#3 Cocok dengan budget kelas menengah Surabaya
Malang dengan kemewahannya acap kali dipandang terlalu mahal bagi kelas menengah, apalagi perantau seperti saya. Terlebih, liburan ke sana butuh persiapan yang lebih lengkap. Mulai dari biaya perjalanan, biaya makanan, biaya nginap (harus menginap kalau nggak mau capek). Dan, tentu saja butuh tenaga ekstra untuk ke objek wisata satu ke objek wisata lainnya.
Sementara Mojokerto adalah pilihan paling masuk akal perkara biaya. Plesir ke sana cocok bagi orang-orang Surabaya yang ingin wisata “hijau-hijau, tapi gaji dan hari cutinya pas-pasan. Di sana makanan masih murah. Kafe-kafe yang biasanya terletak di tempat wisata juga menawarkan harga yang jauh lebih terjangkau. Hal itu membuat Mojokerto semacam jadi versi murah meriah dari keinginan untuk healing dengan budget tipis.
#4 Mojokerto nggak kalah estetik
Dalam beberapa tahun terakhir, Mojokerto terutama kawasan Pacet atau Trawas, pelan-pelan diperindah sehingga jadi semacam etalase foto. Banyak spot foto untuk memuaskan para pengunjung yang butuh foto estetik untuk “memberi makan” media sosialnya. Di sana ada glamping dengan tenda rapi menghadap lembah, ada kafe kecil yang terletak di pinggir sawah, hingga ada spot selfie dengan latar gunung.
Pengunjung bisa datang ke sebuah kafe, pesan kopi atau cokelat panas, lalu sibuk mengatur angle yang kebanyakan seperti ini: gelas harus setengah penuh, kabut di belakang pun kelihatan, dan kalau bisa ada siluet gunung yang nongol sedikit. Kadang-kadang momen diam memandang pemandangan cuma berlangsung tiga detik. Setelah itu kembali sibuk memilih filter yang paling cocok. Semua bisa didapatkan di Mojokerto.
Jadi ketika ada sebagian orang di Surabaya yang lebih memilih Mojokerto ketimbang Malang, itu bukan sekadar soal malas macet atau menempuh jarak jauh. Semua itu sudah melalui pertimbangan soal jarak, kondisi dompet, stok tenaga, dan kebutuhan “healing” yang nantinya dipamerkan di media sosial.
Bagi saya pribadi, Mojokerto menawarkan paket yang cukup, yaitu cukup dekat untuk tidak terlalu menyiksa, cukup dingin untuk merasa jauh dari Surabaya, cukup indah untuk diabadikan, dan cukup murah untuk tidak membuat awal bulan berikutnya penuh penyesalan. Malang? Entahlah, kota itu memang indah, tapi bagi saya penuh dengan kemalangan personal.
Penulis: Muhammad Iqbal Haqiqi
Editor: Kenia Intan
BACA JUGA 8 Aturan Tak Tertulis di Surabaya yang Wajib Kalian Tahu Sebelum Datang ke Sana.
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.




















