Kalau dengar nama Paiton, Probolinggo, pasti yang langsung muncul di kepala banyak orang itu PLTU alias Pembangkit Listrik Tenaga Uap. Maklum, Paiton emang jadi ikon energi Jawa Timur.
Tapi, jujur aja, nggak banyak yang tahu sisi gelap Paiton yang kadang bikin warga lokal seperti saya geleng-geleng kepala. Berikut 5 di antaranya.
Daftar Isi
#1 Polusi udara, si penyelundup diam-diam
Paiton di Probolinggo memang jadi penyumbang listrik gede khususnya buat Jawa dan Bali, tapi efek sampingnya? Polusi udara!
Asap hitam dari cerobong-cerobong PLTU itu bukan cuma hiasan langit, tapi juga tamparan buat paru-paru kita. Kadang, di waktu pagi, embun yang turun tuh kayak paket bonus polutan. Yang lebih sedih, polusi ini tuh pelan-pelan ngikis kualitas udara tanpa kita sadari. Ada partikel halus yang kalau dihirup manusia bisa bikin paru-paru terasa nge-gym tiap hari.
Berdasarkan data dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, daerah sekitar PLTU Paiton, Probolinggo, mengalami peningkatan polutan PM2.5 yang bisa bikin napas terasa berat. Data dari sebuah studi lokal juga menyebutkan bahwa tingkat penyakit ISPA di daerah ini meningkat sekitar 15% dalam lima tahun terakhir. Ironis banget, kan?
#2 Hiburan malam yang liar tapi diam-diam
Jangan salah, Paiton, Probolinggo, juga punya hiburan malam yang nggak kalah “meriah” dibanding kota besar. Tapi, bedanya, semuanya serba sembunyi-sembunyi. Dari karaoke remang-remang sampai warung kopi yang “nggak biasa” udah jadi rahasia umum. Lucunya, banyak warga yang tahu tapi pura-pura nggak tahu.
Hiburan malam ini kadang bikin generasi muda keblinger. Bukannya cari produktivitas, malah cari pelarian yang nggak sehat. Bahkan ada beberapa tempat yang jelas-jelas sering digerebek aparat tapi tetap aja buka lagi dengan nama baru. Ini jadi bukti kalau bisnis hiburan malam di Paiton itu nggak main-main.
#3 Minimnya fasilitas umum yang layak di Paiton, Probolinggo
Jujur, sebagai warga Paiton, saya sering iri sama kota-kota lain yang punya taman kota atau perpustakaan modern. Di sini? Jangan harap.
Fasilitas umum masih ala kadarnya. Lapangan bola berlumpur, tempat nongkrong seadanya, dan nggak ada tempat buat explore kreativitas anak muda. Akibatnya, kita sering kebingungan nyari hiburan yang positif. Kalau nggak nongkrong di warung kopi, ya ngendap di kamar sambil baca thread di X.
#4 Mentalitas anak muda Paiton: Nyali patungan dan gengsi kampung
Ngomongin anak muda Paiton, ada satu fenomena yang cukup bikin geleng-geleng: budaya geng-gengan. Banyak yang suka main kelompok, dan biasanya geng ini jadi patokan buat nunjukkin siapa yang paling “jago” di kampung. Lucunya, nyali mereka sering kali “patungan” alias cuma berani kalau rame-rame.
Yang bikin lebih unik, anak muda dari desa dengan populasi besar cenderung arogan. Mereka merasa punya “backup” yang bikin mereka lebih berani ngadu nyali sama desa sebelah.
Ini jadi semacam perang dingin antar-kampung yang nggak pernah kelar. Sayangnya, mentalitas kayak gini sering bikin konflik kecil jadi meledak. Harusnya, energi mereka bisa diarahkan ke hal-hal yang lebih produktif daripada cuma adu gengsi atau pamer kekuatan.
#5 Peredaran Narkoba di Probolinggo yang makin mengkhawatirkan
Ini dia sisi gelap yang paling bikin miris. Peredaran narkoba di Paiton makin merajalela, bahkan sudah nyasar ke kalangan anak SMP. Dua jenis obat yang sering disalahgunakan adalah pil trihexyphenidyl dan dextromethorphan.
Pil-pil ini gampang banget didapat dengan harga murah, tapi efeknya bisa bikin mental dan fisik rusak parah. Parahnya lagi, banyak yang anggap ini hal biasa karena kurangnya edukasi soal bahaya narkoba.
Belum lagi penjualan miras yang makin terang-terangan. Banyak warung kecil yang jualan miras tanpa takut ketahuan.
Generasi muda Paiton yang seharusnya belajar dan berprestasi malah tergoda buat coba-coba. Efeknya? Kalau bukan perkelahian ya kecelakaan. Fenomena ini jadi PR besar buat kita semua, terutama orang tua dan pihak berwajib, untuk lebih tegas dan serius menangani masalah ini.
Akhir kata
Sisi gelap Paiton di Probolinggo mungkin bikin kita miris, tapi juga jadi pengingat bahwa kita punya tanggung jawab buat memperbaikinya. Sebagai anak muda Paiton, saya bangga sama kampung halaman, tapi juga sadar banyak yang harus dibenahi.
Penulis: Moh. Mudhoffar Abdul Hadi
Editor: Yamadipati Seno
BACA JUGA Paiton Probolinggo Memang Aneh: Desa Bukan, Kota Juga Bukan
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.