kita nanti?

Penulis: Annisa Rakhmadini
Editor: Rizky Prasetya

BACA JUGA Sebenarnya, Seberapa Penting Rewarding dalam Parenting Itu?

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
Anda penulis Terminal Mojok? Silakan bergabung dengan Forum Mojok di sini.
Exit mobile version