Panduan Menikmati Transportasi Umum di Jakarta

Panduan Menikmati Transportasi Umum di Jakarta Terminal Mojok

Panduan Menikmati Transportasi Umum di Jakarta (Unsplash.com)

Yuk, cobain naik transportasi umum di Jakarta.

Bukan Jakarta namanya kalau nggak berevolusi tanpa henti. Bahkan saking banyaknya yang berubah, orang-orang yang pindah kota cuma beberapa tahun bisa nyasar saat balik ke Jakarta.

Ha, gimana nggak nyasar? Wong jalannya aja udah banyak yang dibongkar pasang. Ditambah transportasi umumnya yang bikin Jakarta jadi satu-satunya kota di Indonesia yang paling cocok dijuluki “si paling modern”. Mulai dari angkot yang bayarnya tinggal tap pakai kartu sampai rute transportasi yang sudah bisa bikin kita keliling Jabodetabek dengan biaya kurang dari Rp20 ribu.

Jakarta memang sudah mulai jor-joran mengembangkan transportasi umum sejak tahun 2000-an. Contohnya kemunculan Transjakarta pada tahun 2004 yang dibuat untuk memperbaharui citra angkutan bus dalam kota jadi lebih tertata. Sampai pada era pandemi COVID-19 yang notabene jadi salah satu masa terburuk dunia saja nggak menghentikan Jakarta untuk merombak halte dan stasiun supaya lebih efisien dan classy. Sampai tulisan ini saya buat, halte PGC 1 Transjakarta sedang direnovasi habis-habisan.

Meski begitu, saya yakin masih banyak orang yang ragu pakai transportasi umum di Jakarta. Alasannya kebanyakan antara takut, bingung, atau overthinking. Kenyataannya, alasan-alasan itu dituturkan oleh sebagian anak Jakarta yang lebih memilih naik ojek online daripada transportasi umum.

Padahal naik transportasi umum di Jakarta itu asik, lho. Asal sudah paham, dijamin aman dan nyaman. Ini beberapa hal penting yang perlu kalian ketahui sebelum menggunakan transportasi umum di Jakarta.

Siapkan kartu uang elektronik

Kartu uang elektronik adalah hal yang wajib dimiliki selama menggunakan transportasi umum di Jakarta. Memang untuk beberapa sarana seperti KRL, MRT, LRT, dan Transjakarta, kita bisa memakai aplikasi LinkAja, GoTransit, ataupun TiJe (aplikasi resmi Transjakarta). Tapi untuk naik angkot yang terintegrasi dengan JakLingko, kita butuh kartu ini.

Kabar baiknya, sekarang hampir semua kartu uang elektronik yang dikeluarkan oleh beberapa bank di Indonesia sudah bisa digunakan untuk transaksi pembayaran transportasi umum. Mulai dari e-money, Brizzi, Flazz, Tapcash, hingga Jackcard. Kita juga bisa beli kartu JakLingko di halte Transjakarta atau stasiun yang menyediakan Ticket Vending Machine JakLingko. Harganya cukup terjangkau, tinggal bayar Rp30.000 sudah dapat kartu termasuk saldo Rp10.000.

Untuk berjaga-jaga, lebih baik siapkan saldo minimal Rp30.000 kalau punya lebih dari 3 tempat tujuan. Sebab, ada minimal saldo untuk masing-masing transportasi. Transjakarta dan KRL misalnya yang menetapkan minimal saldo Rp5.000, nggak boleh kurang dari segitu. Kalau untuk LRT minimal saldonya Rp8.500, sedangkan MRT butuh minimal saldo Rp14.000.

Kalau mau pakai angkot JakLingko minimal saldonya berapa? Pada Januari 2023 ini JakLingko masih menetapkan minimal saldo Rp0 alias gratis! Namun, jangan lupa sediakan uang tunai jika mau menggunakan angkot biasa (bukan JakLingko), ya.

Jika kalian masih berstatus mahasiswa dan punya Kartu Tanda Mahasiswa (KTM) yang terintegrasi dengan bank, kalian bisa langsung pakai kartu ini. Banyak banget yang belum tahu kalau KTM bisa digunakan selayaknya kartu uang elektronik. Karena kartu ini punya fungsi yang sama, kalian juga bisa pakai KTM untuk naik angkot JakLingko.

Pilih rute perjalanan

Kalau sudah punya tempat tujuan, kita tinggal pilih mau pakai rute yang mana. Biar nggak bingung, kita bisa langsung cek di aplikasi Google Maps. Selain rute, Google Maps juga langsung memberi rekomendasi transportasi umum apa yang bisa kita pakai. Berdasarkan pengalaman saya pergi ke mana-mana selama dua tahun pakai Google Maps, keakuratan prediksi rute transportasi umumnya patut diacungi jempol.

Rute perjalanan setiap transportasi juga ada di aplikasi masing-masing yang tersedia di App Store maupun Play Store. Misal kalau mau naik KRL, kita bisa pakai aplikasi KRL Access. Kalau mau naik Transjakarta, bisa pakai aplikasi TiJe. MRT juga punya aplikasi sendiri, namanya MRT-J. Gampang, kan?

Tapi selama di perjalanan, jangan hanya terpaku dengan aplikasi. Kalau sudah bingung banget, apalagi kalau handphone sudah mati, jangan sungkan untuk bertanya pada orang lain, terutama petugas halte, stasiun, atau bahkan petugas yang ada di dalam kereta atau bus. Orang-orangnya ramah, kok, nggak gigit.

Mau naik kereta, bus, atau angkot?

Apa pun pilihannya, kita nggak akan kehilangan arah. Semua tempat sarana transportasi umum menyediakan peta rute perjalanan yang juga bisa dicari di Google.

Cara naik KRL, LRT, dan MRT

Untuk naik kereta kita tinggal ke stasiun KRL/LRT/MRT. Sesuai rute yang sesuai dengan tujuan kita. Begitu masuk stasiun, kita bisa langsung tap kartu ke mesin tap atau scan QR Code di handphone sampai ada lampu warna hijau. Kalau merah, bisa minta bantuan ke petugas atau cek saldonya. Siapa tahu belum cukup. Mungkin juga ada error di mesin atau kartu kita. Tapi error ini jarang banget terjadi sama kartu. Jadi nggak perlu terlalu khawatir, Gaes.

Di dalam stasiun langsung cari peron dengan rute yang sesuai. Bisa dilihat dari monitor jadwal keberangkatan di setiap sisi peron. Kalau masih bingung, lihat nama rute di kepala kereta yang datang. Contohnya, tulisan BOGOR di kereta yang menuju ke Stasiun Bogor sebagai stasiun tujuan terakhir.

Cara naik Transjakarta

Kalau mau naik bus atau Transjakarta, kita langsung ke halte terdekat. Konsepnya sama kayak di stasiun. Tap kartu atau scan QR Code, masuk saat ada lampu hijau, lalu pilih pintu sesuai nama rute yang ada di sisi pintunya. Ada juga “halte bawah” yang cuma ditandai dengan papan tanda bertuliskan “Transjakarta”. Kalau naik dari halte ini, kita bisa langsung masuk ke bus melalui pintu yang akan terbuka di samping sopir. Setelah itu, langsung tap atau scan di alat kotak kecil yang ada di dashboard bus sampai ada lampu hijau.

Nah, ada peraturan baru, nih. Mulai September 2022, kita harus tap kartu dua kali! Kalau turun di halte, kita otomatis akan tap out di mesin di pintu keluar. Kalau turun di halte bawah (melalui pintu samping sopir), tap out dilakukan di mesin yang sama. Caranya sama dengan tap in. Tinggal ditempel kartu uang elektroniknya sampai bunyi triiing dan lampu hijaunya menyala.

Memang sih Transjakarta cukup ruwet rute-rutenya. Tapi kalau sudah tahu mau berhenti di halte apa nggak akan sebingung itu, kok. Pilih saja kode bus yang rutenya berhenti di halte tujuan kita. Kalaupun ada transit, kita sudah tahu mau naik bus yang mana di halte transit karena pasti terhubung. Untuk menghindari kehabisan keberangkatan bus Transjakarta, usahakan menggunakan layanan ini sebelum jam 10 malam.

Cara naik angkot, khususnya JakLingko

Hal yang wajib diperhatikan selain melihat kode angkot adalah stiker penanda JakLingko yang tertempel di badan angkot, khususnya bagian depan. Jika nggak ada stiker JakLingko, berarti angkot tersebut bukan angkot JakLingko, melainkan angkot biasa yang pembayarannya masih menggunakan uang tunai. Angkot ini melayani rute-rute tertentu yang nggak dijangkau oleh angkot JakLingko.

Nggak seperti angkot biasa yang bisa berhenti dan ngetem di mana saja, JakLingko diharuskan berhenti di tempat yang ada papan penandanya. Kadang JakLingko juga berhenti di papan penanda Transjakarta. Kita diharuskan menunggu dan naik angkot JakLingko di tempat tersebut. Setahu saya, sopir angkot JakLingko sangat taat aturan. Kalau kita memberhentikan angkot JakLingko di sembarang tempat atau tiba-tiba naik pas lampu merah, sopirnya pasti menolak.

Naik angkot JakLingko sama dengan cara naik Transjakarta dari halte bawah. Alat untuk tap kartunya pun mirip. Tapi biasanya tap kartu saat naik angkot JakLingko dilakukan saat kita sudah naik angkotnya. Jika kita duduk di kursi samping sopir, kita bisa tap kartu sendiri dan alhasil jadi volunteer tap kartu untuk penumpang lainnya. Kalau kita duduk di belakang, kita bisa meminta tolong orang yang duduk di samping/belakang sopir untuk melakukan tap kartu.

Agaknya budaya ini sengaja dilakukan supaya makin efisien. Jadi angkot bisa melanjutkan perjalanan tanpa harus menunggu penumpang baru melakukan tap kartu. Jangan lupa untuk tap dua kali, ya.

Demi Jakarta yang lebih baik

Jakarta sebagai ibu kota kebanggaan Negara Kesatuan Republik Indonesia nggak punya pilihan selain menerima kemajuan teknologi. Kenyataannya, kegilaan era 4.0 ini memang sudah nggak bisa dimungkiri lagi. Kita sudah tertinggal ratusan tahun dari negara Paman Sam!

Maka sudah saatnya melakukan perubahan untuk menghadapi teknologi yang udah lekat sama kehidupan masyarakat. Toh, pada akhirnya semua harus terbiasa dengan teknologi baru, kartu elektronik misalnya. Harus diakui pula semua kemajuan ini membuahkan hasil yang baik.

Orang kaya sudah enggak gengsi pakai transportasi umum. Orang yang nggak kaya juga bisa pakai transportasi umum karena harganya yang ramah di kantong. Macet memang masih ada, tapi kebiasaan untuk pakai transportasi umum sudah berkontribusi untuk nggak menambah macetnya Jakarta. Dan yang terpenting, ke mana saja jadi lebih gampang.

Jadi, gimana? Sudah siap pakai transportasi umum di Jakarta?

Penulis: Aida Amalia Kurniadi
Editor: Intan Ekapratiwi

BACA JUGA 5 Alasan Masuk Akal untuk Tidak Tinggal di Jakarta.

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
Exit mobile version