Ada yang pernah kebingungan saat belanja di warung atau mini market? Pusing memilih satu produk di antara sekian banyak produk yang sejenis? Semua pilihan-pilihan tersebut membuat kita membutuhkan pertimbangan dan waktu dalam membuat keputusan.
Tenang, bukan cuma kamu semua, saya sendiri juga merasakan hal yang sama. Kesulitan memilih opsi dari sekian banyak opsi, adalah masalah kita bersama
Sebenarnya hal ini bukanlah masalah yang urgent, tapi seringkali menjadi perkara yang cukup merepotkan diri sendiri. Hanya masalah pilihan yang harus diambil, yaitu pilihan untuk memilih satu dari bejibun opsi. Hal ini disebut dengan paradox of choice.
Paradox of choice adalah salah satu teori yang dikemukakan oleh pakar psikologi Amerika Barry Schwartz dalam bukunya “The Paradox Of Choice: Why More Is Less”. Beliau mengartikan paradox of choice sebagai suatu keadaan yang mengakibatkan seseorang pusing dan ragu-ragu dalam mengambil sebuah keputusan. Sekali lagi, hal ini disebabkan buanyaknya opsi yang tersedia.
Kita tahu bahwa hidup manusia erat kaitannya dengan pengambilan keputusan, mulai dari bangun tidur hingga tidur lagi pasti berhubungan dengan pengambilan keputusan. Bahkan mau tidur cepat atau begadang sekalian merupakan bagian dari pengambilan keputusan. Tapi entah kenapa banyaknya opsi semakin membuat keadaan tidak lebih baik.
Banyak opsi tak selalu membawa solusi, mengapa saya katakan demikian? Coba kita flashback ke zaman dahulu saat segala sesuatu masih terbatas. Kita dapat dengan leluasa menentukan pilihan yang akhirnya membahagiakan kita. Kenapa? Karena opsi yang simple dan apa adanya.
Daftar Isi
Si maximizer dan si satisficer
Apakah Anda seorang maximizer atau satisficer? Ya, dua jenis manusia ini adalah contoh konkret bagaimana seseorang bersikap dalam mengambil keputusan. Maximizer adalah orang yang terobsesi mencari hasil maksimal dari seluruh opsi yang ada. Ia mencari, menganalisis, membandingkan, dan mengukur dengan teliti setiap aspek dalam suatu produk. Namun setelah ia putuskan ternyata ia tidak cukup puas karena ternyata Setelah memutuskan ia malah menemukan opsi lain yang lebih baik. Kalau bahasa kita sekarang maximizer bisa dikategorikan sebagai overthinking.
Berbanding terbalik dengan maximizer, satisficer adalah ciri seseorang yang mencari opsi berdasarkan kebutuhan dan syarat yang ditetapkan di awal alias si simple. Tipe orang seperti ini akan mendapatkan kepuasan yang lebih baik dibandingkan dengan si maximizer.
Lawan Paradox of choice
Memang bukan perkara gampang, semuanya tergantung bagaimana cara kita menyikapi proses pasca pengambilan keputusan. Ada beberapa tips yang bisa dipraktekkan untuk melawan paradox of choice yaitu:
Pikiranmu adalah kuncinya
Ya, semua berawal dari pikiran atau mindset. Kalau anda menganggap segala sesuatu itu rumit dan pusing maka hasilnya adalah rumit dan pusing, begitu juga dengan cara mengambil keputusan. Usahakan untuk tetap tenang dan jernihkan pikiran, jangan mengambil keputusan pada saat sedang kalap atau memperturutkan hawa nafsu sesaat.
Jangan mencari kesempurnaan dalam mengambil keputusan
Wajar kita mencari yang sempurna, tapi sungguh hal yang seperti itu hampir mustahil untuk didapatkan. Sebab, segala sesuatu memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing. Kuncinya bagaimana keputusan yang kamu pilih membuatmu bahagia dan puas. Sebab dengan begitu kamu akan terhindari dari paradox of choice.
Eliminasi opsi yang bukan prioritas
Tentukan skala prioritas, buang opsi yang kurang penting atau opsi yang tak sesuai dengan kebutuhan kamu. Dengan demikian opsi yang kamu pilih akan semakin sedikit sehingga memudahkan kamu dalam mengambil keputusan.
Perbanyak syukur
Syukur, gampang diucapkan tapi sulit untuk dipraktikkan. Banyak orang yang menyesali keputusan yang telah ia ambil, ada yang marah bahkan sampai tak legowo dengan apa yang telah terjadi. Di sinilah syukur dan sabar berperan, ingat mungkin masih banyak orang lain diluar sana yang lebih tidak beruntung dibandingkan dengan keputusan yang sudah kita pilih.
Jangan lebay dalam berekspektasi
Jangan ketinggian dalam berekspektasi, sebab kata orang-orang kalau jatuh sakitnya tuh ekstra. Ekspektasi yang berlebihan mengakibatkan kekecewaan besar apabila seandainya hasilnya tak sesuai harapan. Makanya proporsionalnya ekspektasi, jangan lebay dan tetap santuy dalam menyikapi sebuah keputusan.
Petik hikmahnya
Segala sesuatu yang menimpa hidup kita pasti ada hikmahnya, entah itu baik maupun buruk. Nah, kegagalan dalam mengambil keputusan hendaknya menjadi pelajaran yang membuat kita lebih baik dalam menhadapi masa depan.
Intinya sederhanakan pilihan, jangan banyak kali cengkunek.
Penulis: Muhammad Adib
Editor: Rizky Prasetya
BACA JUGA Jogja dan Lampung Memang Sama-sama Menyebalkan