Fantasi membutuhkan jarak agar menjadi hidup. Begitulah teori Robert Greene dalam bukunya 48 Laws of Power. Tak disangka, pada legenda Malin Kundang dan Pantai Air Manis di Padang, saya menemukan pembuktian dari teori itu.
Malin Kundang adalah legenda paling terkenal dari Ranah Minang. Namun segala kemasyurannya itu langsung sirna begitu kamu berkunjung ke Pantai Air Manis, tempat patung Malin Kundang berada. Itulah yang saya alami enam belas tahun lalu. Sebagai anak berusia SD, hari itu alam imajinasi saya ternodai.
Waktu itu saya sedang mengunjungi kampung ibu saya di Pariaman, Sumatera Barat. Kalau sudah di Sumatera Barat, rasanya belum lengkap kalau nggak berkunjung ke Pantai Air Manis di Kota Padang. Berhubung tempat itu adalah satu destinasi wisata paling terkenal di Sumatera Barat.
Batu Malin Kundang dan daya tarik lainnya di Pantai Air Manis Padang
Hampir semua orang Indonesia pasti sudah hafal cerita rakyat favorit ibu-ibu ini. Cerita tentang Malin Kundang, seorang anak durhaka yang dikutuk ibunya jadi batu. Tapi mungkin belum semua orang tahu, bahwa batu Malin Kundang itu ada wujudnya.
Di atas pasir Pantai Air Manis di Kota Padang, ada sebuah patung manusia bersujud. Tubuh patung ini berukuran sedikit lebih kecil daripada manusia dewasa. Sekelilingnya terdapat diorama puing-puing kapal, lengkap dengan ukiran berbentuk tali tambang pengikat jangkar.
Konon, itu adalah Si Malin, dalam pose memohon ampun tepat ketika dikutuk oleh ibunya. Mengutip Kompas.com, patung itu tentu bukan manusia betulan yang menjelma jadi batu, melainkan dibuat oleh dua orang seniman. Mereka adalah seorang guru besar seni rupa Ibenzani Usman dan Dasril Bayras.
Mengingat legendanya begitu populer, banyak orang jadi berkunjung ke Pantai Air Manis untuk melihat Batu Malin Kundang itu. Namun selain wisata legenda, Pantai Air Manis Padang juga punya daya tarik lain yang lebih alami.
Tak jauh dari bibir pantai, ada dua pulau yang dinamakan Pulau Pisang Ketek dan Pulau Pisang Gadang. Serunya, ketika air sedang surut, pengunjung bisa menyeberang dari daratan utama Sumatera ke Pulau Pisang Ketek hanya dengan berjalan kaki.
Terlepas dari dua daya tarik itu, bagi saya Pantai Air Manis ya seperti kebanyakan pantai lainnya saja. Pemandangannya pun biasa saja, kayak pantai lain di sepanjang pesisir selatan Sumatera.
Wisata legenda itu seru sih, tapi…
Layaknya seorang bocah SD, dulu saya semangat sekali waktu diajak melihat Batu Malin Kundang di Pantai Air Manis Padang. Saya masih ingat, saya agak merinding ketika kami mulai mendekati lokasi Si Malin berada. Dalam pikiran Karin kecil, legenda itu masih berpotensi sebagai cerita dari kejadian nyata. “Antah iyo, antah indak” kalau pakai istilah orang Minang.
Lalu sampailah saya di hadapan Batu Malin Kundang. Dan ternyata… ya, begitu doang. Patung yang dari jauh bikin saya merinding, ketika dilihat dari dekat ternyata hanya seonggok semen.
Entah bagaimana tampilannya dulu ketika baru dibuat pada tahun 1980-an. Tapi dalam kesempatan ketika saya melihatnya, patung itu sulit dibilang berbentuk “manusia” bersujud. Mungkin karena sudah bertahun-tahun patung itu terkikis air laut. Sehingga secara sekilas, ia terlihat hanya seperti batu yang bopeng-bopeng saja.
Singkatnya, tampilan nyata patung itu melenceng jauh dari ekspektasi saya. Bukan cuma itu, suasana Pantai Air Manis Padang pun tidak mendukung fantasi akan situs legendaris yang menjadi saksi Sang Bundo mengutuk Malin.
Dalam legenda, kapal Malin itu kan sedang berlabuh. Berarti mestinya, tempat kejadiannya adalah di pelabuhan, dong? Tapi kok, di sekitar Batu Malin Kundang malah berjejer kios cenderamata sih… Nuansa legendanya jadi nanggung. Boro-boro terlihat seperti pelabuhan, suasana sekitar Batu Malin Kundang malah persis seperti pasar.
Daya tarik utama Pantai Air Manis tak sesuai ekspektasi, jadi kapok berkunjung lagi
Satu-satunya kunjungan saya ke Batu Malin Kundang di Pantai Air Manis memang sudah terlampau lama. Soalnya, meski kemudian saya masih beberapa kali pulang kampung ke Padang, saya tak pernah mau ke Pantai Air Manis lagi.
Terlebih, kalau melihat kondisi tempat itu di vlog-vlog terbaru. Kini semakin banyak kios bermunculan sehingga Batu Malin Kundang makin terkungkung dalam suasana yang nggak jelas. Alih-alih jadi sorotan utama, Si Malin malah jadi terlihat kian menyedihkan.
Jadi bagi saya, ke Pantai Air Manis cukup sekali waktu saya kecil itu saja. Itu pun sekadar untuk mencentang destinasi wisata Sumbar yang pernah dikunjungi saja sebagai keturunan berdarah Minang.
Selanjutnya, saya mending ke pantai-pantai lain yang lebih bisa dinikmati di Sumatera Barat, deh. Pantai yang nggak terkenal, nggak ramai, dan paling penting: yang menyajikan gulai kepala ikan kakap enak tanpa overpriced!
Penulis: Karina Londy
Editor: Intan Ekapratiwi
BACA JUGA 5 Hal Tidak Menyenangkan di Kota Padang yang Bikin Wisatawan Kapok Berkunjung.
