Terminal Mojok
Kirim Tulisan
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
Kirim Tulisan
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
  • Gaya Hidup
  • Kunjungi MOJOK.CO
Home Artikel

Orang Tua Menggugat Pihak Sekolah ke Meja Hijau, Akibat Sistem Pendidikan yang Kompetitif

Bibah Pidi oleh Bibah Pidi
31 Oktober 2019
A A
Orang Tua Menggugat Pihak Sekolah ke Meja Hijau, Akibat Sistem Pendidikan yang Kompetitif, pertanyaan di kelas
Share on FacebookShare on Twitter

Saya membayangkan kalau Ki Hadjar Dewantara hidup kembali dan menjadi menteri pendidikan di era milenium ke tiga ini. Apa nggak ngelu sirah e??? Bagaimana tidak? Akhir-akhir ini dunia pendidikan dibuat gonjang-ganjing dengan serba-serbi permasalahan yang sebenarnya bisa diselesaikan sambil ngopi.

Baru-baru ini, pendidikan sedang menyumbang satu kasus dari sekian banyak kabar berita duka Indonesia. Yustina—ibu seorang siswa berinisial BB dari SMA Kolese Gonzaga—baru saja menggunggat empat orang perangkat sekolah karena anaknya tidak naik kelas.

Pihak sekolah memberikan keterangan bahwa BB tidak naik kelas karena nilai sejarahnya tidak memenuhi KKM. Selain itu, BB pernah merokok dan makan kuwaci pada jam pelajaran sejarah. Lalu, siapa yang akan kuat di pengadilan?

Terlepas dari siapa yang akan memenangkan kasus ini, entah dari pihak sekolah atau orang tua siswa, peristiwa ini telah menghancurkan harmonisasi tri pusat pendidikan. Tri pusat pendidikan yang diproyeksikan mampu bertahan dan mempertahankan cita pendidikan, kini kandas dan tersisa semboyan belaka.

Kalau saja terjalin komunikasi yang baik antara orang tua dan sekolah, tentu kasus ini tidak perlu jatuh di meja hijau. Termasuk sistem penilaian di sekolah yang “kurang bermakna”, turut menjadi penyulut api yang seharusnya tak perlu membara-membara amat.

Mengukur siswa hanya berdasarkan angka-angka saja, memiliki limitasi makna yang justru menciderai proses belajar. Sistem pendidikan yang menekankan pada penilaian hasil akhir melalui angka-angka, menjadi arena kompetisi yang cukup sengit. Ukuran penilaian hanya akan menunjukkan nilai tertinggi dan terendah, bukan lagi nilai dari pembelajaran itu sendiri.

Standar penilaian semacam itu bagi saya adalah kekerasan sistemik yang dibuat oleh pemerintah pusat terhadap pendidikan kita. Daripada sibuk mengeneralisasi pengukuran siswa berdasarkan angka-angka tak bermakna, kenapa tidak melakukan evaluasi berkala yang melibatkan orang tua secara penuh?

Evaluasi bisa dilakukan dengan diskusi reflektif antara guru dan orang tua untuk merenungi kegiatan harian atau mingguan. Tentu diskusi reflektif tidak hanya mengevaluasi domain kognitif, ia jauh lebih mendalam hingga menyentuh domain afektif dan psikomotorik. Evaluasi semacam ini tidak bisa hanya dengan penilaian hasil akhir belajar anak melalui angka-angka statistik.

Baca Juga:

Mehamami Kasus Korupsi Chromebook yang Menjerat Nadiem Makarim dengan Mudah dan Lengkap

Dosa Jurusan Pendidikan yang Membuat Hidup Mahasiswanya Menderita

Hasil akhir berdasarkan angka-angka tidak akan pernah menumbuhkan ketahanan, ketekunan, tanggung jawab, inisiatif, ataupun kreatifitas anak. Hasil akhir berupa angka-angka hanya akan menciderai proses belajar dan pendidikan menjadi arena kompetisi untuk saling menjatuhkan.

Andai dalam kasus BB, evaluasi melibatkan orang tua secara penuh, tentu tidak ada saling silang paham di antara mereka. Apakah begitu buruknya komunikasi antara sekolah dan orang tua hingga alasan-alasan tidak naik kelas si BB ini sampai harus dibawa ke pengadilan?

Ki Hadjar Dewantara pernah berkata bahwa sekolah adalah perantara bagi orang tua, anak-anak, dan masyarakat. Apakah pada kasus ini sekolah yang salah? Tentu tidak sepenuhnya. Jika kedua belah pihak mau saling berkomunikasi mengenai perkembangan anak, pasti akan menghasilkan jalan tengah sekaligus membuka kebaikan bagi anak itu sendiri.

Hanya melalui dialog, guru dan orang tua bisa mengetahui bagaimana seharusnya yang terbaik untuk anak, bukan yang terbaik untuk mereka. Kasih sayang orang tua dan sekolah bukan diukur dari kepemilikan. Bukan orang tua atau pihak sekolah yang tau mana yang paling baik untuk anak. Sebaiknya kedua belah pihak mulai saling berefleksi, jalan mana yang paling baik untuk kepentingan BB.

Di Indonesia, nilai akhir dianggap sebagai prestis yang menjadi ukuran siswa tersebut baik atau buruk. Saya pernah mendengar cerita dari seorang guru kepada muridnya yang tidak naik kelas kala itu. Pak guru tersebut meramal, pada suatu saat nanti Indonesia akan seperti sakura. Akan ada masa di mana sistem sosial tidak menempatkan kenaikan kelas dan kelulusan ujian nasional sebagai barometer kesuksesan.

Akan ada masa di mana sistem kenaikan kelas tidak membentuk kasta pada suatu rombongan belajar. Misi sekolah dan negara adalah proses belajar anak, bukan kenaikan kelas atau ujian berbasis angka-angka belaka. Jika anak tidak mendapatkan hasil yang baik dalam evaluasi, hal itu bukan kesalahan anak, tapi kesalahan guru dan orang tua.

Sistem sosial semacam itu akan berimbas pada kepercayaan diri sosial dan personal anak. Kapan sistem sosial itu akan terjadi? Barangkali setelah Nadiem Makarim menjabat sebagai Menteri Pendidikan dan Kebudayaan. Doakan saja. Semoga kasus ini akan membuka gebrakan baru bagi Mas Menteri. Amin.

BACA JUGA Sekolah Tidak Lebih Penting dari Belajar atau tulisan Bibah Pidi lainnya.

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.

Terakhir diperbarui pada 30 Oktober 2019 oleh

Tags: nadiem makarimOrang TuaPendidikan
Bibah Pidi

Bibah Pidi

ArtikelTerkait

ibu dijual

Ibu Dijual Seharga 10 Ribu Karena Penyakitan: Maunya Apa Sih?

17 Oktober 2019
6 Couple Drama Korea yang Tak Dapat Restu Orang Tua

6 Couple Drama Korea yang Tak Dapat Restu Orang Tua

18 November 2023
Anggapan Keliru Soal Anak Kelas Akselerasi yang Selalu Keren. Aslinya Ya Begitu... terminal mojok.co

Anggapan Keliru soal Anak Kelas Akselerasi yang Selalu Keren. Aslinya Ya Begitulah

2 Februari 2021
4 Hal yang Perlu Diketahui sebelum Menyekolahkan Anak di Sanggar Anak Alam (SALAM) Jogja

4 Hal yang Perlu Diketahui sebelum Menyekolahkan Anak di Sanggar Anak Alam (SALAM) Jogja

22 Desember 2023
Masih Ada Sekolah Favorit dan Orang Tua Pindah KK Anak, Sistem Zonasi Gagal Total!

Karut Marut Sistem PPDB: Regulasi Zonasi yang Malah Menyayat Hati

17 Juli 2023
Universitas Brawijaya dan Penerapan Keadilan Sosial bagi Rakyat Good Looking yang Keblinger

Universitas Brawijaya dan Penerapan Keadilan Sosial bagi Rakyat Good Looking yang Keblinger

14 Juli 2022
Muat Lebih Banyak

Terpopuler Sepekan

Derita Jadi Pustakawan: Dianggap Bergaji Besar dan Kerjanya Menata Buku Aja

Derita Jadi Pustakawan: Dianggap Bergaji Besar dan Kerjanya Menata Buku Aja

23 Desember 2025
Toyota Corolla Altis, Sedan Tua Terbaik yang Masih Sulit Dikalahkan di Harga Kurang dari Rp100 Juta

Toyota Corolla Altis, Sedan Tua Terbaik yang Masih Sulit Dikalahkan di Harga Kurang dari Rp100 Juta

17 Desember 2025
Toyota Vios, Mobil Andal yang Terjebak Label "Mobil Taksi"

Toyota Vios, Mobil Andal yang Terjebak Label “Mobil Taksi”

16 Desember 2025
Rujak Buah Jawa Timur Pakai Tahu Tempe: Nggak Masuk Akal, tapi Enak

Rujak Buah Jawa Timur Pakai Tahu Tempe: Nggak Masuk Akal, tapi Enak

16 Desember 2025
Keluh Kesah Mobil Warna Hitam. Si Cakep yang Ternyata Ribet

Keluh Kesah Mobil Warna Hitam. Si Cakep yang Ternyata Ribet

19 Desember 2025
Tinggal di Kabupaten Magelang: Dekat Borobudur, tapi Tidak Pernah Merasa Hidup di Tempat Wisata

Tinggal di Kabupaten Magelang: Dekat Borobudur, tapi Tidak Pernah Merasa Hidup di Tempat Wisata

18 Desember 2025

Youtube Terbaru

https://www.youtube.com/watch?v=SiVxBil0vOI

Liputan dan Esai

  • Jogja Mulai Macet, Mari Kita Mulai Menyalahkan 7 Juta Wisatawan yang Datang Berlibur padahal Dosa Ada di Tangan Pemerintah
  • 10 Perempuan Inspiratif Semarang yang Beri Kontribusi dan Dampak Nyata, Generasi ke-4 Sido Muncul hingga Penari Tradisional Tertua
  • Kolaboraya Bukan Sekadar Kenduri: Ia Pandora, Lentera, dan Pesan Krusial Warga Sipil Tanpa Ndakik-ndakik
  • Upaya “Mengadopsi” Sarang-Sarang Sang Garuda di Hutan Pulau Jawa
  • Menguatkan Pembinaan Pencak Silat di Semarang, Karena Olahraga Ini Bisa Harumkan Indonesia di Kancah Internasional
  • Dianggap Aib Keluarga karena Jadi Sarjana Nganggur Selama 5 Tahun di Desa, padahal Sibuk Jadi Penulis

Konten Promosi



Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Tulisan
Ketentuan Artikel Terminal
Kontak

Kerjasama
F.A.Q.
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Anime
    • Film
    • Musik
    • Serial
    • Sinetron
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Gadget
    • Game
    • Kecantikan
  • Kunjungi MOJOK.CO

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.