Berbahagialah penggemar DC karena Warner Bros bekerja sama dengan HBO telah memutuskan untuk merilis director’s cut dari film Justice League setelah 2 tahun lamanya. Upaya dari banyak fan DC di media sosial berhasil memaksa studio di balik produksi Justice League untuk mengeluarkan film hasil editan Zack Snyder secara personal sebagai sutradara film. Jenis film seperti ini biasanya disebut sebagai director’s cut dan cenderung dirilis setelah film teatrikalnya tayang di bioskop.
Namun, mungkin masih banyak yang bingung, sebenarnya director’s cut itu apa dan kok bisa ada film sama tapi punya dua versi berbeda? Kita harus memahami peran sutradara dalam pembuatan film. Sutradara bertugas mengontrol aspek artistik film dan membimbing kru teknis untuk memvisualisasikan skenario film.
Level kontrol dari sutradara terhadap film yang diarahkannya tergantung gaya mereka masing-masing. Cuma satu hal yang biasanya pasti, sutradara tidak punya kontrol penuh akan proses penyuntingan final dari produk mereka. Film yang ditayangkan kepada penonton di bioskop sering kali telah melalui proses penyuntingan oleh produser eksekutif sebagai pemimpin dari perusahaan studio film.
Sebagai penyokong dana utama dari produksi film, studio biasanya memiliki otoritas mutlak dalam menentukan adegan mana yang layak ditonton penonton dan mana yang tidak. Kadang pula keputusan mereka memotong satu adegan dilakukan tanpa persetujuan dari si sutradara. Hanya beberapa sutradara terkenal seperti Steven Spielberg atau Quentin Tarantino yang punya otoritas penuh terhadap suntingan akhir film mereka.
Konflik antara sutradara dan produser eksekutif gara-gara masalah penyuntingan bahkan bisa dibilang cerita klasik di industri perfilman. Contohnya bisa dilihat dalam produksi film Snowpiercer karya Bong Joon Ho pada tahun 2013. Produser Harvey Weinstein sebagai pemilik perusahaan distributor film di Amerika Serikat meminta Bong untuk memotong 25 menit adegan film. Tujuannya agar lebih sedikit dialog dan lebih banyak aksi. Lantaran Bong menolak, akhirnya Weinstein hanya mendistribusikan Snowpiercer di bioskop terbatas.
Namun, ada juga sutradara yang akhirnya mengalah dan membiarkan filmnya dipotong oleh produser eksekutif. Dalam hal ini, director’s cut menjadi alternatif bagi beberapa sutradara yang tidak puas dengan hasil suntingan akhir film mereka. Director’s cut sendiri berarti film tersebut disunting oleh si sutradara secara pribadi tanpa campur tangan produser eksekutif di studio film atau perusahaan distributor.
Akibatnya hasil suntingan sutradara dan studio bisa menghasilkan jalan cerita berbeda walaupun filmnya sama. Versi tayang bioskop dari Kingdom of Heaven karya Ridley Scott beda jauh dengan versi director’s cut yang rilis di DVD. Alasannya karena 20th Century Fox menekan editor untuk memotong 45 menit adegan dari film dan bahkan menghapus keberadaan salah satu karakter sebelum film bisa tayang di bioskop. Ketidakpuasan Scott terhadap versi teatrikal filmnya sendiri yang membuat dia merilis director’s cut dari Kingdom of Heaven.
Jadi sebenarnya nggak usah kaget kalau Justice League Snyder’s Cut bisa beda jauh jalan ceritanya film Justice League di bioskop. Sudah banyak versi director’s cut dengan jalan cerita beda jauh dengan versi bioskopnya. Bahkan ini bukan pertama kali dalam sejarah film DC, director’s cut beda jauh dengan film versi teatrikalnya.
Superman II dari tahun 1980-an memiliki sejarah kasus hampir sama dengan Justice League. Sutradara awal dari film tersebut, Richard Donner berkonflik dengan produser Ilya Salkind terkait penggunaan adegan melibatkan aktor kawakan Marlon Brando. Akhirnya Salkind mengganti Donner dengan sutradara Richard Lester saat film telah rampung hampir 75%.
Sebagai sutradara baru, Richard Lester memutuskan untuk merekam ulang mayoritas adegan film agar dia bisa dapat kredit sebagai sutradara film. Hasilnya film Superman II cenderung lebih komedis dari visi awal Donner dengan banyak adegan slapstick sesuai dengan gaya sang sutradara baru. Selama bertahun-tahun, fan DC minta film versi Donner dirilis ke publik hingga akhirnya director’s cut dari Superman II didistribusikan lewat DVD pada tahun 2006.
Kasus Justice League pada 2017 juga hampir mirip dengan Superman II. Sutradara awal Zack Snyder mengundurkan diri pada proses penyuntingan film untuk mengurus kematian putrinya. Ditunjuklah sutradara baru yaitu Joss Whedon untuk menyelesaikan proses setelah produksi dari film. Namun, Whedon memutuskan untuk merekam ulang banyak adegan dalam film.
Menurut Snyder, cuma 25% dari rekaman awal dia tayang di layar bioskop. Sinematografer Fabian Wagner bahkan mengestimasi bahwa hanya 10% dari adegan yang dia syuting bersama Snyder masuk versi teatrikal. Oleh karena itu, terdapat gerakan dari fan DC untuk memaksa Warner Bros merilis versi suntingan Snyder ke publik. Hasil gerakan tersebut adalah keluarnya director’s cut dari Justice League di layanan streaming HBO Max.
Di dunia perfilman ideal, tentunya penyuntingan dilakukan seizin sutradara dan tanpa tekanan dari pihak studio film atau perusahaan distributor. Namun, kenyataan di lapangan, kadang bukan pemilik visi kreatif yang punya otoritas penuh dari karyanya. Produser eksekutif sebagai pemberi dana cenderung punya otoritas lebih kuat dari si sutradara. Tentunya apa yang ada di pikiran produser tersebut yang mayoritas merupakan pebisnis dengan sutradara film bisa beda jauh. Director’s cut ada sebagai salah satu obat sementara untuk memperbaiki perbedaan visi antara sutradara dengan investor yang memberikan dana.
Sumber Gambar: YouTube Jon Arryn Garza
BACA JUGA Prediksi Alur Cerita Justice League Snyder’s Cut: Knightmare dan Kemungkinan Terjadinya Flashpoint dan tulisan Raynal Arrung Bua lainnya.