Seharusnya sudah sejak dulu pemerintah Jogja merumuskan dan melaksanakan program medical tourism. Wisata yang sedang naik daun di negara-negara lain ini sebetulnya bisa diaplikasikan di Jogja. Ada banyak rumah sakit yang menjadi rujukan masyarakat dari berbagai daerah untuk berobat. Dua di antaranya adalah Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) dr. Sardjito dan Rumah Sakit Panti Rapih.
Keduanya secara kebetulan berlokasi di dekat Universitas Gadjah Mada. Jarak antara Sardjito dan Panti Rapih juga tidak jauh. Meskipun berdekatan, kedua rumah sakit ini belakangan bertolak belakang. Sardjito dan Panti Rapih kerap dibandingkan dari berbagai sisi.
Akhir-akhir ini tren di masyarakat menunjukkan kalau mereka lebih memilih berobat ke Panti Rapih meskipun secara biaya jauh lebih mahal dibandingkan Sardjito. Selain itu, layanan di Panti Rapih sebenarnya nggak selengkap Sardjito. Pasien Panti Rapih bisa saja dirujuk ke Sardjito kalau layanannya nggak tersedia. Tapi kenapa masih banyak orang yang memilih Panti Rapih? Ternyata seperti ini alasannya.
Daftar Isi
#1 IGD dan poliklinik Panti Rapih lebih sepi
Berstatus sebagai rumah sakit rujukan dari rumah sakit tipe C dan D dari seluruh DIY dan Jawa Tengah bagian selatan membuat Sardjito overload. Mulai dari Instalasi Gawat Darurat sampai poliklinik, bahkan antrean di apotek pun sangat ramai.
Ramainya Sardjito ini membuat beberapa pasien yang pernah membagikan ceritanya kepada saya sampai nggak mendapatkan reminder untuk kontrol dari dokter yang menanganinya. Tapi memang faktanya, beban pasien bagi dokter di Sardjito jauh lebih besar dibandingkan Panti Rapih karena ada kesenjangan antara jumlah ketersediaan dokter dengan pasien yang berobat.
Orang-orang yang ingin lebih diperhatikan oleh dokternya umumnya akan menghindari Sardjito dan memilih Panti Rapih yang relatif lebih sepi.
#2 Ditangani oleh dokter, bukan koas
Selain karena alasan overload, orang-orang lebih memilih pergi berobat ke Panti Rapih karena takut mereka akan jadi objek belajar para dokter koas. Sardjito yang kebetulan berada di seberang Fakultas Kedokteran, Keperawatan, dan Kesehatan Masyarakat UGM sekaligus bertitel rumah sakit pendidikan memang menjadi tempat praktik dokter koas.
Ada sebagian pasien yang nggak mau dijadikan “bahan percobaan” oleh dokter koas. Alasannya bermacam-macam, seperti takut sakitnya makin parah karena salah penanganan hingga sudah nggak kuat menahan sakit.
Sementara itu jarang banget ada dokter koas yang sedang belajar di Panti Rapih. Pasien ditangani oleh dokter, bukan koas. Katanya sih pasien di sana selalu diurus langsung oleh dokter yang cekatan.
#3 Peluang nyasar lebih kecil dibandingkan Sardjto
Alasan ini memang agak konyol, tapi benar-benar terjadi. Sardjito memang nggak cocok dan sulit dihafalkan oleh orang dengan kemampuan spasial yang kurang. Sudah beberapa orang yang saya kenal mengaku nyasar di Sardjito. Tapi mereka ini nggak pernah sekali saja kesasar di Panti Rapih.
Nyasar juga bisa menjadi alasan yang masuk akal untuk menghindari Sardjito. Bukan hanya karena takut tiba-tiba tersesat di ruang jenazah, tetapi kesasar pasti juga bikin panik ketika dalam keadaan darurat atau terburu-buru.
#4 Suhu ruangan terasa lebih lebih sejuk
Alasan konyol tapi nyata yang kedua: Sardjito lebih panas. Letak Sardjito dan Panti Rapih ini sebenarnya sama-sama di daerah yang padat penduduk dan minim pepohonan. Tapi ajaibnya Panti Rapih jauh lebih dingin dan sejuk.
Sepertinya Panti Rapih lebih sejuk karena nggak se-overload Sardjito. Jumlah pasien Sardjito yang lebih banyak membuat suasana lebih gerah dan sumpek. Selain itu, Panti Rapih juga menghidupkan AC yang bikin nyaman pasien dan pengunjung.
#5 Rumah sakit swasta berbasis keagamaan
Saya pernah dengar bahwa rumah sakit swasta dari yayasan Katolik atau Protestan memiliki pelayanan yang lebih maksimal. Ini karena umat Katolik dan Kristen diajarkan bahwa melayani sesama manusia sama dengan melayani Tuhan. Ajaran ini membuat mereka bekerja nggak setengah-setengah. Dan Panti Rapih adalah contoh rumah sakit swasta berbasis keagamaan.
Sementara itu Sardjito merupakan rumah sakit pemerintah, lebih tepatnya RSUP yang berada di bawah naungan Kementerian Dalam Negeri. Ketika ada gejolak di dalam pemerintahan atau negara, performa pelayanan di Sardjito mungkin juga akan kena pengaruh. Dugaan lain adalah dokter dan tenaga kesehatan di Sardjito terdiri dari Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan tenaga kontrak yang kita semua tahu bagaimana kesejahteraannya di negara ini.
Saat ini orang-orang akan lebih memilih bayar mahal untuk berobat ke Panti Rapih dibandingkan ke Sardjito. Asal aman dan nyaman, mereka siap keluar dana lebih banyak. Kebetulan juga Panti Rapih masuk ke peringkat kesembilan rumah sakit terbaik di Indonesia menurut GNFI.
Penulis: Noor Annisa Falachul Firdausi
Editor: Yamadipati Seno
BACA JUGA 7 Kode Darurat yang Perlu Diketahui kalau Sedang di Rumah Sakit