Orang-Orang yang “Mati” Karena Kecanduan Game

kecanduan game

kecanduan game

Maraknya pemberitaan, baik online maupun yang tersebar melalu desas-desus di masyarakat mengenai orang yang meninggal akibat kecanduan game, entah online atau bukan membuat saya miris. Saya berpikir ulang mengenai, entah bisa dibilang kesukaan atau mungkin lebih kepada hobbi memainkan game. Masihkah relevankah sebuah permainan hanya sebatas permainan saja?

Pada era perkembangan teknologi macam sekarang ini, orang yang menganggap memainkan game sebagai sebuah permainan saja semakin berkurang jumlahnya. Ada semacam kegelisahan yang muncul sebagai akibat kita terlalu mengagungkan permainannya. Kita mulai melupakan esensi bermain sebuah permainan. Game (Bahasa asing), yang dalam Bahasa Indonesia berarti permainan itu mulai bergeser arti harafiahnya.

Ketika kita dulu berpikir bahwa game/permainan hanya sebagai saranan hiburan untuk melepas penat dan bersenang-senang mulai terpinggirkan. Belakangan berkembang sebuah artian khusus bahwa bermain game berarti kompetisi. Bahwa dalam bermain sebuah permainan, anggaplah sebuah permainan tradisional, kita dituntut untuk berkompetisi yang memang begitu. Misal saja kita bermain egrang, semua berlomba menjadi yang pertama mencapai garis finish dengan alat permainannya sebuah enggrang adalah hal yang wajar saja. Dan memang seperti itulah yang berkembang sejak dulu.

Saya yang hidup sejak era ketika game masih dimainkan seluruh badan sampai dengan era ketika game dimainkan hanya dengan jempol merasakan perbedaan begitu besar. Bahwa ketika dulu, bermain sebuah permainan memberi banyak benefit. Hal ini karena tidak hanya otak dan jempol saja yang bermain. Bahkan seluruh badan dipaksa untuk bergerak. Tidak heran, pada akhirnya orang-orang tidak mati di tempat duduk hanya karena memainkan game. Justru banyak yang mengalami luka dan semacamnya bahkan meregang nyawa sebagai akibat bermain sebuah permainan dan itu terjadi bukan di tempat duduk saja.

Ada semacam kecenderungan sebagai dampak perkembangan teknologi bahwa permainan yang bagus adalah permainan yang dimainkan di tempat duduk. Walau semakin kesini, anggapan ini mulai berubah karena perusahaan-perusahaan game , dengan teknologi tinggi, mulai mengarahkan agar sebuah game bisa dimainkan secara dinamis. Namun tetap saja esensi bermain sebuah game pada akhirnya tetap harus kita pertanyakan.

Main game adalah sebuah kata kerja. Yang artinya adalah bentuk aktivitas yang menyenangkan yang dilakukan semata-mata untuk aktivitas itu sendiri, bukan karena ingin memperoleh sesuatu yang dihasilkan dari aktivitas tersebut. Pengertian ini Memberi sedikit gambaran, bahwa memainkannya untuk sebuah kesenangan. Tidak ada lebihnya. Bahwa sesuai era ini, orang-orang dapat penghasilan dari bermain, itu  adalah sebuah keuntungan buat mereka. Tapi ketika ada orang yang lantas meninggal, apalagi misalnya, di kursi tempat dia memainkan game benar-benar harus kita pertanyakan lagi pengertian game menurut orang-orang dengan kecenderungan ini.

Game tidak seharunya memberi dampak yang negatif. Dari apa yang dijelaskan diatas, game hanya mentok sebagai sarana kesenangan. Tidak perlu ada keuntungan yang terjadi atasnya. Kerugian? Apalagi itu. Bahwa semakin banyak orang kecanduan game bahkan tidak tidur sehari bahkan seminggu, itu sudah di luar batas kewajaran. Game tidak seharusnya memberi kita beban. Justru dengan bermain game, beban yang semula ada bisa berangsur-angsur kita lupakan.

Bahwa orang-orang kalap dengan memainkan game, itu seharusnya tidak terjadi. Game harusnya bisa membawa kita pada nilai-nilai filosofis. Orang-orang pada tempo doeloe memainkan sebuah game dengan pemikiran filosofis tertentu. Bahkan memainkan game era dulu bisa jadi selain sebagai bentuk kesenangan dan bernilai filosofis juga bisa untuk strategi perang. Dan satu hal yang menjadi benang merah, mereka tidak mati karena permainan. Justru meninggal dengan sebuah kebanggaan di medan perang.

Bahwa ada orang yang rela melakukan kejahatan, mencuri, menipu bahkan membunuh hanya untuk memainkan sebuah game, itu benar-benar tidak bisa ditoleransi. Memainkan sebuah permainan atau mereka para pemain entah yang kecanduan atau yang hanya ikut-ikutan justru harus menjadi orang-orang yang sans (asek, Bahasa gahool). Mereka para pemain game terbiasa dengan kesenangan, dengan tertawa walau bukan bercanda, seharunya bisa menjadi orang-orang yang terbuka pemikirannya.

Bahwa permainan itu seharusnya bisa sangat menyenangkan. Bahwa permainan itu membuat pikiran kita bisa lebih waras. Bahwa memainkan game tidak membuat kita dimusuhi banyak orang. Bahwa memainkan justru membuat kita tidak anti social. Bahwa memainkan game itu, entah menjadi pemenang atau justru pihak yang kalah, tidak membuat kita besar kepala atau berkecil hati. Karena menang atau kalah, permainan seharunya membuat kita bisa berpikir disanalah kita bisa meletakan n fairplay dan nilai-nilai keadilan. Bahkan agar semakin filosofis permainan yang kita mainkan,  kita bisa memegang sebuah prinsip jawa “Menang Tanpo Ngasorake”.

Kita hanya butuh kegembiraan saat memainkan sebuah game. Soal menjadi pecudang saat bermain game, ya berarti jam terbang bermainnya masih kurang. Butuh bermain lebih banyak lagi. Karena hidup itu ya untuk bermain. Eh.

Exit mobile version