Akhir Juli lalu, CEO Softbank, Masayoshi Son, bertemu Presiden Joko Widodo di Istana Negara ditemani Managing Director Grab Indonesia, Rizky Kramadibrata, dan founder Tokopedia, William Tanuwijaya,. Disinyalir ia melalukan investasi sebesar 42 Triliun rupiah di Indonesia. Dana sebanyak itu jelas duit semua. Investasinya pun berfokus pada perusahaan startup yang mengembangkan Artificial Intelligence (AI) seperti Grab dan Tokopedia.
Ia pun dikenal dunia sebagai Unicorn Hunter. Pada tahun 1999, ia berinvestasi sebesar US$ 20 juta kepada Alibaba milik Jack Ma. Jack Ma yang pontang-panting cari dana ke AS tapi pulang dengan tangan hampa. Alibaba kini menjelma menjadi e-commerce raksasa dunia berkat insting bisnis Jack Ma dan suntikan dana dari Son.
Nama Masayoshi Son pun semakin membahana sebagai investor unicorn dan teknologi dunia. Kelihaiannya dalam berinvestasi pun membuatnya menjadi orang terkaya kedua di Jepang dan ke-43 di dunia.
Siapa yang tidak merasakan nikmatnya hidup di era unicorn dan AI sekarang ini?
Terutama di Indonesia. Gojek, Grab, Tokopedia, Traveloka sepertinya sudah mendarah daging di kehidupan kita. Laper dikit, Go-Food aja. Tanggal gajian tiba, saatnya belanja di Tokopedia. Mau liburan, Traveloka siap sedia.
Semuanya menjadi sangat mudah, bahkan terlalu mudah. Inilah eranya unicorn dan internet. Pengejawantahan e-commerce yang dilakukan oleh Amazon-nya Jeff Bezos menjadi salah satu yang paling besar. Berkat kesuksesan Amazon, Jeff Bezos pun didapuk menjadi yang terkaya di dunia.
Kini, warga dunia menggantungkan hidup kepada unicorn untuk memenuhi kebutuhan mereka. Fenomena ini mungkin akan berlangsung lama dan semakin berkembang mengingat perkembangan kecepatan internet yang meningkat.
Jangan heran jika di masa depan nanti banyak pekerjaan yang akan hilang. Seperti yang diungkapkan Noah Harari dalam Homo Deus yang meramalkan kelompok orang yang tidak dapat dipekerjakan (unemployable) yang disebut sebagai useless class.
Hal ini bukan yang pertama kali terjadi di dunia. Pada saat revolusi industri di Britania tahun 1900-an, dikenal dengan adanya knocker-upper yang pekerjaannya membangunkan pelanggannya dengan mengetukkan kaca jendela kamar menggunakan tongkat kayu panjang sebelum ditemukannya jam weker.
Bisa kita rasakan juga 20 tahunan lalu kita masih melihat bapak pengirim surat dari PT Pos berseliweran di mana-mana. Namun kini tugasnya sudah digantikan dengan kehadiran surel, SMS, dan WhatsApp. PHK di pabrik pun berangsur terjadi sejalan dengan penemuan mesin dan computing cognitive. Mungkin saja nantinya anak-anak tidak belajar lagi melalui guru manusia melainkan dari robot pendidik atau AI in Education.
Bahkan, bulan depan, di Kota Otsu, Jepang, akan mulai menggunakan Artificial Intelligence selama 24 jam untuk membantu guru mendeteksi tanda-tanda serius bullying di sekolah. Pemerintah Kota Otsu bekerja sama dengan perusahaan Hitachi Systems Ltd untuk berkolaborasi dalam proyek ini.
AI digunakan menganalisis 9 ribu histori kasus bullying yang tercatat oleh sekolah dasar dan sekolah menengah selama 6 tahun ke belakang hingga bulan ini. Penggunaan AI di Otsu disepakati setelah seorang siswa berusia 13 tahun bunuh diri yang diyakini akibat bullying.
Apapun yang akan terjadi, anak muda Indonesia harus mulai berbenah. Kita tidak bisa menyalahkan situasi dan berdiri di titik yang sama. Ini merupakan berita baik jika kita bisa beradaptasi dengan kondisi. Indonesia sudah menjadi bagian penting dari kemajuan teknologi. Banyaknya unicorn di Indonesia menjadi kesempatan yang terbuka.
Jika kita menjadi bagian dari kelas pekerja, bukan tidak mungkin suatu hari nanti kita akan tergerus oleh teknologi dan robot. Salah satu cara supaya tidak tergerus adalah menjadi pelaku bidang teknologi dan otomasi.
Menurut data BPS, jumlah angkatan kerja pada Februari 2019 di Indonesia sebanyak 136 juta orang. Naik 2,24 juta orang dibanding Februari 2018. Diyakini angka ini meningkat diakibatkan oleh peningkatan transportasi online dan e-commerce. Diyakini pula angka pengangguran di masa depan akan meningkat jika penggunaan Artificial Intelligence semakin nyata. Namun, kita diyakini akan mampu survive jika hidup berjejaring dalam menghadapi era unicorn dan sebagaimana Homo Sapiens yang diyakini sebagai spesies paling adaptif di dunia. (*)
BACA JUGA Revolusi Industri 5.0: Apakah Kemanusiaan Kita Akan Kalah dengan Robot? atau tulisan Taufik Khalid Ahmad lainnya.
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.